Sebagai warga Negara Indonesia, kita semua tetnu menyadari dan mengakui akan keragaman yang ada di negeri ini. Suku-suku yang berbeda-beda dan agama yang bermacam-macam. Sebagai warga Negara, tentu sangat tahu akan eksistensi Islam, Protestan, Khatolik, Budha, Hindu, Khonghucu, sebagai agama yang diakui di negeri ini. Sehingga, Indonesia mendapat julukan "Zamrud di khatulistiwa". Indonesia sebagai Negara kesatuan.
Hanya saja, belakangan ini, kita sering mendengar berita akan perilaku yang tidak mencerminkan keharmonisan perihal persatuan dan kesatuan di Negara ini yang dilakukan oleh kalangan minoritas yang tidak menyadarai secara mendalam hakekat penciptaan, hakekat perbedaan, hakekat terbentuknya Indonesia. Seperti aksi-aksi pengrusakan dan kerusuhan dengan berlatar belakang sara yang dilakukan oleh orang-orang minoritas. Mirisnya lagi, perilaku yang demikian juga dilakukan oleh sebagian politisi-politisi di negeri ini.
Indonesia, dengan keragamannnya, termasuk perbedaan-perbedaan agama di dalamnya, namun kita semua juga tahu, penduduk beragama terbesar di Indonesia adalah umat Islam. Sebagaimana hasil sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat, sedikitnya 90 persen penduduk Indonesia beragama Islam, dan selebihnya yang 10 persen menganut agama Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. (Sumber: Data)
Jumlah penduduk muslim di Indonesia yang sebesar itu, sehingga amat wajar apabila mereka (umat Islam) membutuhkan "payung" undang-undang yang menurut kalangan mereka (umat Islam) dibutuhkan, yang tentunya selama undang-undang tersebut tidak merugikan umat agama yang lain.
Sebagai umat agama yang berbeda, selayaknya menerima realita yang demikian dengan hati terbuka. Karena, kenyataannya pula, kemerdekaan di Indonesia juga banyak diperjuangkan oleh tokoh-tokoh pejuang Indonesia beragama Islam. Bahkan, kalau kita mau membuka mata hati dan pikiran kita, mayoritas pejuang Indonesia pemeluk agama Islam. Faktanya, para pejuang-pejuang yang beragama Islam itu, tidak saja memperjuangkan penduduk Indonesia yang beragama Islam saja tetapi juga memperjuangkan semua pemeluk agama yang lain. Konghucu menjadi salah satu agama resmi di Indonesia, juga diperjuangkan oleh orang Islam, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Sumber: Wikipedia
Menjadi memprihatinkan, adanya sebagian politisi kita yang terkesan egois untuk selalu menolak undang-undang yang menjadi kebutuhan penduduk mayoritas di negeri ini. Terlebih, undang-undang tersebut juga mengandung kebutuhan kolektif bagi penduduk umat beragama lain.
Seperti PDI Perjuangan (PDIP) yang saat ini, dalam pemilihan legislatif 2014, mampu menyodorkan 50 persen lebih calon anggota DPR RI non muslim, namun geliat politiknya seakan selalu melawan atau menolak undang-undang yang ditawarkan penduduk mayoritas (umat Islam) secara umum.
UU yang berbau Islam selalu ditolak oleh PDIP, dari UU Pendidikan, UU Ekonomi Syariah, UU Jaminan Produk Halal untuk Obat dan Makanan, sampai UU Pornografi pun ditolaknya. Padahal, terkait pornografi, semua umat beragama apapun di Indonesia, tentu tidak akan ada yang mau menerima. Tidak ada penduduk Indonesia yang menginginkan generasi penerusnya moralnya rusak. Tapi ada apa dengan PDIP?
Tentu, geliat politik PDIP yang demikian bukan harapan kita semua. Semestinya, mengapa sebagai partai yang selalu menjual "Kita Suara rakyat" selalu menolak semua undang-undang yang berbau Islam, termasuk menolak UU Pornografi. Penolakan-penolakan undang-undang tersebut, apakah hanya karena berdasarkan banyaknya politisi PDIP hobi selingkuh seperti Anggota DPR dari F-PDIP, Max Moein, yang berselingkuh dengan sekretarisnya, Desi. Kemudian anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDIP Karolin Margret Natasa dengan video pornonya. Wakil Bupati Bogor dari PDIP, Karyawan Faturachman tersangka video porno. Bupati Cirebon dari PDIP Dedi Supardi dengan pedangdut seksi Melinda. Dan lainnya. (Baca juga: Skandal)
Harapannya, PDI-P sebagai partai yang berjargon suara rakyat sekaligus fusi dari partai Kristen seperti IPKI, PNI, Murba, Partai Katolik, dan Parkindo (Partai Kristen Indonesia), menjadi partai yang memiliki jiwa kepluralan. Menerima dan mendukung secara penuh kebutuhan rakyat, termasuk memperhatikan kebutuhan umat Islam sebagai penduduk mayoritas di negeri ini yang telah memberikan sumbangsih bagi bangsa yang begitu besar. Semua akan dipahami, bila ada hati nurani yang tulus....
- Ini Kebohongan Jokowi Dimata Para Tokoh
- Jokowi Perintahkan Anak Buah Melakukan Black Campaign?
- Indonesia Dipimpin Presiden Plagiator, Jokowi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H