Mohon tunggu...
Corry LauraJunita
Corry LauraJunita Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Tsundoku-Cat Slave

-

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama FEATURED

Kandidat Vaksin Covid-19: Bukan Peluru Perak Akhir Pandemi

27 Agustus 2020   17:42 Diperbarui: 8 Desember 2020   08:53 2089
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi vaksin Covid-19 (Gambar: Shutterstock via Kompas.com)

Seluruh dunia sedang mengharapkan adanya keajaiban yang membuat Virus SARS-CoV-2 tiba-tiba menghilang seperti pada wabah virus SARS pertama di tahun 2003. Tetapi, sepertinya keajaiban itu belum akan terjadi.

WHO juga telah mengingatkan bahwa kita harus mulai membiasakan diri hidup berdampingan dengan virus ini. Selandia Baru adalah negara yang telah membuktikan bagaimana susahnya untuk tetap menjaga negaranya bebas dari virus SARS-CoV 2 ini.

Vaksin diharapkan dapat menjadi solusi untuk jalan keluar dari pandemi ini. Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat menantikan keberhasilan vaksin, dan telah menjadi lokasi untuk uji klinis vaksin Covid-19.

Normalnya, butuh waktu bertahun-tahun hingga vaksin bisa diujikan kepada manusia. Covid-19 benar-benar mengubah seluruh tatanan yang telah kita kenal selama ini. 

Tidak hanya dari segi sosial, budaya, ekonomi yang memang terkenal dinamis dan cepat mengalami perubahan, ilmu pengetahuan yang memiliki batasan yang ketat mengenai setiap tahapan perkembangannya pun dipaksa untuk berubah dalam waktu kurang dalam setahun. Perubahan ini termasuk dalam proses pembuatan vaksin. 

Vaksin yang dulu membutuhkan waktu bertahun-tahun sampai siap diujikan kepada manusia, sekarang demi usaha menahan laju penyebaran COVID-19, dalam waktu kurang dari setahun, kandidat vaksin telah masuk ke uji klinis tahap ke III. 

Lompatan sangat jauh dari timeline tradisional yang mencapai 3-6 tahun untuk sampai ke tahapan uji pada manusia.

Timeline Pengembangan Vaksin |Sumber : gsk.com
Timeline Pengembangan Vaksin |Sumber : gsk.com
Salah satu kandidat vaksin yang telah masuk uji klinis tahap ke-III adalah kandidat vaksin dari perusahaan Sinovac, sebuah perusahaan dari Cina. Uji coba dilakukan di Bandung dan peminat untuk ikut serta sebagai relawan cukup banyak.

Yang perlu kita garis bawahi adalah, fase ini masih fase uji coba. Uji coba tahap ke III itu adalah untuk mengetahui efek samping vaksin jika diberikan pada populasi yang lebih luas dan beragam.  

Selain itu, uji coba pada tahap ini juga untuk menilai efikasi dari kandidat vaksin.

Faktor yang dinilai adalah: keamanan dan efektivitas vaksin pada kelompok yang akan menggunakan, konfirmasi dosis efektif, identifikasi efek samping dan kondisi yang menyebabkan kontraindikasi, mengumpulkan informasi mengenai keuntungan adanya vaksin ini jika beredar dan membandingkannya dengan risiko yang ada (apakah risiko sepadan dengan manfaatnya).

Keberhasilan menginjeksikan kandidat vaksin bukan berarti sudah berhasil menemukan vaksin. Pemerintah sebaiknya tidak menjanjikan apa-apa kepada masyarakat karena masih sebatas pengujian. 

Menggembar-gemborkan bahwa pandemi ini akan berakhir dengan uji vaksin, terlebih memberikan waktu yang spesifik seperti yang dilakukan oleh Bapak Presiden dan menteri BUMN hanya akan memberikan harapan semu, yang dikhawatirkan justru akan melemahkan juga disiplin masyarakat yang sebelumnya sudah kendur.

Imunitas merupakan sesuatu hal yang sangat kompleks. Salah seorang dosen saya menggambarkan sistem imun manusia itu seperti pedang bermata dua.

Kita bisa merasa imun kita bagus, kita terlindungi, kita menganggap bahwa vaksin akan bertindak sebagai baju zirah pelindung, namun ternyata sistem imun tersebut bisa jadi musuh bagi tubuh kita. 

Efektivitas kandidat vaksin yang sedang diujikan ini belum diketahui, masih terdapat jalan panjang di depan. Perlu diadakan pengujian berapa lama sistem kekebalan tubuh terbentuk.

Apakah kekebalan tersebut cukup kuat untuk melindungi, berapa lama kekebalan tersebut bisa bertahan, apakah kandidat vaksin justru dinormalkan oleh sistem pertahanan yang ada sehingga saat terinfeksi kondisinya malah akan semakin parah, apakah perlu vaksin ulangan, dan banyak pertanyaan lain yang belum terjawab.

Selain itu, mekanisme pemberian vaksin perlu dikaji juga. Apakah vaksin ini akan diberikan setelah penerima vaksin diuji dulu apakah di tubuhnya sudah terdapat kekebalan terhadap Covid-19, dalam arti, orang tersebut pernah terpapar baik dengan gejala atau tanpa gejala. 

Karena seperti teori pada beberapa sistem imun untuk penyakit tertentu, virus yang masuk pertama mungkin akan dikenali dan dimusnahkan oleh pertahanan tubuh kita, tetapi efeknya adalah saat ada virus yang sama atau komponen serupa yang masuk kembali ke dalam tubuh, tubuh kita akan bereaksi berlebihan, yang justru dapat merusak sistem imun itu sendiri serta menyerang organ lain.

Selain efektivitas terhadap virus yang sekarang sudah beredar, terdapat kekhawatiran baru mengenai mutasi virus SARS-COV 2. Para peneliti di Hong Kong menemukan seorang pria yang menderita Covid-19 untuk kedua kalinya.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa virus yang menginfeksi untuk kedua kalinya ini berasal dari strain yang berbeda. Hal ini merupakan informasi yang baru dan cukup mengkhawatirkan. 

Seberapa banyak strain yang telah beredar di seluruh dunia dan apakah sistem imun kita tidak bisa melawan strain yang baru ini.

Lalu yang paling mengkhawatirkan, jika memang kandidat vaksin yang diuji di seluruh dunia efektif, apakah vaksin tersebut juga memberikan efek perlindungan yang sama terhadap strain yang baru? Jangan-jangan virus ini akan seperti virus influenza yang bisa berulang-ulang menyerang manusia meskipun sudah pernah sakit sebelumnya.

Kandidat vaksin memang memberikan harapan baru untuk menghadapi virus ini, tetapi dibanding menggembar-gemborkan kemampuannya yang masih diawang-awang, pemerintah sebaiknya lebih menekankan pencegahan yang sudah terbukti bisa menekan penularan Covid-19 ini.

Kita bisa mencapai tatanan yang anggap sebagai "hidup normal yang baru" jika kita aktif meningkatkan strategi pengendalian, menjaga jarak, bekerja bersama dan bersiap untuk vaksin jika dan saat vaksin tersebut tersedia. 

Untuk sekarang, mari tetap mengenakan masker sebagai baru zirah perlindungan, melaksanakan sosial distancing sesuai dengan protokol kesehatan, keluar rumah dan berada di tempat umum hanya jika perlu dan rajin menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) terutama sikap rajin mencuci tangan dan membersihkan diri setelah bepergian. 

Universitas, perusahaan, badan usaha, dan sekolah yang memutuskan untuk melaksanakan pengajaran tatap muka secara langsung harus ekstra hati-hati dan memiliki protokol yang sangat ketat. Mendatangi tempat umum jika tidak terpaksa sebaiknya dihindari juga.

Pandemi ini pasti ada ujungnya, tetapi mengharapkan imunitas yang muncul dari vaksin sepertinya masih akan membutuhkan waktu panjang. Mengajak masyarakat beradaptasi dengan situasi sekarang adalah langkah paling mudah untuk pengendalian.

Manusia memang kalah cepat jika berhubungan dengan perubahan, tetapi mau tidak mau kita harus mulai membiasakan bahwa kita tidak akan bisa kembali ke masa sebelum ada virus dengan mudah. Bahkan mungkin tidak akan pernah bisa kembali ke masa tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun