Mohon tunggu...
Kris Fallo
Kris Fallo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku Jalan Pulang, Penerbit Gerbang Media, 2020

Menulis itu pekerjaan keabadian. Pramoedya Ananta Toer berkata:  'Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.' Lewat tulisan kita meninggalkan kisah dan cerita yang tak akan sirna.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pilkada Belu 2020 dengan Protokol Kesehatan

17 September 2020   18:13 Diperbarui: 17 September 2020   18:16 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto.republika.co.id

Sejak Maret 2020 hingga kini, bangsa Indonesia tengah berjuang melawan penyebaran virus corona. Hampir semua lapisan masyarakat baik dari unsur pemerintahan, agama, dikerahkan untuk membendung penyebaran covid-19.

Dengan diberlakukanya work from home, kerja dari rumah, stay at home, tinggal di rumah saja, negara kita bagai kota mati. Semuanya macet total. Semua aktifitas diberhentikan. Perkantoran ditutup, sekolah diliburkan, pusat perbelanjaan ditutup, bandara ditutup. Selain pelayanan medis, tidak ada yang luput.

Masyarakat memahami kenyataan ini, apa lagi penyebaran virus corona terus meningkat dan angka kematian pun tinggi. Semua orang pada takut dan was-was. Beragam upaya telah dilakukan pemerintah untuk membendung dan menghentikan penyebaran virus corona, antara lain, himbauan untuk cuci tangan, jaga jarak, tinggal di rumah saja dan seterusnya.

Hingga kini, mata rantai penyebaran virus corona belum juga diputuskan. Ribuan orang terpapar, dan ribuan orang di Indonesia telah meninggal akibat dari virus mematikan ini. Semua melawan virus mematikan ini.

Belum lagi wabah penyebaran virus corona yang belum juga berakhir, pemerintah lantas dihadapkan dengan keadaan ekonomi yang kian memburuk bahkan terancam pailit. Negara diambang kehancuran.

Langkah dan kebijakan  pemerintah terus diambil dan diterapkan demi menyelamatkan bangsa yang berada pada ambang krisis. Salah satu contoh adalah, penerapan new normal, hidup di era baru, jaman baru. Beraktifitas dengan memperhatikan protokol kesehatan.

Kita juga tahu bahwa momen penting yang tetap dilaksanakan adalah di tengah pandemi covid-19, yang melibatkan seluruh masyarakat adalah Pemilihan Kepala Daerah, (Pilkada). Pemilihan kepala daerah dengan protokol kesehatan.

"Perpu No.2 Tahun 2020 mengatakan bahwa pemungutan suara serentak akan dilaksanakan pada bulan Desember 2020.

Pasal 8B mengatakan: Pelaksanaan pemungutan suara serentak yang ditunda karena terjadi bencana nonalam Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020.

Pasal 8C (1) mengatakan:  Seluruh tahapan, program, dan jadwal Pemilihan serentak lanjutan harus dilaksanakan sesuai dengan protokol kesehatan penangangan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)". (Keterlibatan Umat Katholik dalam Pilkada, Buku Panduan Komisi Kerasulan Awam, KWI 2020).

Atas dasar ini maka, semua aktifitas yang berkaitan dengan pilkalkada di setiap daerah termasuk juga di Kabupaten Belu, harus tunduk pada protokol kesehatan. Mulai dari perekrutan calon, penetapan calon,  lobi partai, deklarasi dan pendaftaran paket, kampanye, debat, hingga pelaksanaan pencoblosan harus dalam protokol kesehatan.

Mari kita membuka mata untuk melihat fenomena yang terjadi di Pilkada Belu 2020. Tolak ukurnya adalah saat deklarasi dan pendaftaran di Komisi Pemilihan Umum Daerah, (KPUD) Belu.

Dua paket yang bertarung di ajang pilkada Belu, hampir keduanya terindikasi melanggar protokol kesehatan. Kerumunan masa berskala besar, tidak menggunkan masker, tidak menjaga jarak. Semuanya telah mengangkangi peraturan protokol kesehatan.

Sejatinya kita harus sadar. Bahwa kita dalam bahaya penyebaran virus corona. Fakta membuktikan bahwa hampir setiap hari nyawa manusia melayang karena wabah virus corona.

Boleh berpilitik. Itu hak masing-masing, tapi tetap dengan protokol kesehatan. Jangan sampai karena pilkada kita menjadi korban. Apalah artinya politik bila nyawa menjadi korban?

Pemerintah harus tegas dan masyarakat harus sadar bahwa virus corona membunuh kehidupan. Toh, yang korban adalah kita, bukan siapa-siapa. Mari kita jaga diri. Mari kita jaga kesehatan. Kita tahu, kesehatan adalah kunci utama kemajuan bangsa.

Pilkada belum selesai. Puncaknya baru pada tanggal 09 Desember nanti. Kita masih sibuk untuk kampanye, tapi harus tetap dengan protokol kesehatan. Meninggalnya Saefullah, Sekda DKI Jakarta, karena covid-19, kemarin, harus membuka nuarani kita bahwa virus corona belum berakhir. Ia masih mengintai nyawa manusia. Mari kita ber-pilkada dengan protokol kesehatan. Salam sehat***

Atambua, 17 September 2020
Rm. Kris Fallo, Pr

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun