Mohon tunggu...
Anissa Nichan Putri
Anissa Nichan Putri Mohon Tunggu... -

Tulisan saya membosankan. Tak seindah senja yang tak pernah ingin dilewatkan. Demi segala nama. Senja adalh perpisahan terbaik walau berurai air mata langit.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Teruntuk Kota Berjuta Harapan

2 Desember 2014   02:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:18 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seperti biasa. Sama seperti senja senja kemarin. Menginjak tiga saya berada ditempat yang awalnya terlalu mewah buat saya. Sesak, tidak ada kesejukan, tidak ada yang hijau, semuanya hanya asap. Namun, semuanya sepertinya tak adil. Jika nyatanya saya masih berada di tempat yang dulu saya enggan hidup.

Raungan mesin berjajar dijalanan. Tak pernah sepi selalu padat. Ada banyak tawa di ruang-ruang berpendingin dengan secangkir kopi yang terkadang tampak mahal. Tawa tawa aneh. Sulit membedakan dimana ketulusan dan kepalsuan. Dan ada tawa kecil diluarnya. Mereka bernyanyi. Bertelanjang kaki. Berlari. Dan terkadang mereka terlelap.

Ironis memang. Hiruk pikuk di antara pencakar langit yang tampak indah namun menyisakan sesak kekejaman. Seolah olah semuanya jadi biasa saja. Ada mereka yang mesra tanpa perasaan. Ada mereka yang akrab namun tak sedetikpun bertemu. Ada yang menghujat namu sayang. Ada yang memeluk sembari menusukkan parang.Kadang aku bingung. Entah membingungkan apa ataupun apa. Tapi rasanya ini semua begitunyata. Bukan dongeng atau tayangan primetime di stasiun televisi berurai airmata. Semuanya rasanya sama.

Emosi begitu cepat mengalir. Tak pandang siapa dia. Apa dia. Hingga bagaimana dia. Semuanya sama. Namun, ketidakpastian itu hanyalah semu yang nyata. Jika kau pernah melihat drama tersedih di televisimu. Maka semuanya lebih sedih disini. Jika kau pernah melihat cinta berlebih di televisimu. Semua tersedia disini. Ada yang terpaksa menjual dirinya. Menjual anaknya. Menyewakan. Meminta. Memaksa. Merampas. Semua yang hanya bisa kau tonton di kotak kecil di ruang keluargaku dulu. Ada disini.

Jangan percaya pada bualan kata kata seseorang yang tanpa selera sepertiku. Aku hanya bercerita tentang kota yang pintar menyembunyikan kepedihan dengan rentetan kesibukan. Aku hanya bercerita tentang kota yang mengajarkan tentang betapa pentingnya mempunyai prinsip agar kau tak lemah. Aku hanya bercerita tentang kota yang bisa dengan sekejap mata membuatmu berubah. Aku hanya bercerita tentang kota dimana harapan, asa, cita dari seluruh penjuru negerimu berada. Aku hanya bercerita tentang kota yang masih menyisakan cinta diantara kolong jembatan. Aku hanya menceritakan tentang tempatku berpijak sekarang. Aku hanya bercerita tentang kota yang memberikan berjuta pengalaman walau hanya dengan menikmati setiap jengkal langkah kakimu. Aku hanya bercerita tentang Jakarta.

Pantas saja kau disebut dalam video milik Eugine Panji sebagai kota kejam kesayangan. Kau relakan tubuhmu dijejali segala percobaan kemajuan. Kau relakan tubuhmu disesaki orang orang sepertiku. Kau disesaki harapan. Kuatlah Jakarta. Kau senyuman hebat untuk negeriku tersayang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun