Sunggguh gembira menyadari bulan ini akan ada sebuah pesta rakyat, aku yang selalu sibuk dengan pekerjaan dan pengabdianku baru tersadar begitu fenomenalnya hari - hari ini.Â
Bulan sya'ban dan jantungku masih saja suka berdegup kencang menyambut matahari dan ketakutan akan wajah - wajah asing itu, hanya Tuhan yang selalu senantiasa menenangkan jiwa dalam sebuah lingkaran kecil, lain halnya dengan sang pangeran dan para calon pangeran , Aku tak begitu megenal mereka namun ada secercah harapan, aku kenal Sandiaga Uno, aku masih ingat ucapanya "Membangun Indonesia Setara" - setara dengan kemajuan sebuah negara dalam segi moral, intelektual maupun finansial.Â
Namun apakah kita siap menerimanya, siapkah kita para mellenial? hei kalian harus seperti mereka. Ada beberapa buku yang harus kita baca kemudian kita lihat siapa pengarangnya. Hei kita juga harus terus waspada, dengan semakin bertambahnya usia, semakin banyak yang kita ketahui seharusnya kita menjadi semakin takut, takut akan sebuah kesetaraan tanpa moral.Â
Ketika masyarakat kita terjejali oleh hedonisme kemudian lambat laun mulai kehilangan jiwa ketimuranya. Kemasan yang membukus akal fikiran dan imajinasi, Imajinasi tercipta dari sebuah fiksi - rocky. Sementara jika kita tak terlalu pandai menata hati, maka yang terjadi adalah masalah jiwa dan perasaan (- psikis) kita terus menerus merasa lelah dan tak akan pernah lillah - ikhlas. Semakin sedikit bersyukur, semakin rakus akan keduniawian.
Uang, semuanya berakar dari sini. Budi Pekerti semuanya berakar dari hati dan jiwa yang bersih. Dengan uang maka akan selalu ada harga (- hutang) yang harus  dibayar namun beda dengan akal sehat dan Budi Pekerti Luhur yang selalu terjaga kemurnian dan keaslianya (- otentik) Indonesia ya Indonesia, yang beradab dan menjaga amanah dan wasiat para pendahulu kita sebelumnya.
Namun lagi - lagi kita lebih memilih menjadi orang munafik, kita masih suka diberi uang untuk ikut kampanye si A dan sementara tanpa rasa malu kita menunjukkan bahasa tubuh kalau kita sebenarnya mendukung si B. Inilah gambaran masyarakat kita yang dungu -rocky. Kita lebih memilih diberi buah (- umpan) padahal Buah itu sebenarnya ibarat seperti kail - kail yang akan sampai ke akar sanubari, lalu kemudian menumbuhkan kecambah - kecambah kecil (- harapan kosong) atau bisa saja itu merupakan parasit (- kena kau rupanya).Â
Sedangkan kita melupakan atau pura - pura lupa bahwa seharusnya kita kembali mengingat akan Filosofi Tumbuhan Hidup. Tanaman berasal dari sebuah kecambah baru kemudian berakar , berbatang, beranting, berdaun, berfotosintesis, berbunga, ada putik dan benang sari, ada kumbang dan angin yang membantu proses reproduksi Tanaman, lalu baru kemudian terjadi sebuah pembuahan. Kembali kita tak punya waktu untuk berhitung.Â
Lihat betapa bodohnya kita, kita lebih menyukai yang instan, kita begitu mudah pusing untuk menghitung, kita begitu malas untuk mencari tahu. Â Kita lebih memilih untuk ikut - ikutan (- yang penting tren), sedangkan kita tak begitu memahami kerangka dasarnya, seluk - beluknya. Â Semakin sedikit kita yang mau belajar, semakin sedikit kita yang mau menjadi ikon, semakin sedikit kita yang mau menjadi Pioneer(- Influencer). Dari situlah maksud semboyan revolusi mental dan "Kesetaraan" yang sebenarya.
Siapapun pilihan kita, yang penting kita - nya, ini juga lho gan. Sebuah negara maju, orang - orang nya juga harus maju juga ya tooh....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H