Dari mana hidup ini berasal? Apa sebenarnya tujuan hidup ini? Kemana hidup ini akan pergi? Lantas, untuk apa juga saya bertanya tentang tujuan hidup?
Pertanyaan ini penting agar kita bisa menentukan tujuan hidup dan bagaimana seharusnya menjalani hidup.
Hidup sesungguhnya adalah sebuah perjalanan. Ya, perjalanan menuju pulang. Kita lahir bukan untuk hidup tapi kita lahir untuk mati. Mati itulah hidup. Hidup bukan untuk mati, tetapi mati itulah hidup. Hanya dengan mati kita memasuki kehidupan yang sesungguhnya.
Apa gunanya hidup bila hidup hanya untuk mati? Sesungguhnya kita tidak hidup untuk mati, meski kematian adalah akhir dari kehidupan di dunia, tapi hidup sesungguhnya bukan untuk mati. Kematian adalah jembatan antara hidup sekarang dan yang sesungguhnya.
Hidup ini datang dari Tuhan dan kepadaNya kita akan pergi. Kitab Suci menulis, Tuhanlah yang memberi dan Tuhan pulah yang mengambil. Bila Tuhan adalah sumber hidup, dan Dia pula tujuan hidup maka:
1. Kita menerima, mencintai, mempercayakan hudup kita padaNya, apapun situasinya, serta kapan dan dimana pun kita terlahir. Jadi kunci kehidupan adalah menerima dan mencintai Tuhan.
2. Setia padaNya, menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Setia sampai akhir. Dalam iman Katholik, kita menerima Tuhan saat kita dibaptis dan bukti kesetiaan kita adalah kita ditandai dengan salib, saat kita dikuburkan.
Mari kita menjalani hidup dalam terang iman. Bahwa hidup adalah perjalanan dan bukan pelarian. Jalani hidup dan nikmati keindahan hidup, bukan lari dari kenyataan hidup.
Ada dua bola mata untuk memandang, pandanglah kehidupan ini dengan optimis, dan bukan memandang dengan sebelah mata dan pesimis. Yakinlah bahwa jalan hidup kita sudah digariskan oleh Yang Kuasa. Nikmatilah tapak demi tapak kehidupan dalam terang iman.
Dalam hidup, anda boleh meninggalkan dunia untuk Tuhan, tap jangan pernah meninggalkan Tuhan hanya untuk urusan dunia, karena Tuhan tidak pernah meninggalkanmu.***
Atambua, 04.11.2020