Ada begitu banyak tradisi atau budaya yang terus dipelihara turun-temurun, di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT). Salah satunya adalah tradisi makan adat bersama, atau dikenal dengan istilah 'folemako', artinya putar mangkuk.
Fole mako (putar mangkuk), pada umumnya dilaksanakan untuk acara-acara khusus misalnya syukuran setelah kematian. Biasanya acara ini dilaksanakan empat puluh hari setelah kematian.
Mengapa disebut fole mako? karena nasi yang disajikan akan diputar di atas piring dengan mangkuk, sehingga bentuknya bulat menyerupai mangkuk.
Sedangkan untuk ruangan atau tempat makan, dibuatkan dalam bentuk bale-bale panjang dari bambu dan dilengkapi dengan bangku panjang, sepanjang bale-bale yang telah disiapkan sebagai tempat duduk bagi undangan yang akan makan adat atau fole mako.
Bale-bale atau meja makan, di buat dua deret panjang, sehingga undangan akan duduk berhadapan, dengan kapasitas perderet 25 sampai 50 orang. Sebelum sae hala, (duduk di bale-bale), biasanya akan diawali dengan tutur adat atau sapaan adat untuk tamu undangan sebagai ajakan untuk makan adat.
1. Para pelayan menyediakan piring dan mangkok di atas bale-bale dalam jumlah banyak sesuai dengan panjang bale-bale.
2. Nasi disiapkan atau di isi dalam bakul sedangkan daging sapi atau bani yang sudah direbus tanpa penyedap rasa atau bumbu, lalu dihidangkan dalam menggunakan 'haik' ( sendok tradisional dari anyaman dau lontar).
3. Nasi akan diputar dengan mangkok atau fole mako pada piring yang sudah disiapkan, lalu daging diisi pada mangkok yang sudah disiapkan dan setiap orang yang makan berhak satu piring nasi yang sudah diputar dalam ukuran jumbo.
4. Setelah hidangan fole mako sudah siap, selanjutnya dipanggil berdasarkan suku untuk 'sae hala' (duduk di bale-bale) yang sudah disiapkan dan biasanya didahulukan tamu atau undangan yang jauh.
5. Bila seluruh hidangan sudah siap dan undangan dalam posisi duduk memenuhi tempat yang sudah disiapkan, maka didahului dengan tutur kata adat, atau disilahkan undangan untuk makan.