"TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya. Berbaliklah kepada Tuhan Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih Setia-Nya."
Tanggal 17 Februari 2021 adalah hari Rabu Abu. Umat Khatolik memasuki Masa Prapaskah. Masa tobat atau prapaskah akan berlangsung selama empat puluh hari, terhitung Rabu Abu, hingga hari Rabu dalam pekan suci. Kita semua akan menerima abu di kepala, (bukan di dahi/kening), sebagai tanda pertobatan.
Mengapa harus abu dan bukan yang lain? Abu atau debu sering dipandang sebagai sesuatu yang tidak berharga, mengotorkan dan hina. Tindakan pengolesan abu, merupakan tanda kerendahan hati, ketakberdayaan, tanda ketakberharganya manusia, serta kesediaan bergerak kembali, bertobat dan kembali pada jalan yang benar.
Nabi Yoel mengatakan; "Berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis, dengan mengaduh. Koyakanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada Tuhan Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih Setia, dan Ia menyesal karena hukumanNya." (Yoel 2:12-13).
Kisah injil Matius 6: 1-6.16-18, (teks bacaan injil untuk hari Rabu Abu), memuat 3 hal utama tentang bagaimana seharusnya menjalani masa puasa atau masa tobat;
Pertama; Memberi sedekah, "Apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau merencanakan hal itu tetapi diberikan secara tersembunyi maka bapamu akan melihat yang tersembunyi."
Kedua; Tentang berdoa, "Apabila kamu berdoa, masuklah ke kamarmu, tutuplah pintu, maka Bapamu akan membalas semuanya itu."
Ketiga; Hal berpuasa. "Apabila kamu berpuasa minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat orang bahwa engkau sedang berpuasa."
Tahun ini kita merayakan Rabu abu dalam suasan yang tak mengenakan, bahkan mencemaskan. Kita msih saja berperang dengan wabah penyebaran virus corona. Banyak di antara kita yang tidak mengikuti misa di Gereja dan memilih mengikuti misa online. Ya, begitulah situasi kita. Kita tidak bisa menghindar tetapi menyusuaikan diri dengan keadaan dan kondisi kita saat ini.
Untuk penerimaan abu juga tidak seperti yang kita lakukan tahun-tahun sebelumnya. Bila tahun kemarin kita menerima abu dengan ditandai atau dioles di kening dalam bentuk salib, tetapi untuk tahun ini sedikit berbeda.