Keran dan Bak Mandi
aku siap menampung
kembali sejarah,
katanya, dengan angkuh yang kukuh.
di atasnya,
keran yang sudah kesal
terpaksa kembali
menahan diri, sambil berharap
ada yang terkesiap,
lalu menggeliat mengalirkan
dingin air ke
tabung-tubuhnya.
sudahlah. mengaku saja
kau kalah,
kata bak mandi.
tapi keran,
yang sudah berkali-kali
menjadi abdi bagi
sesuatu
yang ia nanti,
tak ingin menyerah.
kali ini, katanya,
giliranku memaksa gagu
kesombonganmu itu.
bak mandi,
terpejam tersenyum,
membiarkan
jeda
hadir tiba-tiba
di antara
mereka.
beberapa saat setelah itu,
seseorang
membuka pintu. saklar yang sedari
tadi bersikap wajar,
menerima perintah
lewat
sentuhan sebuah.
dingin air menyeru sesuatu
yang mereka
anggap guru
: keran itu.
sesuatu
itu menyerahkan
mereka kepada apa yang
tak pernah
mereka tahu
: bak
mandi itu.
Bogor.September.2011
Serbet yang Selalu Meragu
ia selalu merasa tahu
kapan tangan itu menyentuhnya
dan ia begitu saja
dipaksa menyerah tanpa
sempat merasa marah.
sesungguhnya, ia tak yakin
tangan itu
akan bisa menjadikannya
sesuatu yang berharga
bagi si pemilik tangan, ataupun
dirinya sendiri. ia
juga tak yakin
setelah prosesi itu selesai
si pemilik tangan tak akan abai
lalu ia menjadi
sesuatu lain yang
sama
saja keadaannya.
sejauh ini,
yang membuatnya
menyerah, barangkali
suatu kenyataan
: ia merasa sangat nyaman
saat disentuh si tangan.
juga barangkali
yang tak bisa ia pungkiri
: tangan itu
tak pernah ragu
terus
mengampu.
apapun itu,
ia tahu,
atau merasa tahu,
ketika semua
seolah usai,
tak lagi ada pertanyaan
yang membutuhkan
jawaban,
tak lagi ada keraguan
yang perlu
diperselisihkan.
Bogor.September.2011
Garpu