Mohon tunggu...
Kris Fallo
Kris Fallo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku Jalan Pulang, Penerbit Gerbang Media, 2020

Menulis itu pekerjaan keabadian. Pramoedya Ananta Toer berkata:  'Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.' Lewat tulisan kita meninggalkan kisah dan cerita yang tak akan sirna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hidup Bukan untuk Mati, tapi Mati Itulah Hidup

4 November 2020   08:09 Diperbarui: 4 November 2020   08:24 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari mana hidup ini berasal? Apa sebenarnya tujuan hidup ini? Kemana hidup ini akan pergi? Lantas, untuk apa juga saya bertanya tentang tujuan hidup?

Pertanyaan ini penting agar kita bisa menentukan tujuan hidup dan bagaimana seharusnya menjalani hidup.

Hidup sesungguhnya adalah sebuah perjalanan. Ya, perjalanan menuju pulang. Kita lahir bukan untuk hidup tapi kita lahir untuk mati. Mati itulah hidup. Hidup bukan untuk mati, tetapi mati itulah hidup. Hanya dengan mati kita memasuki kehidupan yang sesungguhnya.

Apa gunanya hidup bila hidup hanya untuk mati? Sesungguhnya kita tidak hidup untuk mati, meski kematian adalah akhir dari kehidupan di dunia, tapi hidup sesungguhnya bukan untuk mati. Kematian adalah jembatan antara hidup sekarang dan yang sesungguhnya.

Hidup ini datang dari Tuhan dan kepadaNya kita akan pergi. Kitab Suci menulis, Tuhanlah yang memberi dan Tuhan pulah yang mengambil. Bila Tuhan adalah sumber hidup, dan Dia pula tujuan hidup maka:

1. Kita menerima, mencintai, mempercayakan hudup kita padaNya, apapun situasinya, serta kapan dan dimana pun kita terlahir. Jadi kunci kehidupan adalah menerima dan mencintai Tuhan.

2. Setia padaNya, menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Setia sampai akhir. Dalam iman Katholik, kita menerima Tuhan saat kita dibaptis dan bukti kesetiaan kita adalah kita ditandai dengan salib, saat kita dikuburkan.

Mari kita menjalani hidup dalam terang iman. Bahwa hidup adalah perjalanan dan bukan pelarian. Jalani hidup dan nikmati keindahan hidup, bukan lari dari kenyataan hidup.

Ada dua bola mata untuk memandang, pandanglah kehidupan ini dengan optimis, dan bukan memandang dengan sebelah mata dan pesimis. Yakinlah bahwa jalan hidup kita sudah digariskan oleh Yang Kuasa. Nikmatilah tapak demi tapak kehidupan dalam terang iman.

Dalam hidup, anda boleh meninggalkan dunia untuk Tuhan, tap jangan pernah meninggalkan Tuhan hanya untuk urusan dunia, karena Tuhan tidak pernah meninggalkanmu.***

Atambua, 04.11.2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun