Mohon tunggu...
Kris Fallo
Kris Fallo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku Jalan Pulang, Penerbit Gerbang Media, 2020

Menulis itu pekerjaan keabadian. Pramoedya Ananta Toer berkata:  'Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.' Lewat tulisan kita meninggalkan kisah dan cerita yang tak akan sirna.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kembang Berduri

27 Agustus 2020   09:02 Diperbarui: 27 Agustus 2020   09:21 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mencintaimu ibarat menanam kembang di taman depan rumah. Pagi hari aku menyiram dan saat senja datang, aku kembali, lapor diri, menyiram dan merawatnya. Bila perlu akan ku gemburkan tanah disekelilingnya agar bertumbuh subur dan menghasilkan kembang putih, seputih cinta suci ini.

Aku paling takut malam. Karena bila malam tiba, rindu pada kembangku akan mengantui dan menikam hingga relung hatiku. Tapi tak mengapa. Toh jika merindukannya adalah luka, aku rela terluka asal rindu ini menemani melewati legamnya malam.

Aku terluka karena tikaman rindu untuk kembangku. Aku kwatir, jangan-jangan ada yang merangsek masuk dan mencuri kembangku, kembang selama ini kupelihara di taman hati.

Pagi ini aku bangun lebih awal, aku cepat-cepat berlari ke taman mendapati kembangku. Dari jauh tampaklah kembang yang indah, diantara dedaunan yang hijau. Aku terus mendekati kembang yang indah dan menggoda.

Ku sodorkan tanganku, saat aroma wanginya menglilingiku. Tekadku bulat, akan kupetik kembang itu dan akan kukabarkan kepada angin malam bahwa aku tak sendiri lagi.

Makin dekat tanganku menyetuhnya, makin berdebar hatiku, sementara bias sinar mentari pagi yang hinggap persis di kelopaknya menambah keindahannya.

Sugguh aku tak sabar. Ingin cepat-cepat memetik dan memilikinya selamanya. Tanpa basa-basi, kusodorkan tanganku cepat-cepat, dengan kekuatanku, kupetik kembangku.

Prakkkk,!!!!!! ya ampun. Ternyata duri-duri yang berbaris rapih ditangkainya justru melukai jariku. Darah segar keluar mengalir jatuh mengubah daun-daun hijauh kemerah-merahan.

Sambil menahan sakit, kutarik kembali jemariku. Aku pulang dengan segudang penyesalan dan setumpuk kesedihan. Aku benar-benar benci meski ada rindu.

Ternyata kembangku kembang berduri. Hanya indah saat berada di taman, dan tetap indah saat ditatap dari jauh, dan hanya bisa hadir dalam rindu saat malam datang..

KF, 27 Agustus 2020

Saapan jiwa/channelku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun