Mohon tunggu...
Kris Fallo
Kris Fallo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku Jalan Pulang, Penerbit Gerbang Media, 2020

Menulis itu pekerjaan keabadian. Pramoedya Ananta Toer berkata:  'Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.' Lewat tulisan kita meninggalkan kisah dan cerita yang tak akan sirna.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Illegal Miras dan Realita Masyarakat

3 Maret 2021   18:36 Diperbarui: 3 Maret 2021   18:54 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah mendengar masukan dari ulama dan tokoh agama maka Presiden Jokowi akhirnya mencabut lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal khususnya yang mengatur investasi minuman beralkohol (miras).

Saya yakin Presiden Jokowi mendapat tekanan keras dari berbagai pihak, termasuk legislatif maupun tokoh agama, soal penanaman modal investasi baru miras.

Pemerintah tentunya tidak bodoh ketika mengambil keputusan tentang pembukaan usaha baru investasi miras. Ada beberapa pertimbangan meski izin penanaman modal investasi miras telah dicabut.

Relita masyarakat membuka mata kita. Miras bukan persoalan baru, entah legal maupun ilegal, tetap akan ada miras di masyarakat. Kita tahu, meski sudah berulang-ulang digrebek, ada operasi basmi miras dari aparat keamanan, toh miras tetap saja ada dan cara dapatnya juga tidak sulit.

Sebagai contoh di NTT, masyarakat tetap memproduksi miras, (sopi). Miras lokal, bernilai ekonomi, karena selain masyarakat digunakan untuk kepentingan adat. Budaya orang NTT itu beda, rasanya belum lengkap bila setiap acara tidak disuguhkan miras, tentu bukan untuk memabukkan tetapi untuk persaudaraan dan kekeluargaan.

Sulit dipahami bila miras itu ilegal secara aturan tetapi realita masyarakat tetap ada miras, bahkan tetap memproduksi miras. Jadi kesimpulannya legal maupun ilegal miras tetap ada. Miras itu seperti judi, dilarang pun tetap ada sampai detik ini.

Justru karena dilarang inilah banyak masalah muncul, minum sembunyi-sembunyi, impor sembunyi-bunyi, manipulasi harga dan pajak tak terkontrol. Ada permainan dan bekingan dari pihak-pihak tertentu.

Saya pikir baik juga bila pemerintah mengatur soal miras, bahkan bukan saja miras, rokok juga sama. Kita menolak pemerintah mengatur miras, tetapi diam-diam kita terima karena investasinya menggiurkan. Sebagai contoh DKI memiliki saham besar untuk minuman bir.

Jadi kesannya melarang miras seperti kita bermain kucing-kucingan dengan aturan. Di satu sisi melarang tetapi di sisi lain membuka investasi dan menerima retribusi. Jadi dari pada kita bermain kucing-kucingan, yang tersurat itu melarang, tetapi dalam realitas tetap diijinkan, atau dibiarkan.

Atambua, 03.03.2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun