Gonjang--ganjing publik soal reshuffle kabinet akhirnya terjawab. Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melantik Nadiem Makarim menjadi Mendikbud-Ristek dan Bahlil Lahadalia menjadi Menteri Investasi.
Reshuffle Kabinet ini dilakukan setelah penggabungan Ristek dan Kemendikbud disetujui DPR. Selain itu, DPR menyetujui pembentukan Kementerian Investasi.
Dua kementrian baru ini telah diisi oleh wajah lama, dalam lingkaran kekuasaan dan pemerintahan Jokowi. Nadiem Makarim, sebelumnya menjabat Kemendikbud dan Bahlil Lahadalia, yang sebelumnya menjabat sebagai, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Memamg, eksistensi Nadiem sempat dipertanyakan beberapa pengamat, dan politikus, selain bukan tokoh dengan basic pendidikan, tetapi juga namanya sempat blunder berkaitan dengan penyusunan Kamus Sejarah Indonesia. Dalam kamus tersebut, nama pendiri ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU), tidak dituliskan.
Nama KH Hasyim Asy'ari, sang pendiri NU, yang tidak dituliskan tentu saja sangat disesalkan. Namun, kita perlu mengacungkan jempol karena Nadiem bertindak cepat dengan mendatangi dan meminta maaf kepada Pengurus Besar (PB) NU.
Banyak pengamat menilai bahwa wajah pendidikan di negara kita belum juga berubah. Karena itu, banyak orang berharap Nadiem diganti.
Bagi saya ada beberapa persoalan yang dihadapi oleh Nadiem, saat ditunjuk memimpin Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yakni:
1. Nadiem Makarim, berusaha mengubah wajah pendidikan dengan mengambil langkah--langkah yang tepat. Contoh, soal Kurikulum Merdeka Belajar. Sebenarnya kurikulum ini baik, efektif dan efisien, cuman penerapannya belum merata.
Bukan hanya itu saja, tetapi banyak daerah belum siap. Hal ini dikarenakan SDM guru belum siap. Khusus untuk kami di pedalaman, banyak guru tidak mampu menyiapkan bahan ajar, membuat RPP Â selain karena keterbatasan kemampuan, tetapi juga keterbatasan dalam sarana dan prasarana. Padahal, program Menteri Pendidikan sangat efektif, idealis cuman belum realistis.
Kita tidak bisa menyamakan situasi di kota dengan situasi di daerah. Akses di kota tentu jauh lebih baik, dibandingkan dengan akses di kampung.