anak yang berkelahi ada yang bolos, ada juga yang suka usil di kelas."
"Akhir-akhir ini banyak masalah terjadi di sekolah kita. Ada
Demikian kata guru Bimbingan dan Konseling, (BK) ketika bertemu saya di ruangan kepala sekolah.
Menanggapi persoalan yang disampaikan, sebagai kepala sekolah saya perintahkan untuk melakukan pendampingan secara berkala.
Yang saya tekankan adalah proses pendampingan harus berjalan. Harus ada pendekatan secara humanis, perhatian, serta ikuti perkembangannya.
Perlu disadari bahwa masalah kesehatan mental siswa, kadang sulit untuk dideteksi dan banyak kali cenderung diabaikan. Ada anggapan bahwa usia peralihan dari anak menuju remaja (SD ke SMP) adalah usia rentan kenakalan. Jadi tak perlu dicemaskan.
Perlu disadari bahwa kesehatan mental adalah bagian penting dalam perkembangan peserta didik. Sama halnya dengan kesehatan fisik, mental juga butuh jamahan dan penanganan bila sedang bermasalah.
Gejala Kesehatan Mental
Gangguan mental atau penyakit mental dapat ditemukan dalam perilaku anak di sekolah setiap hari. Beberapa gejalah yang umumnya terjadi;
Berteriak atau berkelahi dengan teman-teman, kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi, ketakutan, kekhawatiran, stres dan suka menyendiri, marah berlebihan, bolos, kesulitan menyerap materi, melawan guru, membully teman, merokok, minum alkohol dan masih banyak yang bisa ditambahkan.
Sejauh pengamatan saya, apa yang disebutkan di atas itulah yang sering dialami dan ditangani oleh guru BK sekolah.
Annelia Sari Sani, Psikolog mengatakan bahwa, "gangguan mental pada usia anak hingga remaja dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan mereka, termasuk menyebabkan masalah pada perilaku, gangguan emosional dan sosial, gangguan perkembangan dan belajar, gangguan perilaku makan dan kesehatan, hingga gangguan relasi dengan orang tua," (Halodoc.com)
Jika memperhatikan masalah yang terjadi maka, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk memulihkan kesehatan mental anak sejak usia dini yakni:
Guru BK perlu membuat pemetaan, dan menangani secara khusus, secara berkala bagi anak yang mengalami ganghuan mental.
1. Membuka komunikasi dua arah secara lebih intensif (antara anak) dengan guru BK.2. Komunikasi dengan orang tua. Orang tua menjadi kunci kehidupan dan perkembangan kesehatan mental anak. Bagaimanapun juga, anak lebih banyak berada di keluarga ketimbang di sekolah. Jadi peranan orang tua amatlah dubutuhkan.
3. Menciptakan suasana yang nyaman dan bersahabat di lingkungan sekolah. Anak diberi kesempatan untuk berekspresi melalui kegiatan-kegiatan positif di sekolah, diarahkan, bahkan memungkinkan diberi peran di sekolah. Hal ini sangat penting sehingga anak tidak merasa hampa, tetapi ada kesibukan rutin.
4. Memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan minat/bakat yang ada dalam dirinya. Misalnya melalui kegiatan ekstrakurikuler. Hal ini dapat membangun kepercayaan diri pada anak.
Sejumlah pakar ataupun komunitas kesehatan mental di Indonesia cukup khawatir dengan banyaknya anak yang berjuang dengan gangguan kesehatan mental yang tidak terdeteksi. Gejala gangguan kesehatan mental pada anak sering kali dianggap sebatas masalah perilaku.
Mari kita sadari bahwa bukan hanya kesehatan fisik yang penting, tetapi sadar kesehatan jiwa itu juga penting. Tubuh sehat, jiwa sehat, adalah kunci keberhasilan anak kita.
Atambua, 11.10.2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H