Sering kita temui orang atau teman menuliskan pesan semacam ini: aku tunggu 'ditaman'. Atau lain waktu, ada yang menuliskan seperti ini: sudah 'di tunggu', segera.
Adakah rekan sadar dimana kesalahannya? Kalau tidak, mungkin rekan termasuk yang sering melakukan kesalahan semacam itu hehehe. Tapi jangan berkecil hati, karena media-media cetak yang bonafidpun kadang membuat kesalahan yang sama. Jangan lagi bicara media-media di daerah, atau media online, kesalahan tulis semacam itu dapat dijumpai dengan sangat mudah.
Kesalahan yang saya maksud adalah penggunaan kata depan 'di' yang seringkali dicampuradukkan dengan awalan 'di'. Memang kedua kata tersebut memiliki huruf pembentuk yang sama, yaitu d dan i, namun fungsi yang dimiliki berbeda, yaitu sebagai kata depan yang menunjukkan lokasi dan sebagai awalan yang seringkali digunakan dalam kalimat pasif.
Cara penulisan kedua fungsi kata tersebut juga berbeda. Kata 'di' apabila digunakan sebagai kata depan, maka harus ditulis terpisah, seperti di kota, di kamar, di sekolah dan sebagainya. Sebaliknya, sebagai awalan, kata di harus disambung, seperti pada kata digunakan, disapu, diambil dan sebagainya.
Selain kata di, ada kata lain yang juga sering dicampuradukkan penggunaanya, yaitu kata 'ke', walaupun kesalahan yang umum terjadi ketika kata itu digunakan sebagai kata depan. Jamak kita membaca tulisan, saya mau 'kepasar' atau saya akan  'kerumahmu'. Seharusnya kata tersebut ditulis terpisah, menjadi saya mau ke pasar dan saya akan ke rumahmu.
Kesalahan penggunaan kata depan dan awalan tersebut sepertinya masalah sepele, namun sebenarnya menurut saya menunjukkan seberapa tinggi kesadaran berbahasa seseorang.
Ketinggian berbahasa menunjukkan bagaimana seseorang sadar mengenai posisinya dan bagaimana dia menghargai diri dan bahkan bangsanya. Bukankah ada peribahasa yang mengatakan Bahasa Menunjukkan Bangsa?
Karena itu, menurut saya kita harus meningkatkan kualitas berbahasa yang kita gunakan, sehingga kita menyadari bagaimana berbahasa yang baik dan benar, karena kita adalah bangsa yang (semoga) berbudaya.
#pengingat bagi diri sendiri #
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H