Setiap orang pasti memiliki idola dalam hidupnya. Idola bisa saja dari kalangan artis, penyanyi, politikus, olahragawan, wartawan, atau justru keluarga dekat. Seseorang memiliki idola karena adanya kekaguman terhadap sosok tersebut. Kekaguman itu diwujudkan dengan mengumpulkan informasi mengenai tokoh tersebut, mengumpulkan pernak pernik yang berhubungan, membaca biografi, mendatangi tempat yang iconic, atau mengoleksi karya-karyanya.
Dulu saya menyukai pemeran-pemeran Meteor Garden, beberapa tokoh anime, menyukai MLTR, dan mengidolakan Ryan Giggs. Kesukaan tersebut menurut saya masih dalam batas normal karena tidak membuat saya menguras tabungan untuk membeli merchandise official yang mahal-mahal itu atau sampai membeli tiket platinum saat MLTR berkunjung ke Indonesia.Â
Obsesi saya justru terhadap buku karangan beberapa penulis tertentu. Buku-buku tersebut biasanya awalnya saya baca di perpusda, dan jika saya suka dengan gaya penulisan si pengarang, biasanya saya berakhir dengan mengoleksi "hampir" seluruh karyanya.
Pengarang-pengarang yang "beruntung" tersebut diantaranya Neil Gaiman, John Grisham, Paulo Coelho, Mitch Albom, James Herriot, C.S Lewis, Tolkien, Erich Segal, Jonathan Stroud, Rick Riordan, Haruki Murakami, Agustinus Wibowo, Arswendo Atmowiloto, Jane Austen dan beberapa penulis lainnya. Jika fans para idol berusaha mengumpulkan berbagai merchandise idolanya, saya berusaha mengumpulkan setiap karya dari penulis-penulis tersebut.
Karya beberapa penulis tingkat kesulitannya beragam untuk dikoleksi. Karya-karya Jane Austen misalnya, meskipun dia penulis tahun 1700an akhir, karyanya mudah diperoleh karena dicetak ulang terus oleh Gramedia, tetapi karya Neil Gaiman, Erich Segal cukup sulit saya peroleh sehingga mengandalkan kesabaran mencari buku-buku preloved.
Buku-buku Rick Riordan, meskipun sudah ada novel terjemaahannya, saya juga mengumpulkan novel grafisnya. Untuk ini, dulu saya harus mencari waktu untuk mengunjungi pameran buku terbesar tahunan yang tersebar di beberapa kota.
Kesenangan mengkoleksi buku-buku ini juga sering mengancam keuangan. Budget setiap bulan sudah mencakup membeli buku, tetapi memang dibatasi nominalnya. Tetapi, saat memasuki toko buku, menahan diri adalah kata-kata yang tidak pernah ada dalam pikiran. Over budgeting. Solusinya adalah mengurangi pos tertentu, seperti skin care atau jatah kopi.
Masalah berikutnya adalah tempat. Saya sampai perlu mendedikasikan satu bagian dinding rumah untuk menyusun buku-buku ini. Tetapi lama-kelamaan, tempatnya juga kurang. Solusinya adalah disusun di kontainer plastik, yang ujungnya memakan tempat di dalam kamar dan membuat buku cepat menguning.
Jumlah buku yang banyak ini juga jadi kesulitan tertentu saat pindahan, seperti yang saya alami dua tahun lalu saat akan pindah sementara ke Jogja. Buku tersebut tidak mungkin dibawa semua karena hanya pindah sementara, dan mengontrak di kontrakan kecil saja. Akhirnya buku tersebut diangkut ke kantor, dititipkan di gudang dan perpustakaan kantor. Saya berangkat ke Jogja sambil dalam hati berjanji akan menahan diri supaya tidak terlalu banyak buku yang harus diurus saat kembali.