Mohon tunggu...
Cornelius Tio Kurniawan
Cornelius Tio Kurniawan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Seorang seminaris yang sedang berjuang di tahun terakhir

Hobi : bermain musik, sepakbola, membaca, dan tidur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Childfree: Pergeseran Esensi Keluarga

24 Februari 2023   08:39 Diperbarui: 24 Februari 2023   08:55 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Latar Belakang

            Banyak anak, banyak rejeki. Kata-kata itu mungkin sudah tidak berlaku lagi di zaman ini. Dewasa ini, kata-kata childfree terasa lebih banyak dipakai oleh orang-orang. Di media sosial, kata ini lebih populer di kalangan masyarakat. Beberapa aktris sudah menyatakan bahwa mereka ingin untuk tidak mempunyai anak. Tentu, keputusan ini diambil setelah menimbang faktor-faktor yang ada.

            Childfree adalah keputusan sepasang pasutri untuk dengan sengaja tidak mempunyai anak. Jika dilihat dari sisi feminisme, childfree merupakan keputusan seorang wanita untuk mengatur sendiri tubuhnya.  Childfree berbeda dengan childless. Childless adalah keadaan di mana sepasang pasutri tidak dapat mempunyai anak karena alasan biologis atau alasan lain. Jadi, childfree adalah suatu pilihan sadar. Namun, hal ini masih dianggap tabu dalam masyarakat kita. Itu disebabkan karena masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa tugas wanita setelah menikah adalah menjadi seorang ibu. Pemikiran mengenai pro-natalitas masih lekat dalam kultur masyarakat kita. Maka, memang isu ini masih menjadi polemik di Indonesia.

Esensi Keluarga 

            Keluarga, mungkin hal pertama yang kita pikirkan adalah ayah, ibu, dan anak. Keluarga adalah rumah, tempat untuk pulang. Di Indonesia, keluarga dipandang sebagai cara untuk meneruskan keturunan. Maka dari itu, keluarga mempunyai peran penting dalam menyiapkan generasi masa depan.

Keluarga adalah hal yang esensial dan vital dalam kehidupan. Gereja sendiri menganggap keluarga sebagai ecclesia domestica atau Gereja kecil. Dari keluarga ditanamkan nilai-nilai sosial dan moral. Nah, keluarga dapat terbentuk karena adanya ikatan. Dalam hal ini, ikatan suami-istri sebagai awal mula terbentuknya keluarga.

Ikatan pernikahan merupakan sesuatu yang sakral. Tidak hanya terbatas pada biologis saja. Pernikahan adalah suatu bentuk cinta antara dua orang. Dua orang ini menjadi satu dalam ikatan perkawinan. Adanya fenomena childfree ini membuat arti keluarga yang dulunya terdiri dari ayah, ibu, dan anak, menjadi bergeser.

Sekularisasi

            Jika melihat ajaran agama, mungkin tidak ada yang menganjurkan kepada para pengikutnya untuk tidak mempunyai anak secara sengaja. Tentu, jika begitu siapa yang akan menjadi penerus agama tersebut? Nah, namun semakin berkembangnya teknologi, makin berkembang pulalah paham sekularisme dalam masyarakat. Semakin ke sini, ajaran agama sedikit demi sedikit dilepaskan dari kehidupan masyarakat. Modernisasi dan globalisasi menjadi faktor yang mempengaruhi perkembangan paham ini. Sifat agama yang cenderung konservatif akan dianggap kuno dan mulai ditinggalkan.

            Dari sudut pandang  agama Katolik, memilih untuk tidak mempunyai anak adalah hal yang tidak baik. Kenapa? Karena agama Katolik mendukung yang prokreasi, suatu penciptaan hidup baru. Memang, tujuan adanya perkawinan adalah kesejahteraan pasangan, tetapi disamping itu pasangan juga diharapkan untuk terbuka akan kehadiran buah hati. Anak dianggap sebagai sebuah anugerah, bukan sebagai sebuah beban tanggungjawab. Paus Fransiskus sendiri menolak akan adanya pilihan childfree ini. Sebab hal ini termasuk kegiatan yang "dengan sengaja menghalangi adanya kehidupan", termasuk juga menggunakan alat kontrasepsi.

            Mengandung, melahirkan, dan merawat anak adalah kodrat dan keharusan dari sebuah keluarga. Maka, penting sekali adanya persiapan sebelum perkawinan. Gereja sendiri sudah mewadahi hal itu melalui Kursus Persiapan Perkawinan (KPP). Sebab keluarga adalah hal vital dalam Gereja. Dari keluarga tumbuh benih orang-orang hebat yang akan meneruskan kita. Keluarga menjadi tempat terjadinya suksesi kehidupan.

            Untuk di Indonesia, mungkin masih belum begitu banyak orang yang memilih untuk childfree. Namun, fenomena ini sudah terjadi di negara lain. Contohnya seperti di Korea, Thailand, dan Jepang. Banyak pasangan di negara-negara tersebut memilih untuk tidak mempunyai anak. Hal ini menyebabkan angka fertilitas menurun. Mereka memilih untuk tidak mempunyai anak karena takut tidak dapat mendidik anak, kesibukan pekerjaan, dan tidak ada keinginan untuk mempunyai anak. Berdasarkan data dari Bank Dunia, di Jepang sendiri, angka fertilitas mencapai 1,34 (2020) kelahiran per perempuan, angka ini menunjukkan rendahnya kelahiran bayi. Pemerintah Jepang sudah melakukan beberapa langkah guna mendorong adanya kelahiran, sehingga tidak terjadi resesi seks. Beberapa caranya, yaitu sosialisasi mengenai pentingnya membangun keluarga, menambah layanan penitipan anak, hingga mendorong work-life balance.

            Indonesia mungkin belum begitu terpengaruh dengan fenomena ini. Memang ada beberapa artis seperti Gita Savitri, Rina Nose, dan Cinta Laura. Namun, jika hal ini terus ramai di media sosial, akan ada orang lain yang terpengaruh dan akhirnya memilih gerakan ini. Peran media sangat berpengaruh di sini.

Pilihan Bebas, katanya

Childfree merupakan suatu bentuk pilihan bebas manusia. Memang, manusia dibekali kehendak bebas. Namun, manusia juga dibekali dengan akal budi dan hati nurani. Tidak sekedar ingin cari bebas saja. Ada orang di luar sana yang ingin mempunyai anak tetapi tidak bisa, entah karena alasan biologis atau yang lainnya. Maka, kesempatan untuk mempunyai anak adalah sebuah anugerah dan hendaknya dimanfaatkan. Jika komunitas childfree anggotanya banyak, banyak yang tidak mempunyai anak, lantas generasi penerus kita siapa?

             Menurut salah satu pengamat sosial Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, childfree sebenarnya sudah ada sejak dulu di Indonesia, hanya saja karena globalisasi menyebabkan keterbukaan dalam hal informasi. Akses informasi yang kian mudah menyebabkan istilah ini kian menjamur. Akses informasi ini juga terkait masalah parenting. Adanya pandangan-pandangan dari luar mempengaruhi paradigma masyarakat soal mendidik anak. Merasa bahwa mendidik anak itu repot. 

Kesimpulan

            Fenomena childfree sudah lama ada, tetapi karena adanya akses informasi membuat fenomena ini menjadi lebih terekspos. Pengaruh globalisasi mendorong paradigma ini berkembang dan dianut oleh orang-orang. Di luar indonesia, fenomena ini sudah menyebabkan penurunan demografi di beberapa negara. hal ini menyebabkan pemerintah di negara yang terdampak mulai mencari cara untuk mendorong adanya kelahiran. Hal ini demi mendukung terjadinya work-life balance. Di Indonesia, childfree masih dianggap tabu oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan kultur masyarakat kita yang masih mendukung adanya kelahiran ketika seseorang sudah menikah. Namun begitu, fenomena ini dapat saja terjadi di negara kita, bukan dalam waktu dekat karena angka kelahiran negara Indonesia masih di atas 2. Tulisan ini hanya ingin menekankan bahwa adanya childfree menyebabkan fungsi keluarga bergeser dan fenomena ini disebabkan salah satunya karena sekularisasi.

Sumber

'Bagaimana kamu bisa berasumsi hidup saya tidak berarti karena saya tidak punya anak?' - Pengakuan para pasutri yang memutuskan 'childfree' di Indonesia                     https://www.bbc.com/indonesia/articles/cpd44eykx5eo diakses pada Kamis, 23 Februari 2023 pukul 15.00 WIB

Japan : Demographics Fertility rate https://datacommons.org/place/country/JPN?category=Demographics  diakses pada Kamis, 23 Februari 2023 pukul 15.00 WIB.

TEOLOGI KELUARGA : KAJIAN TERHADAP KEJADIAN 1-3 SEBAGAI DASAR PEMAHAMAN ESENSI KELUARGA KRISTEN Oleh: Bakhoh Jatmiko, M.Th.https://journal.sttni.ac.id/index.php/SDJT/article/download/40/33

Tanggapan Terhadap Fenomena Childfree 

https://postinus.wordpress.com/2022/06/03/tanggapan-terhadap-fenomena-childfree/  diakses pada Kamis, 23 Februari 2023 pukul 15.15 WIB

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun