Mohon tunggu...
Kris Fallo
Kris Fallo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku Jalan Pulang, Penerbit Gerbang Media, 2020

Menulis itu pekerjaan keabadian. Pramoedya Ananta Toer berkata:  'Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.' Lewat tulisan kita meninggalkan kisah dan cerita yang tak akan sirna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Bersuara seperti Denny Siregar

18 Februari 2021   15:05 Diperbarui: 18 Februari 2021   17:20 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar.tempo.co./Denny Siregar dilaporkan oleh aliansi santri

"Gak gampang perang di media sosial ini. Resikonya besar. Kami dibutuhkan, tapi tidak diakui."

Di antara semua pegiat mesdsos yang saya kagumi, salah satunya adalah bang Denny Siregar. Bahkan boleh dibilang 'fans berat'-nya dia. Saya yakin banyak yang kagum dengan sepak terjang beliau di medsos, termasuk lawan-lawannya, cuman sungkan untuk mengakuinya.

Saking kagumnya saya pada orang yang sering dijuliki 'buzzer rupiah', oleh 'tetangga seblah' sampai saya juga ikut-ikutan menulis di media, (kompasiana), hingga menulis buku dengan judul "Jalan Pulang", dengan mengikuti gaya penulisan bang Den.

Saya mulai tertarik membaca tulisannya di medsos, khususnya facebook. Ketika bang Den, tampil membela Ahok, yang  katanya terjerat kasus penistaan agama, meski tuduhan itu menurut saya mengada-ada. Ia cukup berani 'unjuk gigi' lewat tulisannya menentang ketidak adilan yang dituduhkan kepada Ahok.

Yang saya kagum adalah keberaniaanya dan komitmennya. Tidak semua orang berani mengatakan yang sebenarnya. Tidak hanya itu ia juga berani mengkritik siapapun; entah pejabat publik atau juga tokoh agama, ormas radikal yang berlaku kasar dan tidak adil.

Hal lain yang menarik juga adalah, ia menyampaikan opininya dengan sederhana, mudah dipahami, humoris, dan bikin pembaca merasa geli sendiri, meski untuk 'kadrun-kadrun' yang sering menentangnya semakin marah.

Gambar.tempo.co./Denny Siregar dilaporkan oleh aliansi santri
Gambar.tempo.co./Denny Siregar dilaporkan oleh aliansi santri
Soal fitnahan, makian, ancaman pembunuhan untuk dirinya sudah menjadi barang biasa baginya. Lagu lama. 

Banyak yang selalu menantikan dan membagikan tulisannya, termasuk saya, tetapi juga tidak sedikit yang mengata-ngatain, memaki-maki dan mengancam untuk membunuhnya. Ya itulah Denny. Ia tdak bergeming sedikitpun dan tetap pada prinsip, melawan ketidakadilan dan radikalisme.

Entah sudah berapa kali bang Denny dilaporkan ke polisi karena tulisannya, tetapi hari ini kita masih menikmati tulisannya. Mungkin hanya kematian saja yang bisa menghentikan jarinya untuk menulis.

"Lu gak takut, Bang?" Tanya seorang teman yang heran kenapa sejak 2011 aku konsisten bersuara keras, menghantam pemikiran kelompok radikal yang menguasai media sosial. "Gak takut?" Tanyaku. "Justru gua sebenarnya penakut."

Tapi ketakutanku bukan karena takut nanti dipersekusi atau diintimidasi mereka. Ketakutan terbesarku adalah ketika aku tidak bersuara, maka negeri ini kelak bisa menjadi Suriah ketika kelompok radikal ini menguasai negara. Dan jika itu terjadi, anak-anakku kelak akan menuntutku, "Kenapa Papa tidak berjuang pada saat Papa mampu?"

Ketakutanku terbesar adalah ketika aku tidak mampu berdiri dengan kepala tegak di depan anak-anakku. Itulah arti menjadi seorang ayah bagiku, menjadi teladan di depan anak-anakku.(Tagar.id.20.07.2020)

Gambar.Tagar.id/Denny Siregar bersama sahabatnya Permadi Arya
Gambar.Tagar.id/Denny Siregar bersama sahabatnya Permadi Arya
Bila kita mau jujur, kita akan sepekat mengatakan bahwa negara ini butuh orang-orang berkelas seperti bang Denny. Disaat semua orang ramai-ramai mencari kenyamanan dan perlindungan diri, justru ia dan beberapa temannya tampil sebagai pejuang radikalisme dan ketidakadilan. Prinsip hidupnya mendorong saya untuk belajar dan berani bersuara tentang kebenaran dan keadilan, walau hingga saat ini, saya tetap saja tidak bisa seperti dirinya.

Saya hanya kagum dan diam-diam menjadikannya sebagai guru lewat tulisannya.

Apakah bang Denny kebal hukum? tidak juga. Jika yang dia perjuangkan adalah kebenaran, ia akan tetap menang meski dizolimi. Namanya juga kebenaran, akan tetap menang, meski seribu orang membelokannya dengan mengangkanginya.

Terakhir saya membaca postingannya, untuk menguatkan sahabatnya Permady Arya atau Abu Janda:

"Gak gampang perang di media sosial ini. Resikonya besar. Kami dibutuhkan, tapi tidak diakui. Apalagi dikelompok orang2 yang menganggap cara berpikirnya objektif. Sedangkan pihak lawan sangat solid. Gak perduli salah, mereka selalu membela temannya.

Menilai seseorang, gak bisa dilihat sekilas saja. Lihat latar belakangnya, apa yang pernah dia kerjakan..

Ah, biarlah. Perjuangan itu memang tidak ada yang mudah. Nikmati segala prosesnya.

Saya jadi teringat dialog di film Black Hawk Down.

"Untuk apa kamu ikut berperang ? Bukan untuk membela sebuah kebijakan, tapi untuk melindungi kawan disampingmu. Sehingga ketika ada kesalahan, kamu tahu ada seseorang yang bisa diandalkan. No one left behind.." (postingan facebook, 30.01.2021)

Teruslah berjuang bang Den. Saya memang tidak seperti kamu sampai kapan pun, tetapi diam-diam saya belajar menulis seperti kamu. Saya angkat jepol untuk perjuanganmu. Kamu adalah pejuang melawan radikalisme dan ketidakadilan yang dimiliki negri ini.

Atambua, 18.02.2021.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun