Mohon tunggu...
Chris D.a
Chris D.a Mohon Tunggu... -

Just an ordinary man. Hard-worker, husband, father

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[My Diary] Di Balik Bilik Hati

13 April 2016   07:37 Diperbarui: 13 April 2016   15:15 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="fc"][/caption]No. 32 ; Chris D.a.

Dear Diary,

Hari Minggu yang akan datang adalah anniversary-ku dan Prabarini. Akan tepat 12 tahun kami saling mengucapkan janji suci untuk sehidup-semati. Bukan waktu yang pendek lagi, tapi sekaligus belum terlalu panjang untuk dilewati.

Aku masih ingat pertemuan pertamaku dengannya. Diwarnai perasaan kikuk yang luar biasa. Bagaimana tidak? Kalau merunut waktu ke belakang, aku masih baru saja mengenakan seragam putih-biru ketika ia sudah mulai menjalani kuliah pertamanya, ia sudah menjadi dosen ketika aku baru saja mulai menapaki kampus untuk mengambil gelar S1, ia sudah berputri 1 ketika aku masih perjaka. Semua itu buatku adalah hal yang luar biasa.

Tapi tak perlu waktu lama buatku untuk mengangguk ketika ia bicara soal pernikahan. Saat itu aku masih patah hati dan ia datang menawarkan cinta. Sejak awal ada cinta yang berat sebelah. Cintanya begitu besar padaku. Sedangkan aku?

Tapi ia mengabaikannya. Berhasil meyakinkan diriku bahwa satu-satunya pilihan yang tepat adalah membawanya ke depan altar dan mengucapkan janji untuk tetap bersama selamanya hingga maut menampakkan diri.

Sesungguhnya aku sendiri tak tahu pernikahan seperti apa yang sedang kami jalani saat ini. Ada begitu banyak amukan badai sekaligus hangatnya siraman cahaya matahari. Ada begitu banyak awan kelabu menaungi sekaligus lengkung indah cahaya pelangi.

Semua yang ada di depan mata pada perjalanannya kemudian adalah pilihan belaka. Dengan segala konsekuensi dan harganya yang harus dibayar lunas tanpa jeda. Sering berhomili tentang ikhlas tapi tetap saja meminta harga. Itu aku, bukannya ia.

Ada banyak angin kencang berhembus. Pengkhianatan dibalas pengkhianatan. Maaf dibalas maaf. Penantian dibalas penantian. Tangis dibalas tangis. Tawa dibalas tawa. Cinta dibalas cinta.

Semua seolah harus terbayar impas. Sebetulnya ini pernikahan atau perdagangan? Tapi sungguh, Prabarini dan aku menikmatinya. Kami memang bukan pasangan normal yang mengawali kehidupan bersama dalam indahnya cinta.

Lalu putri kecilku, yang boleh kumiliki saat usianya belum remaja, kini sudah beranjak dewasa. Sebentar lagi ia akan mengepakkan sayapnya. Meninggalkan Prabarini dan aku. Terbang menjemput kehidupannya sendiri. Menikmati setiap tetes perjuangan dan kerasnya kehidupan yang sudah ia mulai sejak usia dini.

Ada yang terasa ngilu di sudut hati. Perpisahan tak pernah jadi sesuatu yang menyenangkan buatku. Ada begitu banyak kehilangan yang sudah begitu utuh kurasakan bagian per bagian. Lalu akan tiba saatnya aku akan kehilangan ia untuk sementara waktu.

Apakah aku mampu menjalaninya?

Ketika kutatap wajah Prabarini senja ini, ada begitu banyak kata yang tak terucap. Ada begitu banyak keinginan yang hanya sekadar menjadi bayangan tanpa bentuk. Ada begitu banyak mimpi yang tak tahu apakah kelak bisa terwujud ataukah tidak.

Tapi..

“Hidup berjalan terus, Al,” bisiknya dengan mata mengaca. “Hidupmu. Hidupku. Hidupnya. Hidup kita.”

Hidup..

Aku tak pernah mampu memperkirakan ada berapa banyak gulung benang kehidupan yang masih tersisa untuk kurentangkan. Aku tak pernah tahu berapa tarikan nafas lagi yang masih tersisa untukku.

Ketika bilangan waktu menjadi sesuatu yang begitu absurd, yang bisa kulakuan adalah menitinya sambil bergantung pada uluran tangan Prabarini. Bergerak pelan untuk menemukan lengkung sinar pelangi yang sudah terlanjur kujanjikan pada putriku.

Satu hal yang aku ingin ia tahu. Pada perjalanan 12 tahun ini, aku benar-benar sudah menemukan potongan hatiku untuknya. Aku sudah benar-benar menemukan cinta untuknya. Seandainya ia sudah tak lagi bisa berdaya, aku akan tetap mencintainya. Seperti ia selalu mencintaiku walaupun aku sudah mirip seonggok daging busuk yang tak lagi berharga.

Dear Diary,

Tolong sampaikan semua ini padanya. Semua yang selama ini tak terkatakan karena aku hanya mampu diam dan menyimpan rasa itu di balik bilik hati.

Tolong, sampaikan cintaku padanya..

__________

(PR.13.04.2016.Chris Darmoatmojo)

 

Silakan menuju ke “Inilah Hasil Karya Peserta Event My Diary” untuk membaca karya peserta lain, dan bergabunglah dengan grup FB Fiksiana Community.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun