Untuk pendidikan non formal, selanjutnya disebut pembelajaran informal pada RUU menegaskan bahwa pendidikan ini berasal dari masyarakat dan bahkan tidak memerlukan ijin. Artinya ini menghilangkan kesetaraan antara pembelajaran informal dengan pendidikan lainnya.Â
Ini tidak terlepas karena pendidikan informal merupakan pembelajaran mandiri, keluarga, dan lingkungan yang tidak tersetruktur dan tidak terlambaga. Â Berbeda dengan pendidikan formal yang terstruktur dan terlembaga atau pendidikan non formal yang tetap membutuhkan ijin serta dapat diselenggarakan dengan alur yang berkelanjutan.
Jenjang pendidikan tinggi juga mengalami perubahan-perubahan yang cukup signifikan, perguruan tinggi swasta ke depan menurut RUU tidak boleh lagi pimpinan PTS merangkap sebagai pengurus Yayasan, perlu ada kejelasan dalam pengelolaan universitas dan pengelolaan keuangan dalam rangka akuntabilitas.Â
Perguruan tinggi negeri juga diberikan kebebasan dalam menentukan proporsi pelaksanaan tridarma sesuai dengan visi, misi, dan mandat dari perguruan tinggi tersebut. Perekrutan mahasiswa sebesar 20% dari kalangan tidak mampu juga diwajibkan serta bantuan pendidikan untuk mereka.Â
Hal yang menarik lainnya, jika sebelumnya PTN memiliki tingkat otonomi yang berbeda-beda maka ke depannya hanya berbentuk PTN Badan Hukum saja.
Untuk standar nasional pendidikan (SNP) terdapat perbedaan yang mendasar antara UU dan RUU yang baru. Bila pada UU Sisdiknas yang lama menyatakan terdapat 8 standar pendidikan yang harus dicapai dan terkesan semuanya diperlakukan sama, yaitu standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Maka pada RUU hanya ada 3 standar saja, yaitu standar input, standar proses, dan standar capaian. Standar input meliputi standar sumber daya yang diperlukan untuk menyelenggarakan pendidikan.Â
Standar proses meliputi kurikulum, pelaksanaan pembelajaran, dan pengelolaan pendidikan serta hanya berlaku pada pendidikan formal saha. Dan standar capaian adalah standar hasil belajar.
Kemudian dijelaskan juga bahwa ketiga standar itu tidak berlalku bagi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan pesantresnberbentuk pengkajian kitab kuning, pendidikan keagamaan non formal dan semua jalur pembelajarn informal.Â
Hal lainnya, pemenuhan standar nasional pendidikan tersebut dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah, penyesuaian standar terhadap mereka yang disabilitas, serta kesempatan penetapan standar lebih tinggi dari standar nasional oleh perguruan tinggi.Â
Kemudian juga ditegaskan jika pemenuhan standar ini merupakan tanggung jawab bersama (pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat penyelenggaran pendidikan, dan/atau satuan pendidikan sesuai dengan tupoksinya), bukan tanggung jawab Kemendikbudristek saja.