Mohon tunggu...
Cristina Balqis
Cristina Balqis Mohon Tunggu... Freelancer - What doesn't kill you only makes you stronger. Except for zombie bites

IRT yang punya prinsip : What doesn't kill you only makes you stronger. Except for zombie bites

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mempertanyakan "Autisme" Boni Hargens

13 Desember 2016   16:41 Diperbarui: 13 Desember 2016   17:57 2066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengamat politik Boni Hargens kembali membuat kehebohan. Dalam diskusi publik bertajuk “Korupsi dan Kekuasaan: Membaca Sejarah Mengenang Para Sengkuni”, Boni menyerang Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia menuding di era SBY, begitu banyak kasus korupsi yang tidak tuntas.  Uniknya, kendati menduga pembiaran korupsi telah berlangsung sejak zaman Orde Baru, lidah Boni seakan patah ketika menyebut isu korupsi yang diduga melibatkan lingkar dalam penguasa hari ini. Tiga kasus korupsi yang saya catat tidak pernah diusik oleh Boni adalah :

[1] Skandal Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Langsung Bank Indonesia (BLBI)

SKL BLBI diterbitkan oleh BPPN berdasarkan Inpres Release and Discharge (Inpres R & D) yang ditandatangani oleh Presiden RI ke-5 Megawati Sukarno Putri. Akibat SKL BPPN ini debitor BLBI yang sedang disidik mendapat pengampunan sehingga Kejagung terpaksa menerbitkan Surat Perintah Penghentian Perkara (SP3). Pengampunan itu dalam bentuk masalah debitor BLBI dianggap sudah selesai dengan membayar 30% dari jumlah kewajiban pemegang saham (JKPS) dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN. Padahal, yang namanya nilai aset sungguh sulit menghitungnya.

Mereka yang memanfaatkan kebijakan ini diantaranya adalah Sjamsul Nursalim, The Nin King, dan Bob Hasan. Dan sebagaimana yang kita ketahui, daftar orang kaya versi Forbes 2014 mencatat dengan kurs 1US$ = Rp 13.000, Sjamsul Nursalim memiliki kekayaan Rp 10,79 triliun dan The Ning King sebesar Rp 8,45 triliun.

Johan Budi semasa menjadi jubir KPK pernah menyebut bahwa SKL BLBI itu bertentangan dengan UU No. 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi pasal 4 yang berbunyi : “Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3”. Intinya pengembalian kerugian negara, bukan berarti si pelaku tidak terkena pasal pidana.

Herannya, Boni tidak pernah mengeluarkan pernyataan dukungan kepada KPK yang dahulu sempat ingin memeriksa Megawati terkait dengan SKL BLBI tersebut. Apa karena PDI-P adalah parpol pendukung utama Jokowi?

Padahal dalam kasus Sjamsul Nursalim, KPK menduga negara dirugikan sebesar Rp 3,8 triliun. Kerugian negara boleh jadi akan lebih besar jika aset-aset konglomerat yang telah menerima SKL BLBI itu ditelisik lebih dalam lagi.

Padahal penelisikan SKL BLBI ini bisa menjadi pintu masuk untuk mengusut tuntas kasus korupsi terbesar sepanjang sejarah era reformasi. Sebagaimana disebut Manajer Advokasi-Investigasi FITRA Apung Widadi, kerugian kasus BLBI terus membengkak hingga mencapai Rp 2.000 triliun pada 2015. Jusuf Kalla sendiri mengaku bahwa setiap tahun pemerintah harus membayar Rp 125 triliun untuk menutupi bunga BLBI ke negara-negara yang memberikan pinjaman.

Lantas, mengapa Boni seolah asyik menuding kasus-kasus korupsi di era SBY, tetapi seolah tutup mata atas kasus BLBI? Apa karena inpres R & D yang ditandatangani Megawati tersebut?

[2] Skandal Korupsi Trans Jakarta

Lidah Boni juga seolah patah jika menyangkut skandal korupsi Trans Jakarta. Dalam persidangan, berkali-kali mantan Kadinas Perhubungan DKI Jakarta Pristono menyebut nama Jokowi yang ketika itu masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Padahal menurut JPU Jakarta Pusat menyebut akibat korupsi ini negara dirugikan sebesar hampir Rp 400 milyar.

Tetapi alih-alih mendorong aparat hukum untuk menggali lebih dalam keterlibatan Jokowi dalam kasus ini, Boni malah bungkam. Tidak seperti tudingannya yang berapi-api terhadap SBY, dalam kasus Korupsi Trans Jakarta, Boni seolah tutup mata. Uniknya, belakangan Boni kemudian diangkat Jokowi via Menteri BUMN sebagai anggota Dewan Pengawas LKBN Antara

[3] Skandal Korupsi RS Sumber Waras

Sebagaimana kita ketahui skandal korupsi RS. Sumber Waras adalah isu korupsi yang amat menghebohkan di tahun 2016 ini. Ketika itu, BPK menyatakan dugaan penyimpangan kerugian negara sampai Rp 191,3 milyar. Anehnya, alih-alih membawanya ke ranah hukum sesuai dengan mekanisme yang sudah diatur dalam perundang-undangan, Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Ahok malah menggulirkan perang dingin dengan BPK. Sampai akhirnya Basuki Tjahya Purnama harus diperiksa di KPK.

Belakangan, KPK menyebut BPK telah menemukan bukti baru terhadap kasus ini. Tetapi nyatanya, Boni seolah autis. Ia seolah-olah abai dengan kejadian di depan hidungnya hari ini, dan tetap saja mati-matian terus menyorot era pemerintahan SBY. Mengapa Boni tidak mendesak KPK untuk mengusut tuntas dan cepat keterlibatan Ahok dalam skandal RS. Sumber Waras? Biar masalah ini lekas clear. Apa karena Ahok dikabarkan dekat dengan Jokowi?

Mengapa Boni Bak “Membabi-buta”?

Lantas mengapa Boni seperti membabi-buta menyerang SBY, tetapi seolah autis dengan fenomena korupsi yang lebih besar dan lebih tampak di depan hidungnya? Ruhut Sitompul menyebut alasannya; dendam. Boni dendam kesumat kepada SBY selama 10 tahun sehingga pikirannya tidak jernih. Mengapa Boni dendam kesumat terhadap SBY? Barangkali Ruhut kelak akan menjawabnya.

Alasan yang kedua, menurut Ruhut, Boni hendak mengambil hati Jokowi melalui aksi penyerangan terhadap SBY. Tetapi caranya salah, karena Jokowi tidak suka menjelek-jelekan orang.

Pendapat Ruhut ini ada benarnya. Jika berpijak pada tudingan Boni yang asal dan tidak dilandasi bukti nyata sehingga kental nian aroma sakit hati. Setelah menuding SBY sebagai aktor dibalik aksi 411, bahkan menjadi pemodal aksi umat Islam tersebut dengan uang korupsi, dengan gampangnya Boni kemudian meminta polisi untuk mencari bukti-bukti tudingannya. Lempar batu sembunyi tangan?

Kalau begini cara kerjanya, bisa saja nanti ada orang koar-koar di media dan kemudian menuding Boni Hargens pernah tertangkap mengkonsumsi narkoba di niteclubJakarta. Mana buktinya? Ya, silakan saja polisi atau BNN cari buktinya. Nah, kan lucu jadinya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun