Mohon tunggu...
Puslatbang KDOD LAN
Puslatbang KDOD LAN Mohon Tunggu... Administrasi - Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Semoga Bermanfaat, Salam Hangat dari kami yang sedang belajar berkarya dengan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bahaya "Reproduksi" Hoaks yang Berlebihan

16 Mei 2018   09:01 Diperbarui: 24 Mei 2018   08:07 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.hoax-slayer.net

Penyebaran informasi hoax di Indonesia seperti tidak ada habisnya, apalagi dibantu dengan jumlah pengguna internet yang kian bertambah. Entah apa maksud dan tujuannya, yang jelas kebohongan apa pun yang merugikan dan membuat resah masyarakat jelas tidak dibenarkan.

Teknologi ibarat seperti dua sisi mata uang, di satu sisi bermanfaat tetapi di sisi lainnya bisa membahayakan, seperti halnya hoax.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, 'hoax' adalah 'berita bohong.' Dalam Oxford Englishdictionary, 'hoax' didefinisikan sebagai 'malicious deception' atau 'kebohongan yang dibuat dengan tujuan jahat'. Dewasa ini seiring perkembangan teknologi dan media sosial yang begitu pesat, hoax bukan hanya tentang kebohongan yang dibuat untuk tujuan jahat, tetapi hoax juga bisa berupa keisengan yang disebarkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

Media sosial semestinya digunakan untuk mempermudah dalam berinteraksi dengan menyebarkan konten-konten positif dan bermanfaat. Tapi sayangnya, beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab malah memanfaatkannya untuk menyebarkan informasi yang mengandung konten negatif. 

Jika hal tersebut dibiarkan, dikhawatirkan akan merusak generasi muda. Menyadari hal tersebut, diperlukan gerakan kolaboratif untuk menetralisir hoax, agar tidak berimbas untuk generasi muda masa depan. Sebab, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi pada tahun 2030-an, di mana pada saat itu mayoritas total penduduknya berada di umur produktif. Sehingga, bonus demografi yang didapatkan Indonesia nantinya tidak terkontaminasi oleh hoax.

Penyebaran hoax yang begitu cepat tidak bisa dilepaskan dari penggunaan internet yang semakin merakyat. Dari data yang dihimpun apjii, pengguna internet di Indonesia terus mengalami peningkatan yang signifikan. 

Pada tahun 2013 pengguna internet di indonesia hanya sebanayak 82 juta orang dan tumbuh menjadi total 143,26 juta orang pada 2017. Dengan perkembangan yang sangat cepat, internet telah menjangkiti mulai anak-anak usia 13-18 tahun sampai dengan orang dewasa berusia 54 tahun. Yang perlu Dikhawatirkan adalah presentase pengguna internet Remaja usia 13 hingga 18 tahun  menempati posisi ketiga dengan porsi 16,68 persen.

Membentengi remaja dari bahaya hoax bisa dikatakan merupakan bagian dari langkah strategis untuk mengedukasi masyarakat secara luas agar lebih cerdas dan berhati-hati dalam mengonsumsi informasi di media, terutama media online, jangan langsung mempercayai berbagai berita yang beredar secara online, apalagi dari sumber yang tidak jelas. 

Remaja atau pemuda adalah generasi penerus yang menentukan kondisi bangsa di masa depan. Karena itu, menjadi penting untuk mengedukasi para remaja agar bisa menjadi generasi cerdas yang bisa mencerna informasi dengan baik sehingga tak mudah terprovokasi kabar-kabar menyesatkan ataupun terkena dampak penggiringan opini publik.

Hal paling dasar yang harus dilakukan adalah mendidik para generasi muda agar lebih melek dalam menggunakan internet maupun media sosial; mencakup kemampuan mengakses, menganalisis, mengevaluasi, mengkomunikasikan dan membandingkan isi pesan dari sebuah berita atau konten dalam setiap informasi. 

Hal ini bisa dilakukan oleh sekolah dengan melakukan berbagai pelatihan atau segala bentuk kegiatan yang bisa mengedukasi untuk melatih anak didiknya (anak atau remaja) dalam mengakses, menilai, dan memanfaatkan informasi. 

Di samping itu, budaya literasi; membaca dan menulis, harus terus ditumbuhkan dan dikembangkan di kalangan remaja dan anak-anak muda. Karena di zaman yang serba canggih ini, bukan tidak mungkin anak sekolah dari SD sampai dengan SMP telah cakap dalam menggunakan handphone dan berinternet ria. Peran orang tua juga sangat dibutuhkan dalam memantau kegiatan anak dalam penggunaan internet.

Padahal dalam prakteknya pemerintah sudah berusaha semaksimal mungkin dalam meminimalisir berita hoax. Menurut Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 28 ayat 1 dan 2 tahun 2008 mengatur penyebaran hoax secara sengaja maupun tidak disengaja, para pelaku penyebaran hoax dalam bentuk apapun diganjar dengan hukuman penjara 6 tahun dan denda sebesar 1 milliar.

Kemudahan dan kecepatan penyebaran pada media sosial membuat informasi hoax ini dapat diketahui oleh banyak orang dalam jangka waktu yang cukup singkat. Hal ini dapat merugikan pihak yang terkait dengan informasi hoax tersebut apabila masyarakat membaca berita tersebut, mempercayainya, dan membangun image yang kurang baik terhadap pihak yang terkait dengan berita hoax tersebut.

Merupakan tugas kita bersama dalam menanggulangi informasi yang berbau hoax tersebut. Oleh karena itu, marilah untuk bijaksana dalam mencerna berita maupun informasi yang berkembang di media saat ini. 

Pencegahan penyebaran berita hoax harus dimulai dari para pengguna internet itu sendiri dengan berlaku bijak dan tidak membagikan informasi hoax. Berita hoax harus diperangi agar masyarakat tidak mudah untuk diprovokasi dan akhirnya menyebabkan retaknya persatuan dan kesatuan bangsa. (RnP)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun