Berdasarkan pemikiran-pemikiran diatas, bisa disimpulkan jika E-Sport bisa dijadikan sebagai bagian pembelajaran dan penumbuhan karakter yang baik bagi siswa. Kuncinya adalah upaya melakukan perubahan dari casual gamers menjadi competitive gamers, E-Sport akan menjadi sebuah wadah dalam meningkatkan kemampuan diri, kolaborasi, dan eksistensi diri.
Kelemahan-kelemahan dari karakter generasi Z bisa diperbaiki melalui E-Sport yang dikelola dengan baik berdasarkan uraian di atas. Sebagai contoh, kecenderungan sifat individualis akan terkikis dengan kerjasama tim yang ada di E-Sport.Â
Tidak hanya itu, kemampuan meregulasi diri dengan kemampuan mengontrol emosi akan mengikis kecendrungan instanly dan emosi yang labih karena lebih menghargai proses dalam melakukan sesuatu serta kepribadian yang implulsif. Karakter kurang fokus dalam sesuatu hal juga akan bisa dihilangkan dengan akurasi yang dituntut dalam E-Sport.
Oleh karena itu, E-Sport yang sudah menjadi bagian dari salah satu cabang olah raga oleh Kemenpora bisa dijadikan sebagai usulan kegiatan ekstra kokurikuler yang dilakukan oleh sekolah, seperti halnya cabang olah raga lainnya seperti basket, bola volley, dst.Â
Namun, hal itu membutuhkan sebuah pedoman yang perlu dibuat dengan baik dan juga lomba-lomba sebagai ajang untuk menjadikan E-Sport tersebut menarik sehingga diikuti oleh sekolah-sekolah.
Teknologi itu pedang bermata dua, kemampuan kita dalam memanfaatkan teknologi adalah hal terbaik yang bisa dilakukan. Â Hal yang sama dengan E-Sport, sejalan dengan perkembangan teknologi yang sudah masuk ke dalam setiap sendi kehidupan kita. Dari pada kita melarang anak kita bermain games atau anak kita bermain games tanpa pendampingan, maka hal yang terbaik adalah memberikan perlakuan yang tepat.Â