Mohon tunggu...
Dwiki Achmad Thoriq
Dwiki Achmad Thoriq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis Paruh Waktu

Saya adalah editor waktu luang di Wikipedia dan Wiktionary serta penulis paruh waktu

Selanjutnya

Tutup

Roman

Nestapa Sang Penyair dan Algoritma Cinta

23 September 2023   10:20 Diperbarui: 23 September 2023   10:20 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

Cinta adalah suatu kebutuhan umat manusia. Tak bisa dimungkiri bahwa cinta menguasai segala aspek kehidupan. Kepedulian merupakan gejala dari cinta meskipun tidak selalu tertuju pada cinta yang romantis. Memang, cinta melahirkan sejuta klise yang menjadikannya "roman picisan". Akan tetapi, naluri alami seorang manusia patutnya menyadari bahwa mesti ada suatu fase atau posisi yang akan semua orang alami. Semua orang memiliki cara yang berbeda dalam menjalani dan menyikapi sebuah cinta, sehingga meremehkan kisah cinta orang lain adalah suatu keputusan yang salah.

Dalam sebuah hubungan percintaan, tak selalu berjalan sesuai yang diharapkan. Hal ini karena pada dasarnya cinta bukanlah tempat segala ekspektasi berjalan sesuai permintaan hati, tetapi cinta adalah tempat seseorang saling mengerti satu sama lain dan saling menghargai. Tak terkecuali, cinta yang non-romantis pun adalah jawaban dari kisah cinta yang tidak pernah melibatkan hawa nafsu, tetapi rasa empati dan saling menghargai.

Sebagai seorang penulis dan penyair, merasakan cinta satu arah adalah sebuah klise. Bagaimana tidak? Saya telah 7 (tujuh) kali menaruh hati kepada wanita, tetapi sebagian besar tidak terbalaskan. Namun, fase friendzone yang saya alami setelahnya jauh lebih indah daripada fase asing dan menjauh yang membuat kedua belah pihak (mungkin) merasakan penyesalan dan kekecewaan. Mengapa saya merasa begitu? Karena saya merasa menyesal, tetapi bagaimana dengan wanita yang saya dambakan? Bisa saja ia tak merasakan hal yang sama.

Saya hanya akan menceritakan kisah saya dengan wanita yang pernah berhasil saya miliki. Hal ini karena jika saya menceritakan kegagalan saya yang berupa friendzone, pasti hal tersebut merupakan klise yang teramat membosankan. Orang-orang yang tak pernah mengalaminya pun bisa menebak apa yang akan terjadi karena hubungan pertemanan lebih mudah diraih daripada sebuah hubungan percintaan. Ada 2 (dua) orang yang pernah berhasil saya miliki, tetapi yang pertama tidak begitu mampu membalaskan cinta saya.

Mantan pertama saya adalah seorang dara jelita dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) saya. Kehidupannya begitu malang, dia adalah seorang gadis broken home yang merindukan kasih sayang seorang ibu. Tatkala itu, rasa kecemasan dan usaha yang tak kunjung memuaskan mewarnai hari-hari saya. Bukan dengan warna-warni kehidupan, tetapi dengan hitam putih. Terlebih lagi, saya hanya merasakan hari-hari dengannya selama 1,5 bulan karena saya bukanlah orang dengan act of service yang memadai.

Hubungan ini berakhir dengan sebuah keasingan. Terlebih lagi, pria yang menggantikan saya adalah orang yang mampu memercayakan mantan saya bahwa ia adalah orang yang tepat. Hal ini tak salah, ia lebih mampu melindungi dan memberikan kasih sayang yang hilang dari sesosok ibu. Saya tak pernah benci kepada lelaki tersebut, yang saya benci adalah tentang mengapa saya maju ketika saya tak tahu saya tak semampu itu menjaga seseorang. Kami berdua tak lagi asing sejak April 2022 kemarin. Ia mulai berkomunikasi baik dengan saya dan melupakan semua hal yang terjadi.

Pada masa Sekolah Menengah Atas (SMA), hati yang pernah teriris ini kembali mengenal cinta. Akan tetapi, cinta kali ini bukanlah cinta yang disengaja. Saya jatuh hati terhadap seorang gadis yang pandai bersyair meskipun dia tak terlalu memenuhi kriteria saya. Kami berdua menjalani hubungan cinta karena pengaruh sekitar yang mendukung kami berdua. Hari-hari kami jalani dengan cinta yang membutakan hati dan pikiran. Setan pun bahagia melihat kami berdua.

Kami adalah orang yang sefrekuensi dan memiliki watak yang nyaris sama. Saya kira itu adalah hal yang baik. Namun, ternyata salah; kesamaan tidak selalu berarti kecocokan. Hal ini justru menyebabkan hubungan kami berkali-kali jatuh ke ambang kehancuran. Saya mempertahankan dia dengan mengorbankan mental dan waktu, tetapi hasilnya hanyalah berulang-ulangnya fase pertengkaran yang menyakiti kami berdua. Kesadaran kami akan hal ini membuat kami memutuskan untuk berpisah secara baik-baik meskipun tak bisa kembali sebagai sepasang teman. Ya, kami pun asing dan kembali kepada hidup masing-masing.

Saya mengalami cedera hati untuk kesekian kalinya serta trauma yang rasakan pun semakin parah. Saya memutuskan untuk tidak ingin lagi jatuh ke dalam dunia percintaan hanya untuk mengorbankan cita-cita dan performa akademik saya. Akan tetapi, naluri tak bisa dilawan, gejolak tak bisa dipadamkan; saya jatuh cinta terhadap seorang gadis rupawan tatkala saya memulai dunia perkuliahan. Semua ini berawal dari Agustus 2023, waktu yang bisa dibilang singkat dari ditulisnya artikel ini.

Berhari-hari, berminggu-minggu saya mencoba mendekatinya. Ia adalah seorang gadis yang asyik diajak berbicara dan berkeluh kesah meskipun terkadang ia tak hadir di waktu saya memerlukannya. Saya mencoba mencari tahu dan memaklumi kesibukan yang ia miliki. Namun, semakin lama saya memaklumi, hati yang egois ini pun semakin meronta karena tak punya tempat untuk bercerita.

Rupanya, ia tak membalas percakapan saya di media sosial karena masalah pribadi dan tingkat depresi yang menerpanya sekarang ini. Ia adalah seorang anak broken home yang menjadi pelampiasan orang tuanya. Ketika orang tuanya sedang berseteru, pesan WhatsApp yang seharusnya tertuju sama lain malah terlampiaskan kepada dirinya, sang gadis. Ia pasti merasakan trauma dan beban yang amat mendalam, sehingga ia tak lagi nyaman berada di dunia maya.

Saya pun menjadi dampak dari rasa trauma tersebut. Namun, rupanya teman-teman saya pun merasakan hal yang serupa. Betapa menyesalnya orang yang pernah berpikiran negatif kepadanya tanpa mengetahui bahwa ia sedang diterpa oleh neraka dunia. Semua ini bukanlah kesengajaan darinya. Memang keadaanlah yang tak mengerti dirinya, dan merasakan posisinya tak akan semudah yang dibayangkan.

Lengkaplah sudah, kami adalah sepasang manusia yang mengalami algoritma kehidupan yang begitu menyengsarakan. Mental kami tidak baik-baik saja. Topeng kami tebal, tetapi adakalanya topeng tersebut akan retak lalu membongkar segala beban yang kami pendam selama ini. Saya adalah seorang introvert yang ditekan menjadi ekstrovert karena pengaruh lingkungan yang begitu menekan semenjak zaman SMP. Terlebih lagi, saya adalah korban perundungan (bullying) selama 9 tahun yang kini lebih membutuhkan sistem dukungan (support system) untuk membuat hidup saya lebih berarti.

Saya tak butuh sosok pacar. Saya hanya butuh orang-orang yang selalu ada di sisi saya dan membuat saya yakin bahwa semua akan baik-baik saja. Cita-cita saya hingga umur 25 tahun adalah konsentrasi yang perlu saya capai. Akan tetapi, prosesnya begitu menguras tenaga dan pikiran. Saya pikir, hidup sebagai orang dewasa tak semudah yang kita bayangkan ketika masih kecil. Terkadang, saya ingin kembali ke masa kecil. Masa di mana beban hidup tak pernah tiba untuk mengetuk pintu jiwa dan raga, lalu bertamu dan tak lekas keluar hingga waktu yang begitu berat dirasa.

Saya pun tak menanggung beban yang ringan karena saya menjalani dunia perkuliahan sambil bekerja. Lingkungan kerja yang kurang suportif dan minim empati membuat saya merasa tertekan dan kehilangan tempat untuk mengadu. Akan tetapi, hal tersebut tetap saya jalani karena penghasilan yang begitu menjanjikan. Mungkin orang lain akan menganjurkan saya untuk memilih pekerjaan lain saja. Namun, entah mengapa saya merasa sulit untuk lepas dari tempat ini.

Kami berdua pernah mengalami mati rasa. Hanya saja, saya seperti ditarik lebih awal ke dalam dunia rasa sebelum saya benar-benar siap menghadapinya. Ia masih mati rasa, sedangkan saya siap untuk berada di sisinya. Ya, mungkin itulah makna cinta, di mana orang saling tulus memberi dan menerima. Tidak ada balas-membalas, tidak ada negosiasi. Saya menemukan alasan untuk saya tetap hidup dan melanjutkan pendidikan meskipun ia tak merasakan hal yang sama.

Saya bahagia, saya bangga ada wanita sekuat dirinya di dalam hidup saya. Saya mencintainya meski tak harus memilikinya. Saya hanya ingin ia bahagia. Saya ingin ia kuat. Saya ingin hidupnya lebih berarti, bahkan lebih berarti daripada hidup saya. Segala doa yang terbaik untuk dirinya meskipun tak selalu berakhir cinta.

"Ya Allah, jika dia adalah jodohku, maka dekatkanlah. Dan jika dia bukan jodohku, maka dekatkanlah kami kepada jodoh yang sesungguhnya di waktu yang tepat dan dengan cara yang Engkau ridai."

Aamiin, aamiin, ya rabbal ‘alamin

Terima kasih, bidadari dari surga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun