Mohon tunggu...
Kris Fallo
Kris Fallo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku Jalan Pulang, Penerbit Gerbang Media, 2020

Menulis itu pekerjaan keabadian. Pramoedya Ananta Toer berkata:  'Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.' Lewat tulisan kita meninggalkan kisah dan cerita yang tak akan sirna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Surat Cinta untuk SBY

8 Maret 2021   06:42 Diperbarui: 8 Maret 2021   07:45 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hallo SBY, apa kabar? Semoga bapak selalu sehat dan diberkati Tuhan. Maaf, sebelum saya melanjutkan tulisan ini, ijinkanlah saya memanggil dengan sebutan bapak. Soalnya saya merasa tidak sopan, dan tak pantas kalau cuman memanggil SBY saja. Tambah lagi, bila bapak tidak berkeberatan bolehlah memanggil saya dengan sebutan anak.

Sekali lagi, saya berharap bisa menjumpai bapak dalam keadaan yang sehat, dan dilindungi oleh Tuhan yang Maha Kuasa. Sama halnya dengan keadaan saya di Atambua, daerah perbatasan RI-Timor Leste.

Bapak masih ingat Atambua kan? Dulu bapak pernah datang bersama ibu Ani. Waktu itu, ibu sempat meresmikan Rumah Pintar, untuk kami, anak-anak di Kabupaten Belu. Saya sedih, mengingat semuanya itu, terlebih di saat ibu Ani telah tiada. Dari kejauhan saya ingin menitipkan sepenggal doa, dan seberkas harapan, semoga ibu Ani berbahagia dalam keabadian.

Saya pernah dengar anak-anak di Atambua bercerita, ketika kami melewati Rumah Pintar, yang letaknya persis di jantung kota Atambua.

"Ini rumah diresmikan oleh Ibu Ani Yudhoyono." Katanya.

"Waktu itu Ibu Ani bersama Presiden berkunjung ke sini, dan mereka sempat meresmikan rumah ini." Sambungnya lagi.

Saya ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan saya kepada bapak bersama ibu, karena pernah bertandang di daerah kami. Saya bangga dengan bapak. Bapak orang hebat. Jikalau tidak, mana mungkin bisa menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia selama sepuluh tahun? Yang jelas hebat sekaligus membuat saya bangga.

Eh bapak, saya belakangan ini saya dengar kabar tidak mengenakan di media soal Partai Demokrat besutan bapak, katanya ada upaya kudeta untuk partai bapak. Awalnya saya pikir itu berita bohong. Saya benar-benar terkejut ketika bapak tampil dan memberi keterangan di media, bahwa berita itu benar-benar terjadi. Bapak bilang Partai Demokrat berkabung, saya juga sedih pak.

Sebenarnya  saya sudah sedih sejak dulu, saat bapak masih menjabat sebagai presiden. Saya sedih ketika banyak kader partai bapak korupsi. Saya makin sedih lagi ketika bapak seolah tak berdaya, tegas memberihkan kader partai yang tersangkut korupsi. Coba bayangkan, sampai saat ini Andi Mallarangeng masih memegang jabatan penting, padahal ia mantan napi. Apa tidak ada orang lain? Seandainya bapak berani bersikap, dan menempatkan orang-orang yang kredibel, saya yakin elektabilitas partai pasti tidak menurun.

Bapak, kalau boleh saya saran, semua petinggi partai jangan dikasih semua untuk keluarga, nanti orang memberontak. Partai ini besar bukan cuman satu atau dua orang kan? Dulu iya karena bapak masih menjabat, tetapi sekarang jangan, kalau semua orang memilih minggat? Apa partai bisa eksis, hanya dengan keluarga sendiri? Tidak bisa kita tempatkan keluarga kita sendiri, lantas kita mau supaya orang lain berdarah-darah untuk kita. Dulu mungkin iya, tetapi sekarang beda bapak.

Keputusan untuk memecat kader partai saya rasa tidak tepat. Coba simak pengakuan Marzuki Alie, dia sampai kaget dan bertanya salah dia apa? saran saya, panggilah dan bicaralah dari hati ke hati. Saya pikir kisruh di Demokrat karena komunikasi yang tidak berjalan baik. Bagaimanapun mereka juga turut membesarkan Partai Demokrat.

Setelah saya menyimak konferensi pers yang bapak sampaikan dengan mengatakan bahwa bapak merasa berdosa, dan mohon ampun karena sudah terlanjur membesarkan Moeldoko, saya pikir bapak tidak boleh merasa bersalah dan berdosa, beliau memang terbaik pada masa itu. Justru dengan peristiwa sekarang bapak bisa tahu siapa kader yang militan dan siapa yang tidak.

Ayolah pak, panggil semua kader dan evaluasi, tanyakan pendapat mereka, apa maunya mereka, jangan sibuk konferensi pers, biar semuanya jelas dan terang benderang. Bila mayoritas kader menginginkan yang lain, jangan paksa karena bisa berakibat fatal. Bapak pasti tahu, perjalanan partai, siapa yang berjuang, siapa yang tidak. Berikan juga kepercayaan pada mereka yang pernah berjasa untuk Partai Demokrat.

Saya menulis surat ini karena kecintaan saya kepada bapak. Saya orang kecil, tetapi saya berani menulis surat ini karena saya juga pernah menyumbang suara untuk bapak, bahkan dua kali berturut-turut, ketika bapak mencalonkan diri menjadi presiden.

Mungkin ini saja yang bisa saya sampaikan dalam surat saya ini. Saya sampaikan terima kasih bila bapak mau membaca surat ini. Terakhir, saya berdoa, semoga bapak bisa mengatasi kemelut ini dengan bijaksana. Sampaikan salam saya untuk mas AHY, dari saya, orang kecil di batas negara RI-Timor Leste.

Atambua, 06.03.2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun