Mohon tunggu...
risza nugraha
risza nugraha Mohon Tunggu... -

Risza Nugraha masih berstatus mahasiswa belajar menulis untuk berbagi tertarik pada banyak hal dan masih ingin terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekolahnya Ditutup Saja!

3 Juni 2010   03:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:47 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

”Akan tetapi, kalau ada sekolah yang kuadrannya jelek terus-menerus, ya, lebih baik ditutup saja. Karena itu akan merusak standar mutu yang lebih besar lagi. Akan tetapi, selama masih bisa dibantu, ya, dibantu dulu agar ada pemerataan mutu sekolah,” demikianlah statemen yang dikeluarkan bapak wakil presiden kita saat menjawab pertanyaan seorang pelajar di Yogyaarta seperti yang diberitakan KOMPAS hari ini (3 juni 2010). Seakan-akan tidak habis pikir saya menanggapi ucapan orang nomor dua di negeri ini maafkan saya, saya akui sebagai guru besar di universitas tempat saya belajar bapak memang pintar, tapi bapak masih belum bijaksana dengan statemen tadi. Memang penutupan sekolah bukan dijadikan langkah pertama dalam menyikapi rendahnya prestasi pendidikan. Pada dasarnya memang pemerintah akan berusaha membantu dari pengadaan infrastruktur dan perbaikan kualitas tenaga pengajar, namun pertanyaanya adalah jika memang sekolah yang bersangkutan tidak "MAMPU" memenuhi standar yang "DIPAKSAKAN", haruskah sampai ditutup?

Negara kita memang sedang mabuk istilah "STANDARISASI". semua hal telah ditetapkan standarnya. Pertanyaan saya adalah apakah dengan standarisasi kita akan mampu memperbaiki kualitas pendidikan masyarakat kita? jika yang diperjuangkan adalah standar, maka permasalahan yang dihadapi adalah kesenjangan. ibaratnya sekarang ini dengan melaksanakan UN pemerintah ingin mengetahui mana sekolah yang lumpuh tak bisa jalan, mana yang larinya kencang. Inilah yang menurut saya kurang pas, karena proses penggalian informasi tersebut sudah memakan korban, yaitu objek yang diteliti itu sendiri.

Jika dirasa-rasa bukankah pemerintah disini terlalu mengutamakan cara-cara praktis dalam mengevaluasi pencapaian pendidikan? Apakah tidak pernah terbersit sedikitpun untuk turun langsung ke daerah-daerah untuk meninjau tiap sekolah? bukankah sudah menjadi kewajiban bagi departemen pendidikan untuk membuat laporan yang jujur tentang kondisi tiap-tiap sekolah yang berada dalam wilayah tugasnya? juga memperjuangkan kesejahteraan tenaga pengajar dan perbaikan fasilitas? Juga mengontrol pungutan-pungutan yang dibebankan pada wali murid? ingat, katanya anggaran pendidikan kita sudah mencapai 20%, seharusnya korban akademis tidak bertambah lagi.

Seharusnya standarisasikan dulu kesejahteraan tenaga pengajar dan fasilitas pendidikan. selain itu pemerintah juga harus bisa mengelola persaingan antar sekolah dan memberikan tolok ukur yang lebih bijak tentang kualitas pendidikan. Saya membayangkan, jika program pemerintah untuk menambal kekurangan sekolah-sekolah yang dianggap gagal berdasarkan hasil UN tanpa mengontrol sekolah-sekolah yang berhasil, maka standarisasi tak akan pernah tercapai. Harus diingat, standarisasi bukan cuma masalah menaikkan batas bawah dalam perbedaan yang ada, namun juga menurunkan batas atas supaya garis normal tidak terus naik. Jika pemerintah ingin membantu sekolah-sekolah yang dipandang lumpuh untuk berjalan, pemerintah juga harus bisa mengendalikan larinya sekolah-sekolah yang dianggap berhasil, untuk kemudian mengajak sekolah yang berhasil tadi membantu sekolah yang lumpuh supaya bisa berjalan beriringan demi perbaikan kualitas bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun