Presiden Joko Widodo kembali dibuat marah setelah mengetahui adanya cangkul yang diimpor untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
Walaupun otoritas yang bersangkutan berdalih bahwa impor tersebut ilegal karena yang disetujui adalah dalam bentuk bahan baku, tetapi fakta di lapangan menunjukkan adanya impor cangkul dalam bentuk jadi yang siap dipasarkan.Â
Saya tidak ingin mendebat apakah informasi yang diberikan itu memang benar, tetapi boomingnya berita cangkul ini membuat saya teringat pada sebuah desa di Tapanuli Utara sana yang penduduknya terkenal sebagai pandai besi.
Desa Sitampurung merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Siborongborong. Jika ingin menuju desa ini dari Bandara Silangit, waktu yang dibutuhkan adalah sekitar 30 menit ke arah Dolok Sanggul (Kab. Humbang).Â
Jika melewati daerah yang dipenuhi dentangan logam beradu, dan lonceng yang berjejer di depan rumah atau pinggir jalan, anda telah tiba di Desa Sitampurung.
Dentangan logam tersebut bahkan terkadang tersamar-samar terbawa angin hingga ke belakang rumah kami yang tidak begitu jauh dari jalan utama ke Kabupaten tetangga tersebut.
Tradisi menempa besi telah turun temurun di desa ini, walaupun produknya yang telah terkenal dimana-mana adalah lonceng gereja  (1).
Tetapi selain itu, penempa di desa ini terkenal juga dengan kerajinannya yang lain seperti arit, parang, garu, dan tentu saja cangkul. Lonceng buatan mereka terkenal dengan suaranya yang nyaring dan jernih.
Produk selain cangkul juga bisa ditemukan setiap hari Selasa di Pasar Siborongborong yang menjadi hari pasar utama di Kecamatan tersebut.
Sebuah video di YouTube yang diupload horastapanuliutara channel memberikan gambaran mengenai keahlian yang sudah dikuasai selama turun temurun tersebut.
Proses pembuatan yang ditunjukkan dalam video ini benar-benar sangat tradisional. Lupakan proses menempa Stormbreaker milih Thor yang memakai pemompa air dan angin dan segala kerumitannya.Â