Tak pernah mengenalmu sebelumnya
sampai kau hadir dalam hidupku memberi warna
Bagaimana melepasmu sebentar saja?
jika cengkeraman cintamu begitu kuat memenjara
mungkin kau adalah jiwaku yang memisahkan diri
tampak zahir berpisah raga
namun hati tak sanggup pergi
bagai udara yang terhirup sampai alveoli
bagai darah yang mengalir dalam arteri
ribuan hari tlah terlewati
meniti tangga hari demi hari
kadang terjatuh, bangkit, terjatuh lagi, bangkit lagi
kadang suaramu mendayu bak musik melayu
kadang kututup telingaku
namun aku rindu
kubuka lagi
kadang kumelihatmu bak bidadari pemalu
menggoda untuk dirayu
kadang kututup mataku
namun aku rindu
kubuka lagi
bunga palsu yang kuselipkan di balik pintu
tak kan pernah layu
dan akan seperti itu dari waktu ke waktu
kadang berdebu
tiuplah dengan lembut
dia akan kembali padamu
ingin kutekuk pelangi ke arahmu
namun senyummu lebih indah kupandang
jangan lelah menyambutku
karena debaran itu masih sama saat pertama kudatang
akulah yang ada untuk menjagamu
akulah yang ada untuk menciummu
akulah yang ada untuk memelukmu
inilah bahuku untuk kau bersandar
inilah punggungku untuk kau bertahan
inilah dadaku untuk mendekap segala kerinduan
-penyair senja
untuk kekasihku.Â
anggap ini permohonan maafku atas bunga pertama (plastik) yang kuberikan padamu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H