Mohon tunggu...
Kris Fallo
Kris Fallo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku Jalan Pulang, Penerbit Gerbang Media, 2020

Menulis itu pekerjaan keabadian. Pramoedya Ananta Toer berkata:  'Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.' Lewat tulisan kita meninggalkan kisah dan cerita yang tak akan sirna.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Aplikasi Program "Merdeka Belajar", Belajar Tidak Harus di Kelas dan Ilmu Tidak Hanya dari Guru Saja

20 Mei 2021   08:24 Diperbarui: 20 Mei 2021   10:19 1786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu program kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI, Sekarang Kemendikbud-Ristek), yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan-Riset dan Teknologi,  Kabinet Indonesia Maju, Nadiem Anwar Makarim adalah Merdeka Belajar.

Program merdeka belajar bagi saya merupakan satu lompatan positif dan sudah seharusnya dimulai. Sangatlah positif untuk zaman kita sekarang. Saya yakin ke depan output kita akan semakin baik dan pendidikan di negeri ini akan semakin maju.

Dunia sudah berubah karena itu, reformasi dalam dunia pendidikan sudah seharusnya. Kita tidak bisa terus bertahan dengan pola lama berhadapan dengan kenyataan perkembangan teknologi. Dunia sudah dikuasai oleh teknologi karena itu, update sistem pendidikan sangat esensial.

foto.dok.pribadi/literasi baca tulis di alam terbuka TBM KDK, Lidak, Atambua Selatan
foto.dok.pribadi/literasi baca tulis di alam terbuka TBM KDK, Lidak, Atambua Selatan
Tahun 90an ketika saya masih di bangku sekolah, sistem pembelajaran terpusat di kelas. Sekolah merupakan satu--satunya tempat untuk menuntut ilmu. Tidak hanya itu saja, guru menjadi satu--satunya sumber ilmu. Jadi belajar merupakan proses transfer ilmu dari guru kepada siswa.

Kita sadar bahwa model pendidikan seperti ini terasa kakuh, beku dan tidak menggembirakan. Belum lagi guru menerapkan filosofi zaman kuno, "Di ujung rotan ada emas." Siswa benar--benar tidak berdaya. Tidak ada pilihan lain selain menerima dan melaksanakan model pendidikan semacam ini.

Betapa kita menyadari beban pendidikan zaman dulu. Benar bahwa di ujung rotan ada emas, tetapi benar juga bahwa tanpa rotan pun, (pendidikan yang manusiawi) anak--anak juga bisa berhasil.

Atas nama Hak Azasi Manusia, (HAM) maka, tidak ada lagi sistem di ujung rotan ada emas. Buktinya ada sekolah yang menerapkan sistem "Sekolah Ramah Anak" dan berhasil. Jadi kesimpulannya mendidik tidak harus dengan rotan, tergantung cara dan kreativitas guru.

Esensi Program Merdeka Belajar

Perlu diketahui bahwa esensi dari Kemerdekaan Belajar yang dicanangkan Nadiem adalah, supaya siswa bahagia, mandiri, tidak ditekan, berkarakter, dalam menuntut ilmu. Menerapkan sistem pendidikan yang manusiawi.

Jadi, sistem pengajaran juga mulai berubah dari yang awalnya bernuansa di dalam kelas sekarang bisa juga menjadi di luar kelas.

Nuansa pembelajaran akan lebih nyaman, karena murid dapat berdiskusi lebih dengan guru, belajar dengan outing class, dan tidak hanya mendengarkan penjelasan guru, tetapi lebih membentuk karakter peserta didik yang berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, beradab, sopan, berkompetensi, dan tidak hanya mengandalkan sistem ranking.

Nadiem membuat kebijakan Merdeka Belajar bukan tanpa alasan. Pasalnya, penelitian Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2019 menunjukkan hasil penilaian pada siswa Indonesia hanya menduduki posisi keenam dari bawah; untuk bidang matematika dan literasi, Indonesia menduduki posisi ke-74 dari 79 Negara.

foto.dok.pribadi/Belajar menggambar Kambing dengan melihat langsung di lapangan
foto.dok.pribadi/Belajar menggambar Kambing dengan melihat langsung di lapangan
Pengalaman di Lapangan

Kemarin 19 Mei 2021, saya bersama pengurus Forum Taman Bacaan Masyarakat, (FTBM) Belu, NTT, mengunjungi salah satu kelompok Taman Bacaan Masyarakat, (TBM), di Kelurahan Lidak, Kecamatan Atambua Selatan.

Di TBM ini, anak--anak dipandu oleh beberapa pendamping, dengan penerapan literasi baca tulis di alam terbuka, di pinggir sawah. Saya menyaksikan sendiri betapa semangat, gembira dan antusias dari anak--anak. Mereka benar--benar menikmati suasana di luar kelas.

Belajar sambil bermain, belajar dalam bentuk permainan menjadi hal yang menarik bagi mereka. Anak--anak tidak merasakan adanya tekanan, tebebani dan mereka benar--benar mengekspresikan diri.

foto.dok.pribadi
foto.dok.pribadi
Bagi saya, inilah salah satu model program Merdeka Belajar yang dicanangkan oleh Nadiem. Jadi belajar tidak harus di kelas dan ilmu tidak hanya dari guru saja. Ilmu bisa diperoleh di luar ruangan kelas, alam sekitar, dan sumber ilmu bisa dari orang lain, teman, internet, buku--buku, dan lingkungan sekitar.

Saya sepakat dengan tawaran Nadiem, bila model pendidikan seperti ini yang terus dikembangkan maka, ke depan, kita akan mendapatkan output yang tidak hanya pintar, tetapi berkarakter, mandiri berjiwa besar, kreatif dan inovatif, tidak gagap teknologi.

Di hari Kebangkitan Bangsa hari ini, saya percaya, ini adalah salah satu kebangkitan dalam dunia pendidikan di tanah air kita.

Atambua, 20.05.2021
Sumber: id.m.wikipedia.org

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun