Mohon tunggu...
CRMS Indonesia
CRMS Indonesia Mohon Tunggu... -

CRMS Indonesia (Center for Risk Management Studies) adalah institusi pelatihan manajemen risiko yang telah diakui dunia.

Selanjutnya

Tutup

Money

Melindungi Reputasi Perusahaan Melalui Enterprise Risk Management

8 Maret 2017   11:52 Diperbarui: 8 Maret 2017   11:59 2822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Louis J.P. dan Rayner J., Managing risk to reputation: From theory to practice

Pentingnya Reputasi Dalam Pencapaian Tujuan Organisasi

Reputasi merupakan aset tak berwujud yang menggambarkan citra dan kredibilitas organisasi di mata stakeholders. Kualitas reputasi organisasi akan menentukan perilaku stakeholders terhadap organisasi tersebut, yang nantinya akan mempengaruhi pencapaian sasaran organisasi. Karena itu, tak dapat dipungkiribahwa reputasi menjadi salah satu faktor penentu utamabagikesuksesan ataupun kegagalan organisasi dalam pencapaian tujuannya.

Lalu apa definisi konkret dari reputasi? Menurut Joosub T.S. (2006), reputasi adalah representasi kolektif dari kegiatan historis perusahaan dan hasil yang diperolehnya. Reputasi menggambarkan kemampuan organisasi dalam menghasilkan nilai dan memberikan manfaat kepada stakeholders.Dalam pembentukannya, reputasi ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu kinerja keuangan, praktik corporate governance dan kepemimpinan, pemenuhan organisasi terhadap hukum yang berlaku,pemenuhan kepuasan pelanggan,kebudayaan di tempat kerja, corporate social responsibility, hingga komunikasi dan manajemen krisis.

Menurut Louisot J.P. dan Rayner J.  (2010), reputasi merupakan aset penting bagi perusahaan karena reputasi dapat mempengaruhi:

  1. Pertimbangan shareholders dalam membeli, menjual, dan menahan saham perusahaan. Reputasi juga akan dijadikan dasar pertimbangan dalam menentukan nilai yang wajar untuk harga saham perusahaan;
  2. Keinginan konsumen untuk membeli produk atau jasa dari organisasi. Hal ini nantinya akan mempengaruhi pangsa pasar dan bargaining power perusahaan yang nantinya akan mempengaruhi profitabilitas perusahaan;
  3. Keinginan supplier untuk membangun partnership. Reputasi menggambarkan kredibilitas perusahaan. Reputasi yang baik dapat membuka peluang bisnis baru bagi perusahaan, melalui datangnya pihak-pihak yang menawarkan kejasama;
  4. Pertimbangan kompetitor untuk masuk ke pasar. Kedatangan kompetitor seringkali membawa tekanan terhadap profitabilitas perusahaan. Reputasi perusahaan yang kuat dapat menimbulkan keengganan bagi kompetitor untuk masuk kedalam industri;
  5. Biaya modal. Reputasi akan mempengaruhi kemudahan perusahaan dalam memperoleh dana baru untuk menjalankan atau mengembangkan operasi usaha;
  6. Perekrutan individu yang memiliki potensi. Reputasi yang baik dapat menumbuhkan keinginan individu-individu unggul untuk berkarya di perusahan tersebut;
  7. Motivasi pekerja. Salah satu pendorong motivasi pekerja adalah reputasi perusahaan. Reputasi perusahaan yang baik dapat menumbuhkan rasa bangga dan mendorong pekerja untuk memiliki etos kerja yang lebih baik.

Pentingnya reputasi menuntut organisasi untuk dapat membangun dan mempertahankan reputasi yang baik.Menurut Louisot J.P. dan Rayner J. (2010), reputasi mencakup persepsi dari stakeholders mengenai seluruh aspek organisasi. Mereka mengajukan sebuah teori sederhana mengenai bagaimana cara membentuk reputasi yang baik. Teori tersebut menyatakan bahwa “reputasi yang baik dapatdiperoleh organisasi apabila organisasi tersebut berhasil memenuhi atau melebihi ekspektasi stakeholders-nya, sedangkan reputasi yang buruk akan diperoleh organisasi apabila mereka tidak dapat memenuhi ekspektasi stakeholders”.

Gambar 1. Teori Reputasi 

Gambar di atas mendeskripsikan teori yang diajukan Louis dan Rayner, dimana reputasi yang baik akan diperoleh organisasi apabila organisasi berhasil memberikan nilai dan manfaat yang mencapai atau melebihi ekspektasi stakeholders.

Peran Enterprise Risk Management Dalam Menanggulangi Risiko Reputasi

Kemajuan teknologi informasi telah membuat perhatian terhadap risiko reputasi meningkat.Peningkatan kapabilitas masyarakat untuk memperoleh dan menyebarkan informasi secara massal, mudah, cepat, dan tanpa berbayar, telah berhasil meningkatkan dampak dan intensitas risiko reputasi yang diemban perusahaan.Risiko reputasi adalah dampak positif atau negatif yang dihasilkan reputasi, yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi.

Survey Delloitte tahun 2013, yang dilakukan pada 300 perusahaan terkemuka dunia, menyatakan bahwa risiko reputasi telah menjadi area risiko utama yang menentukan perubahan dan penyesuaian strategi bisnis perusahaan.Hasil survey ini juga menyatakan bahwasaat inirisiko reputasitelah menjadi area risiko dengan dampak terbesar padaperusahaan-perusahaan dunia.Namun dalam praktiknya, pengelolaan risiko reputasi merupakan salah satu pengelolaan risiko tersulit. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Ace Insurance, kesulitan dalam mengelola risiko reputasi disebabkan oleh empat faktor berikut:

  1. Risiko reputasi dapat datang dari berbagai sumber, baik dari dalam perusahaan maupun supply chain yang lebih luas, sehingga membuat risiko ini sulit untuk dipantau dan dicari penyebabnya;
  2. Sulitnya mendefinisikan dan mengkategorikan risiko reputasi. Risiko reputasi memiliki keunikan tersendiri, dimana risiko ini tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan efek dari kejadian-kejadian operasional bisnis. Hal ini menyebabkan perusahaankesulitan untuk merancang dan mengambil tindakan lanjut terhadap risiko;
  3. Panduan dan masukan mengenai cara pengelolaan risiko reputasi masih relatif langka;
  4. Risiko reputasi sulit untuk diukur. Hal ini disebabkan reputasi merupakan aset tak berwujud yang mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan secara langsung, tetapi melalui transmisi tertentu.

Gambar 2. Hasil Survey Ace Insurance Mengenai Risiko Reputasi

Enterprise risk management (ERM) merupakan kegiatan pengelolaan risiko terintegrasi perusahaan

yang dapat diaplikasikan untuk mengelola risiko reputasi. Sesuai dengan proses manajemen risiko pada standar ISO31000:2009 Risk Management - Principles and Guidelines, kegiatan pertama yang harus dilakukan dalam mengelola risiko (termasuk risiko reputasi) adalah membangun konteks dan mengidentifikasi risiko.

 Risiko reputasi harus diidentifikasi dan didokumentasi untuk dapat menemukan faktor-faktor penentu reputasi perusahaan.Faktor-faktor penentu reputasi ini kemudian dapat dijadikan indikator untuk memberikan peringatan di masa depan berkaitan dengan risiko reputasi perusahaan. Hasil identifikasi risiko kemudian dinilai dan dievaluasi.Hasil penilaian dan evaluasi risiko dijadikan pertimbangan untuk menentukan perlakuan lebih lanjut terhadap risiko.

Dalam menghadapi risiko reputasi, ERM juga dapat membantu perusahaan dalam mempersiapkan pertahanan berupa kebijakan dan prosedur untuk membantu menghadapi risiko reputasi. Dengan mempersiapkan kebijakan dan prosedur ini, perusahaan diharapkan dapat membangun reputasi yang baik terhadap stakeholders secara konsisten dan kontinu. Kebijakan dan prosedur ini juga harus mencakup protokol yang dipersiapkan untuk masa krisis reputasi, yang dapat muncul kapan saja akibat hal tak terduga. Protokol ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi manajemen krisis reputasi dan dapat membantu perusahaan untuk mengelola kepanikan stakeholders dan mengembalikan nama baik perusahaan.

Kasus dan Contoh PengelolaanKrisis Risiko Reputasi

1. Johnson & Johnson

Anak perusahaan dari Johnson & Johnson, McNeilab.Inc. memperkenalkan Tylenol, sebuah obat jenis aspirin untuk menyembuhkan sakit kepala pada tahun 1961.Tylenol berkembang menjadi sebuah produk yang sangat terkenal dan menguntungkan bagi perusahaan, obat tersebut menjadi penghilang rasa sakit yang paling populer dan sebagai akibatnya memonopoli pangsa pasar yang besar.

Namun, tahun 1982, tujuh orang di wilayah Chicago meninggal setelah mengkonsumsi Tylenol, karena tablet obat tersebut telah tercampur dengan sianida. Perusahaan pun membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk menentukan apakah kapsul telah dirusak pada saat proses manufaktur atau pada saat meninggalkan pabrik. Perusahaan secara cepat melakukan usaha yang sangat besar, dari tingkat direktur sampai pemasaran, untuk mengatasi krisis tersebut secara efektif.Beberapa langkah yang diambil oleh Johnson & Johnson dalam mengatasi masalah ini adalah:

  • Mengungkap dan bertanggung jawab atas kejadian secara langsung;
    Johnson & Johnson segera bertindak,dengan secara nasional menarik kembali 31 juta botol aspirin yang menghabiskan biaya sebesar $ 100 juta, dan menginstruksikan pelanggan untuk tidak menggunakan produk Tylenol sampai masalah tersebut diselesaikan secara jelas. Johnson & Johnson menyarankan konsumen untuk menghancurkan atau mengembalikan semua kapsul Tylenol yang mereka miliki.Masyarakat umum dan medis diperingati atas krisis atau kejadian yang terjadi, Food and Drug Administration(FDA) telah diberitahu, dan produksi Tylenol dihentikan.
  • Memberikan informasi secara terbuka dan menjelaskan secara rinci kejadian yang terjadi;
    Ketika Johnson & Johnson menghadapi krisis, mereka harus membuat beberapa keputusan sulit yang akan sangat mempengaruhi masa depan perusahaan.Namun, bukan berpikir masalahkeuangan, CEO James Burke beralih ke credo perusahaan.Ditulis oleh Robert Johnson pada tahun 1943, sebuah dokumen mendefinisikan fokus dari perusahaan adalah pelanggan.Menjadikan hal tersebut sebagai inspirasi, Johnson & Johnson menggunakan media untuk segera mengingatkan orang berbagai potensi bahaya yang ditimbulkan dari produk.
  • Memilih pemimpin yang sesuai untuk mengatasi masalah yang ada;
    James E Burke, ketua dewan, digunakan sebagai juru bicara perusahaan. Namun, yang paling penting, perusahaan menggunakan upaya perusahaan untuk menyelesaikan krisis secara efektif, contoh dari ketua pemasaran.
  • Membangun kembali kepercayaan diri;
    Perusahaan ini menciptakan sebuah program public relations yang melindungi kepentingan umum dan, karena itu, diberi dukungan penuh oleh institusi media.
  • Membangun kembali kredibilitas;
    Perusahaan mengemas ulang Tylenol dengan glued end flaps, plastic-neck seal daninner-foil sealdengan label menginstruksikan konsumen untuk tidak menggunakan produk jika segel pengaman yang rusak.
  • Memenuhi tuntutan undang-undang.
    Terjadinya insiden gangguan tersebut, membuat pemerintah federal Amerika Serikat mengharuskan semua produsen paket over-the-counter untuk obat-obatan dibentuk dalam paket yang bersifattamper-resistant.Meskipun pemerintah hanya mewajibkan satu dari tiga langkah-langkah pencegahan, Johnson & Johnson tidak ingin mengambil risiko dengan memutuskan untuk memasukkan tiga tindakan pencegahan.

2. Ford dan Firestone

Pada tahun 2001, produsen mobil Ford, dan produsen ban Firestone, menangani penarikan kembali produk di Amerika Serikat, setelah diketahui bahwa ada kesalahan dengan Ford Explorer SUV. Ditemukan bahwa tapak pada ban Firestone AT, sebagian besar diproduksi untuk Ford Explorers, yang cenderung untuk berpisah dalam cuaca panas. Ford mengklaim bahwa Firestone sudah tahu tentang ketidakpuasan konsumen dengan ban ini sejak tahun 1997 dan tidak melakukan apa-apa untuk memperbaiki kesalahan tersebut.

Firestone juga memulai penarikan kembali setelah lebih dari 100 kematian yang telah terjadi.Penanganan dan komunikasi yang burukterhadap pengelolaan masalah tersebut, kedua perusahaan mengalami kemunduran.Hal tersebut menyebabkan penurunan dramatis pada harga saham dan keuntungan bagi kedua perusahaan.Selain itu, kedua perusahaan tidak berperilaku seperti mengakui nilai reputasi atau pentingnya memperlakukan pemegang saham secara cerdas.

Menanggapi kasus yang terjadi pada Ford dan Firestone, sebaiknya kedua perusahaan ini belajar dari Johnson&Johnson dalam usaha untuk mengembalikan reputasi mereka ketika menghadapi masalah.Johnson&Johnson menjadi salah satu contoh perusahaan yang berhasil mengembalikan reputasinya, melalui beberapa poin penting yang menjadi perhatian mereka.Berdasarkan pengalaman Johnson&Johnson ini, maka dilakukan analisis komparatif terhadap tindakan Ford dan Firestone menurut poin-poin kesuksesan yang telah dilaksanakan oleh Johnson&Johnson sebagai berikut.

  • Mengungkap dan bertanggung jawab atas kejadian secara langsung;
    Firestone merupakan yang pertama mengambil keputusan, dengan menyatakan bahwa perusahaan telah melakukan penarikan ban, tapi penarikan mungkin akan memakan waktu lebih dari satu tahun untuk selesai, dan negara-negara tertentu dengan iklim yang lebih dingin mungkin tidak akan mendapat ban pengganti sampai dengan musim panas berikutnya. Selain itu, perusahaan membuat pernyataan bahwa konsumen, dan bukan perusahaan, yang bertanggung jawab atas kegagalan ban, karena mereka tidak menjaga ban mereka dengan benar. Dari sisi lain, Ford mengumumkan bahwa mereka akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk memperbaiki masalah yang ada dengan cepat, termasuk menggunakan merek lain untuk menggantikan ban Firestone. Walaupun pada akhirnya, kedua perusahaan meminta maaf tentang kematian dan ketidaknyamanan dari penarikan ban terhadap konsumen.
  • Memberikan informasi secara terbuka dan menjelaskan secara rinci kejadian yang terjadi;
    Pada tanggal 9 Agustus 2001, kedua perusahaan menghadiri konferensi pers mengenai penarikan kembali produk.Namun, kedua perusahaan tidak siap untuk konferensi tersebut terlihat dari ketidakmampuan mereka mengatasi semua pertanyaan.Kemudian konsumen menjadi skeptis, sebagai akibat dari tidak adanya jawaban yang solid serta respons yang lambat oleh kedua perusahaan.Kedua perusahaan mengelak dan menerapkan strategi penyangkalan, dengan memberikan informasi mengenai produk (ban rusak) secara lambat dan membingungkan.
  • Memilih pemimpin yang sesuai untuk mengatasi masalah yang ada;
    Ford memilih CEO Jaques Nasser untuk menangani krisis. Sebuah iklan dibuat menggunakan jasa Nasser untuk meyakinkan konsumen; namun, ia terlihat kaku dan tidak tulus dalam iklan tersebut. Jaques Nasser membuat kesalahan besar lain ketika ia belum muncul sebelum anggota rumah untuk sidang pertama di Capitol Hill, karena dia terlalu sibuk mengelola penarikan kembali. Hal tersebut membuat marah para regulator.Firestone memilih CEO John Lampe. Lampe tidak merasa bahwa penarikan ban dibenarkan, dan dia juga mengakhiri kemitraan 95 tahun antara Ford dan Firestone.
  • Membangun kembali kepercayaan diri;
    Firestoneakan mencoba menutup pabrik Decatur, yang merupakan sumber dari ban rusak. Ford membuat janji bahwa pembeli dapat memilih merek ban yang mereka inginkan pada Explorer generasi berikutnya.
  • Membangun kembali kredibilitas;
    Satu-satunya restrukturisasi yang dilakukan adalah penutupan pabrik Decatur oleh Firestone.
  • Memenuhi tuntutan undang-undang.
    Jaques Nasser gagal untuk tampil di hadapan anggota rumah di sidang pertama di Capitol Hill, dan ini membuat marah legislator.Washington anggota parlemen secara terbuka menyerang CEO Ford, serta perusahaan itu sendiri. Perusahaan ini kemudian menyatakan bahwa CEO akan tersedia untuk sidang kedua, karena sifat pertanyaan telah bergeser dari isu-isu keselamatan teknis ke integritas perusahaan. Pada sidang kedua, Jaques Nasser terpaksa menunggu berjam-jam, dan, selama sidang, ia terganggu berulang kali.

3. Coca Cola

Pada tanggal 15 Juni 1999, Departemen Kesehatan Belgia melaporkan bahwa 100 orang, terutama anak-anak sekolah, jatuh sakit karena minum Coca Cola. Delapan dari anak-anak harus dirawat di rumah sakit.Ketika Departemen Kesehatan Belgia pertama kali mengeluarkan berita tersebut, Coca Cola (Coke) butuh waktu enam jam sebelum bereaksi.Pada tanggal 16 Juni, ketua Coke di Belgia merespon dengan membuat permintaan maaf.

Namun, permintaan maaf tersebut sangat tidak meyakinkan, karena tidak berasal dari perusahaan induk yang berada di Amerika Serikat.Douglas Fuester, ketua perusahaan Coca Cola hanya membuat permintaan maaf satu minggu setelah kejadian. Pada tanggal 17 Juni, Coke memprotes bahwa tidak ada hubungan antara produk mereka dengan penyakit yang ada dan diduga coke terkontaminasi.Kemudian muncul informasi bahwa pabrik pembotolan di Antwerp menyediakan karbon dioksida yang buruk.

Oleh karena itu, Coke terpaksa mengakui bahwa ada kontaminasi.Namun, Coke tidak pernah memberikan penjelasan resmi dari keseluruhan kejadian yang terjadi.Harga saham Coke turun dari $64 juta ke $63 juta, dan perusahaan menderita kerugian sebesar $37 juta pada penjualannya.

Akibat dari masalah yang dihadapi oleh Coke pun tidak jauh berbeda dengan masalah yang dihadapi oleh Johnson&Johnson dan Ford dan Firestone, yaitu menurunnya reputasi.Namun, salah satu perusahaan yang berhasil untuk mengembalikan dengan cepat reputasi yang sebelumnya menurun akibat masalah adalah Johnson&Johnson. Oleh karena itu, dilakukan kembali analisis komparatif atas tindakan penanganan Coke dalam mengembalikan reputasinya menurut poin-poin keberhasilan yang telah dilakukan oleh Johnson& Johnson sebagai berikut:

  • Mengungkap dan bertanggung jawab atas kejadian secara langsung;
    Ketika anak-anak sekolah Belgia menjadi sakit, seorang eksekutif Coca Cola Belgia tiba di sekolah pada sore hari setelah menerima panggilan dari kepala sekolah.Sampel diambil pada hari berikutnya, dan sekolah menerima faks dari perusahaan, mengakui bahwa penyakit anak-anak sekolah adalah karena mengkonsumsi Coke. Seminggu kemudian, lebih banyak anak yang dilaporkan memiliki penyakit yang sama. Coke mulai menarik beberapa produk.Namun, setelah satu minggu dari insiden, pejabat pemerintah mengeluh bahwa Coke kurang peka terhadap posisi pemerintah karena tidak datang dengan penjelasan yang jelas.
  • Memberikan informasi secara terbuka dan menjelaskan secara rinci kejadian yang terjadi;
    Coke menjelaskan bahwa botol telah terkontaminasi dengan gas belerang-laced karbon dioksida, dan kaleng melalui kontak terhadap fungisida pada palet kayu.Penjelasan resmi tentang kontaminasi diberikan seminggu kemudian, dan tidak ada briefing media yang diadakan untuk membantu menjawab pertanyaan konsumen.Coke gagal bertindak dengan cepat dan mengatasi situasi, terlihat tidak peduli bahwa ratusan anak-anak dibuat sakit dan produknya adalah kemungkinan penyebab penyakit yang dialami oleh anak-anak tersebut.
  • Memilih pemimpin yang sesuai untuk mengatasi masalah yang ada;
    Awalnya, seorang eksekutif Coca Cola Belgia digunakan sebagai juru bicara.Setelah Pemerintah Belgia melarang penjualan Coke di Belgia, Coke kemudian bereaksi dengan ketua Douglas Ivester tiba di Brussels, 10 hari setelah krisis.Dalam sebuah wawancara, Phillipe Lenfant mengakui bahwa Coke telah meremehkan krisis, dan mereka harus mengakui kesalahan mereka.
  • Membangun kembali kepercayaan diri;
    Perusahaan tidak melakukan apa pun untuk membangun kembali kepercayaan diri. Mereka juga tidak menunjukkan langkah-langkah apa yang akan diambil untuk menghindari terulangnya kejadian serupa.
  • Membangun kembali kredibilitas;
    Perusahaan tidak melakukan apa pun untuk membangun kembali kepercayaan diri. Mereka juga tidak menunjukkan langkah-langkah apa yang akan diambil untuk menghindari terulangnya kejadian serupa.
  • Memenuhi tuntutan undang-undang.
    Coke mengabaikan pemerintah Belgia, dan ada komunikasi yang buruk dengan para pejabat Belgia.Hal ini membuat marah pejabat pemerintah, dan Wakil Perdana Menteri Luc van Bossche, kemudian, melarang penjualan semua produk Coca Cola.Coke kehilangan penjualan di Eropa, dan ini memberikan persaingan kesempatan untuk membuat terobosan dengan produk mereka.

4. Toyota

Toyota merupakan perusahaan automobil internasional Jepang yang telah sukses menerobos pasar otomotif dunia.Pada tahun 2010, produk baru Toyota Prius dan Lexus HS250 membawa dampak buruk pada Toyota.Masalah teknis Toyota disebabkan perangkat lunak (software), pedal gas (accelerator pedal), dan alas lantai (floor mat).

Alhasil terjadi penarikan besar-besaran terhadap Toyota Prius dan Lexus HS250 di Eropa, Amerika, dan Jepang.Softwaresistem pengereman mobil dilaporkan tak berfungsi, pedal gas dilaporkan tidak kembali ke posisi semula setelah diinjak, dan alas lantai dilaporkan mengganggu gerakan pedal gas. Masalah pedal gas yang melekat telah menyebabkan korban jiwa. Dokumen internal Toyota yang mengatakan bahwa Toyota dapat menghemat $100 juta dengan menghindari investigasi terhadap cacat produk juga bocor ke publik. Alhasil terjadi tekanan publik yang menyebabkanpenarikan terhadap 8,5 juta mobil Toyota di seluruh dunia dan Toyota mengalami kerugian hingga US$2 miliar.

Pada tanggal 23 Februari 2010, presiden perusahaan Toyota, Akio Toyoda melakukan kesaksian (hearing) pada kongres yang dihadiri US Transport Secretary. Kongres ini meningkatkan pengawasan terhadap produksi mobil di Amerika Serikat, khususnya terhadap produk Toyota.Toyota melakukan beberapa perubahan setelah kongres ini. 

Perubahan-perubahan tersebut berupa: (1) Toyota mengirimkan software kepada NHTSA untuk membaca black box dalam mobil Toyota; (2) Toyota mengubah prosedur keputusan recall dan berkomitmen untuk membentuk komite independen sebagai pemegang kewenangan untuk mengeksekusi keputusan recall; (3) Manajer Toyota diharuskan mengendarai mobil Toyota untuk mempercepat identifikasi masalah pada produk Toyota; (4) sistem keamanan ganda diterapkan Toyota; (5) Information sharing dan komunikasi ditingkatkan pada internal perusahaan Toyota.

Walaupun demikian, Toyota tetap memiliki risiko kehilangan reputasi akibat dari masalah penarikan besar-besaran atas produknya.Kehilangan reputasi tidak hanya menurunkan corporate value, namum juga menurunkan shareholder value.Oleh karena itu, Toyota menyusun beberapa strategi untuk mengembalikan kembali organization value-nya.

Untuk mengembalikan kepercayaan konsumennya, langkah pertama yang dilakukan oleh Toyota adalah melakukan restrukturisasi berskala besar, termasuk grup perusahaan di Jepang seperti Daihatsu dan Hino Motors.Saat itu, 18 grup pabrik Toyota di Jepang memproduksi beberapa tipe kendaraan yang berbeda. Pada musim panas, produksi pada tiap pabrik tersebut akan dibagi ke dalam jenis kendaraan, seperti mobil besar, mobil kecil dan minivan. Toyota bertujuan untuk membentuk lingkungan yang cocok dalam melaksanakan dan meningkatkan kualitas  melaluipelurusan produksi untuk setiap tipe kendaraan.

Di pertemuan Special Committee for Global Quality pada 31 Maret 2010, Toyota memutuskan menyusun jaringan yang lebih dekat untuk mengumpulkan informasi dengan menempatkan tujuh basis di Amerika Utara dan Eropa, seperti juga enam basis di Cina, sehingga dapat menanggapi laporan kecelakaan dengan segera melalui pengiriman ahli ke tempat kejadian. Toyota juga berencana untuk menyusun strategi yang lebih spesifik di masa yang akan datang.

5. British Petroleum (BP) Plc

BP Plc adalah salah satu perusahaan multinasional terbesar Inggris yang bergerak di industri energi, khususnya minyak dan gas.Pada tanggal 20April 2010, terjadi bencana ledakan pada salah satu tambang minyak milik BP Plcdi Teluk Meksiko.Selain kesalahan pada mesin penggali milik Transocean Ltd.

 dan kesalahan spesialis semen Halliburton Co., investigasi juga menemukan bahwa BP tidak melakukan risk assessment formal dalam membentukkeputusan-keputusan kritis operasional.Pengiritan terhadap biaya dan waktu yang dilakukan BP, tanpa mempertimbangkan rencana kontingensi dan mitigasi, berkontribusi terhadap bencana yang terjadi.Bencana ini menelan 11 korban meninggal dan banyak korban terluka, juga membuat hampir 5 juta barel minyak tumpah ke teluk Meksiko.

Terjadilah tuntutan-tuntutan oleh pecinta lingkungan, dan tuntutan-tuntutan lain dari masyarakat terutama oleh keluarga-keluarga yang bermata pencaharian sebagai nelayan dan industri wisata.Setelah kejadian tersebut, BP setuju untuk membayarkan $7.5 miliar untuk individu-individu dan bisnis-bisnis yang mengalami kerugian akibat bencana ini.BP juga setuju untuk membayarkan $4.5 miliar untuk kerusakan criminal kepada  pemerintahan Amerika Serikat.

Pada saat wawancara dengan ABC George Stephanopoulos, BP CEO Tony Howard menyatakan bahwa kecelakaan ini bukan salah BP. Ia menyatakan bahwa pengeboran ini dilakukan oleh perusahaan lain yang memiliki sumber daya manusia, sistem, dan prosesnya sendiri, dan BP hanya bertanggung jawab atas minyak yang dihasilkan dari pengeboran tersebut.

 Pernyataan Hayward tidak menunjukkan empati atau menyarankan perlunya perbaikan pada sistem keselamatan kerja.Website BP juga hanya memberikan laporan yang minimal terhadap kasus ini per harinya.BP pun kehilangan reputasi baiknya.BP yang sebelumnya terkenal sebagai perusahaan yang ramah lingkungan dengan jargon “Beyond Petroleum” gagal mempertahankan reputasinya setelah bencana ini.

Menurut Terry Corbell, konsultan perencanaan, untuk meminimalkan kerusakan, BP seharusnya dengan segera melakukan transparansi, membuat laporan secara teratur, mengontrol gambar-gambar yang muncul pada media, menunjukkan empati dan perhatian terhadap korban, serta berhenti memohon keringanan terhadap tuntutan lingkungan. Langkah ekstra hati-hati yang seharusnya diterapkan oleh BP untuk menghindari bencana ini mungkin saja memiliki biaya yang sangat tinggi, namun tetap lebih murah dari kehancuran reputasi dan bisnis yang dialami BP.

Simpulan

Risiko reputasi bagaikan pisau bermata dua.Reputasi dapat berperan sebagai competitive advantage bagi perusahaan, namun juga dapat berdiri sebagai ancaman bagi pencapaian tujuan.Mengingat bahwa reputasi merupakan salah satu aset terpenting perusahaan, dan perkembangan teknologi informasi telah meletakkan reputasi pada area risiko yang lebih tinggi, perusahaan dituntut untuk dapat menciptakan sistem pengelolaan risiko reputasi yang andal. 

Aplikasi ERM merupakan salah satu cara tepat dalam membangun pengelolaan risiko reputasi. Dalam penerapan ERM, perusahaan dapat mengadopsi standar manajemen risiko sebagai basis pembentukan manajemen risiko organisasi.Salah satu standar yang telah diakui dan teruji secara internasional adalah ISO31000:2009 Risk Management – Principles and Guidelines. Standar ini menyediakan panduan generik berupa prinsip, kerangka kerja, dan proses manajemen risiko. 

Pada kasus risiko reputasi, penerapan ERM juga dapat menyediakan prosedur penanganan krisis reputasi sebagai antisipasi kejadian terburuk.Implementasi ERM dan pembentukan prosedur penanganan krisis tentu menuntut usaha yang lebih gigih dari perusahaan. Namun, dengan dibangunnya pertahanan dan kesiap-sediaan ini, pencapaian sasaran perusahaan akan menjadi lebih terjamin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun