Bupati Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Amon Djobo viral di medsos karena memarahi pegawai Kementerian Sosial (Kemensos). Beliau juga menyindir Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini soal Program Keluarga Harapan (PKH).
Saya nonton video berulang kali, dan saya merasa sungguh keterlaluan dan sangat kasar, kata--kata bupati Amon Djobo. Saya sangat menyayangkan sikap Aman Djobo, menanggapi persoalan bantuan sosial  dari Kementerian Sosial.
Bahkan ia juga sempat mengeluarkan kata makian. Benar--benar kasar dan sangat jorok. Saya sangat tidak setuju dengan kata--kata beliau.
Terlepas dari salah benarnya, duduk berdirinya persoalan yang dihadapi tapi, kata jorok dan makian tak pantas dilontarkan, apa lagi seorang pejabat publik. Mungkin tujuannya baik, tetapi etika mengajar kita, tujuan tidak menghalalkan segala cara. Tujuannya baik, tetapi caranya salah, ya tetap salah.
Sejatinya pemimpin harus memberi teladan. Memberi teladan dalam bertindak juga dalam bertutur.
Pemimpin harus bisa mengolah emosi, tidak bisa tidak. Jangan sampai mengeluarkan kata jorok, kasar, makian, dan dipertontonkan di depan publik.
Ya, mungkin maksud bupati itu baik, supaya penanganan bantuan pemerintah pusat, jangan dipolitisir, jangan ada yang korupsi, harus melalui pemerintah daerah, okelah....kita mengerti, tetapi berkata kasar, jorok, maki--maki itu juga tidak benar.
Menarik apa yang disampaikan bupati:
"...Jangan pakai politik yang seperti itu, dia (Risma) tidak tahu proses bantuan pola penanganan, teknis penanganan bantuan ini sampai di bawah. Mulutnya lebih cepat dari pikiran, pejabat apa model begitu, Menteri model apa model begitu...."Â Kata Aman Djobo.
Saya sungguh tertarik dengan kata-katanya, bahwa menjadi pejabat itu berpikir baru bicara, jangan perkataan mendahului pikiran. Benar apa yang dikatakan. Bahkan bukan hanya pejabat saja. Siapa pun kita, berpikirlah matang--matang sebelum bertindak atau sebelum berbicara.
Untuk masalah ini, saya sangka bupati justru mengangkangi ucapannya sendiri. Dengan berkata kasar, jorok, menurut saya, ia sendiri juga tidak berpikir sebelum bicara. Jadi, jati pejabat itu, mulut jangan lebih dahulu pikiran. Berpikir dulu baru....