Mohon tunggu...
cristal Ariestika
cristal Ariestika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dugaan Adanya Penyiksaan dari Polisi dalam Kasus Kematian Afif Maulana

1 Juli 2024   17:52 Diperbarui: 1 Juli 2024   17:58 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TRIBUNPADANG.COM/WAHYU BAHAR

Afif maulana yang berinisial AM yaitu seorang bocah 13 tahun berasal dari kota Padang, Sumatera Barat. Awalnya kasus ini terjadi karena diduga Afif Maulana dan teman-temannya ingin melakukan tawuran bertemu dengan polisi yang sedang patroli di dekat jembatan Kuranji lalu, diamankan di polsek kuranji untuk diminta keterangan. Berdasarkan investigasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, saat itu sepeda motor yang dikendarai A dan AM diduga ditendang oleh polisi hingga terjatuh.

Tak lama jasadnya ditemukan pada tanggal 9 juni 2024 jam 11:00 di aliran sungai di bawah jembatan Kuranji dengan 6 rusuk patah dan paru-paru sobek, yang diduga akibat adanya penganiayaan oleh aparat kepolisian. Hasil investigasi Lembaga Badan Hukum (LBH) padang mengungkapkan Afif tewas lantaran disiksa polisi. Hari Kurniawan mengatakan "Dari keterangan polisi, mereka disinyalir akan melakukan tawuran tetapi, hal itu tidak terjadi artinya polisi tidak boleh melakukan kekerasan apapun”. Selain Afif, LBH Padang juga mengungkapkan terdapat 7 korban penganiayaan lainnya, 5 diantaranya berstatus anak-anak.

Kapolda Sumbar Irjen Suharyono menepis tudingan penganiayaan itu, menurutnya polisi malam itu hanya berjaga untuk mencegah tawuran, AM justru disebut melompat ke sungai untuk menghindari penangkapan polisi. Dia berjanji akan bertindak tegas apabila anggotanya terbukti melakukan penganiayaan. Tetapi, dia mengungkapkan alasan tidak buka CCTV di Polsek Kuranji dikarenakan rekamannya hilang dan tidak menyimpannya. Baru-baru ini juga Kapolda Sumbar mengakui adanya kesalahan prosedur penanganan pelaku tawuran.

Kasus ini tadinya ditangani oleh Lembaga Badan Hukum (LBH) Padang tetapi, karena diduga ada beberapa saksi atau korban yang merasa terintimidasi sehingga tidak mau bertemu lagi dengan Lembaga Badan Hukum (LBH) Padang hingga menyebabkan terjadinya sedikit kendala dalam pengumpulan data sehingga LBH Padang mangajukan kasus ini kepada Komnas HAM.

Menurut Diki Rafiqi selaku Koordinator Advokat LBH Padang mengatakan bahwa “diperlukannya jangkauan-jangkauan negara untuk melihat kasus ini, salah satunya Komnas HAM. Pertama gunanya unnntuk melindungi korban atau saksi, yang kedua untuk mencari data-data pembanding dan juga melakukan investigasi yang lebih dalam.” ucapnya di Komnas HAM, Jakarta Pusat, 25 Juni 2024.

Berdasarkan penuturan Putu Elvina sebagai Komisioner Komnas HAM, kasus ini akan dijadikan prioritas dikarenakan korbannya adalah anak-anak. “Tentu kasus ini akan kami jadikan sebagai prioritas karena korbannya adalah anak-anak, dimana waktu dalam proses hukum bagi anak-anak itu terbatas yaitu maksimal dikepolisian sekitar 30 hari dan tentu saja kami minta kepada penasehat hukum untuk meminta perlindungan dari LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) kalau memungkinkan sehingga nanti korban-korban lain berani untuk bersuara dan memberi keterangan sehingga proses ini akan semakin jelas dan semakin cepat terungkap, ya itu harapan kami.” ucapnya di Komnas HAM, Jakarta Pusat, 25 Juni 2024.

Hari Kurniawan sebagai Komisioner Komnas HAM juga mengatakan “kepada kapolri tolong memerintahkan anak buahnya di polda Sumatera Barat untuk membuka akses bantuan hukum bagi 8 korban karena ada satu korban yang sampai saat ini kita tidak tahu keberadaannya dimana dan keluarga mengalami intimidasi, padahal dia membutuhkan bantuan hukum”.

Saat ini berdasarkan investgasi yang dilakukan oleh Komnas HAM mengungkap hasil visum tunjukkan adanya penyiksaan. “Kami menduga dari hasil visum ada penyiksaan”, ujar Hari Kurniawan. “Dari keterangan 8 orang korban mereka mengaku disiksa, ada yang disetrum ditendang dan dipukuli.” Katanya saat di wawancarai oleh Tempo pada kamis, 27 Juni 2024.

Sampai saat ini, Komnas HAM masih belum mengetahui motif adanya tindak kekerasan yang menyebabkan kematian AM, "Kita belum mengetahui motifnya apa tetapi, mereka memang pada saat itu ada operasi terkait adanya rencana tawuran, sehingga Polda bergerak bersama dengan Polres untuk melakukan operasi gabungan.” katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun