Mohon tunggu...
Credentia Gisela
Credentia Gisela Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Sedang berada di semester tujuh dan sedang mencoba untuk tetap produktif. Sambil diikuti, sambil dilihat kontennya.

Selanjutnya

Tutup

Film

Hanung Bramantyo dan Film Berbau Sejarah Indonesia

27 September 2021   00:30 Diperbarui: 27 September 2021   00:38 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menonton film (sumber: CNBC Indonesia)

Menonton film menjadi salah satu sumber hiburan bagi seseorang di kala jenuh. Ragam genre yang tak sedikit memberikan banyak opsi untuk dipilih. Hal ini menjadikan film dapat dinikmati menyesuaikan kondisi mood yang dirasakan pada saat tertentu.

Berbicara mengenai film, Indonesia pun memiliki banyak sekali pilihan film untuk ditonton. Mulai dari film berdurasi dua jam yang masuk ke bioskop, hingga film pendek yang tayang di platform online seperti YouTube. Sutradara, produser, dan aktor Indonesia pun tak kalah dengan luar negeri; Hollywood misalnya. Film Barat – spesifiknya, Amerika – memang telah berhasil mendistribusikan produk film mereka ke seluruh penjuru dunia, namun perkembangan dunia perfilman di Indonesia turut mengejar hingga ke kancah internasional.

Sebut saja film Gundala karya Joko Anwar, sebuah film yang berkisah mengenai superhero lokal yang hadir di tahun 2019. Berdasarkan sumber okecelebrity oleh Tribuana (2019), Gundala berhasil tembus di Toronto International Film pada tahun yang sama pula. Fenomena ini membuktikan bahwa karya anak bangsa pun patut diacungi jempol.

Film Gundala (2019) (sumber: IMDb)
Film Gundala (2019) (sumber: IMDb)

Selain Joko Anwar, Indonesia turut memiliki sejumlah sutradara ternama yang telah dan masih menghibur masyarakat Indonesia khususnya dalam industri perfilman. Dapat kita sebutkan nama-nama seperti Hanung Bramantyo, Ernest Prakasa, Pidi Baiq, Fajar Bustomi, dan masih banyak lagi sutradara Indonesia yang berkarya. Namun, dalam artikel kali ini kita akan membahas mengenai sosok Hanung Bramantyo sebagai sosok auteur Indonesia.

Teori Auteur

Sebelum meneruskan bahasan mengenai Hanung Bramantyo, mari kita cari tahu dulu apa arti dari ‘auteur’.

Kamus Kecil Istilah Film (2005) menyatakan teori auteur merupakan teori mengenai sosok sutradara sebagai pengarang film. Sebuah film dikatakan sebagai karya seni dan karya seni selalu ditandai stempel pribadi penciptanya. Maka dari itu, seorang sutradara dikatakan turut menaruh pribadinya dalam karya film yang dibuat.

Lebih spesifik lagi, John Caughie (dalam Prasetiawan, 2019) mengatakan bahwa sebuah film yang diproduksi secara kolektif dapat memiliki nilai lebih saat dianggap sebagai karya esensial sang sutradara. Hal tersebut yang menjadi dasar asumsi teori auteurism. Film juga dapat menjadi cerminan ekspresi kepribadian sutradaranya, yang kemudian dapat terlihat dari konsistensi tema dari setiap karya filmnya.

Staiger (dalam Prasetiawan, 2019) menjelaskan tujuh pendekatan dalam memahami authorship (author – auteur dalam bahasa Inggris) sesuai dengan perubahan historikal. Ketujuh pendekatan tersebut adalah 1) asal-usul pembuat film, 2) personalitas pembuat film, 3) sosiologi produksi, 4) ciri khas pembuat film, 5) strategi membaca yang dilakukan pembuat film, 6) wacana pembuat film, dan 7) teknik pribadi pembuat film. Pendekatan yang ketujuh dimaknai sebagai cara sutradara mengunggah gagasan miliknya ke dalam film sesuai dengan latar belakang yang membentuk sutradara itu sendiri.

Hanung Bramantyo sebagai Auteur

Melansir sejumlah sumber online seperti IDN Times (Anggraeni, 2021), suara.com (Endra, 2021), dan tirto.id (Azis, 2019), dapat ditemukan sejumlah film karya Hanung Bramantyo. Beberapa yang dapat disebutkan di antaranya Brownies (2004), Get Married (2007), Kamulah Satu-Satunya (2007), Ayat-Ayat Cinta (2008), Perempuan Berkalung Sorban (2009), ? (2011), Tendangan dari Langit (2011), Perahu Kertas (2012), Cinta tapi Beda (2013), Soekarno (2014), Rudy Habibie (2016), Surga yang Tak Dirindukan 2 (2016), Kartini (2017), Bumi Manusia (2019), Habibie & Ainun 3 (2019), dan Satria Dewa: Gatotkaca (2020).

Hanung Bramantyo (sumber: Wikipedia)
Hanung Bramantyo (sumber: Wikipedia)

Melihat banyaknya film karya Hanung Bramantyo di atas, dapat ditemukan beberapa film yang mengandung unsur tokoh dan sejarah di Indonesia, seperti pada film bertajuk Soekarno, Rudy Habibie, Kartini, Bumi Manusia, Habibie & Ainun, serta Satria Dewa: Gatotkaca. Contoh-contoh film ini menunjukkan bahwa Hanung sebagai sutradara gemar untuk mengangkat cerita klasik yang tenar di Indonesia tanpa lekang waktu.

Soekarno, Habibie, dan Kartini diketahui sebagai sosok yang berpengaruh pada masa lalu Indonesia. Soekarno dan Habibie adalah mantan presiden Indonesia, sedangkan Kartini adalah wanita tangguh yang memperjuangkan hak perempuan di tanah air.

Bumi Manusia bercerita tentang sosok Minke (nama karakter, bukan nama sebenarnya) yang merupakan seorang priyayi berdarah Jawa yang memiliki pola pikir berbeda dengan masyarakat konvensional pada zamannya. Minke cenderung menyukai gagasan ilmu pengetahuan yang dibawa oleh guru-gurunya yang berkebangsaan Belanda. Pada saat yang bersamaan, cara pikir orang Eropa yang dipelajarinya bertolak belakang dengan sistem penjajahan kolonialisme yang memposisikan masyarakat pribumi terletak di strata sosial ketiga setelah bangsa Eropa dan Tionghoa.

Contoh terakhir adalah Gatotkaca. Dengan sosoknya yang gagah perkasa, Gatotkaca dikenal sebagai legenda pahlawan Indonesia.

Sejumlah film yang telah dijelaskan menggambarkan bahwa Hanung gemar mengangkat kisah nyata tanah air untuk karya-karyanya. Meski banyak sutradara lain yang juga menciptakan film sejenis seperti Laskar Pelangi karya Riri Riza, Di Balik 98 karya Lukman Sardi, Jenderal Soedirman karya Viva Westi dan Hanung sendiri juga sering mengambil tema di luar sejarah Indonesia, namun konsistensi tema film Hanung cukup memberitahu bahwa ia menyukai kisah lokal Indonesia. Inilah yang menjadikan Hanung Bramantyo layak disebut sebagai seorang auteur asal Indonesia.


Daftar Pustaka

Anggraeni, P. (2021). Sering rajai box office, 10 film yang disutradarai Hanung Bramantyo. Diakses dari https://www.idntimes.com/hype/entertainment/putri-anggraeni/10-film-yang-disutradarai-hanung-bramantyo-c1c2

Azis, I. (2019). Daftar film karya Hanung Bramantyo sebelum "Bumi Manusia". Diakses dari https://tirto.id/daftar-film-karya-hanung-bramantyo-sebelum-bumi-manusia-egiz

Endra, Y. (2021). 7 film karya Hanung Bramantyo, Habibie Ainun hingga Kartini. Diakses dari https://www.suara.com/entertainment/2021/08/29/072500/7-film-karya-hanung-bramantyo-habibie-ainun-hingga-kartini?page=all

Kamus Kecil Istilah Film. (2005). Diakses https://perfilman.perpusnas.go.id/kamus_istilah_film/detail/86

Margianto, H. (2019). Segala sesuatu tentang film Bumi Manusia yang perlu kamu tahu. Diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2019/08/15/08180351/segala-sesuatu-tentang-film-bumi-manusia-yang-perlu-kamu-tahu?page=all

Prasetiawan, M. R. (2019). Representasi perempuan dalam film Laut Bercermin, Sendiri Diana Sendiri, dan Memoria (Skripsi thesis, Universitas Airlangga). Diakses dari http://repository.unair.ac.id/91338/

Tribuana, L. (2019). Go international, film Gundala tembus Toronto International Film Festival. Diakses dari https://celebrity.okezone.com/read/2019/08/24/206/2096132/go-international-film-gundala-tembus-toronto-international-film-festival-2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun