Tentu saja peringatan Hari Kartini bukan lagi menjadi hal yang baru, bukan lagi hal yang asing, setiap tahun diperingati dan memperingati, rasanya suntikan semangatnya telah menyatu dengan tulang tentang bagaimana seluk beluk perjuangan telah menjadi akar yang tertanam nan kokoh dalam membentuk bagaimana bangsa Indonesia saat ini, khususnya untuk perempuan Indonesia.Â
Seiring berjalannya waktu, perjuangan tinggal menjadi perjuangan bersisa makna yang terus terbungkus rapi dan diam di relung. Sementara dunia terus menerus berkembang dan waktu berputar.Â
Hari Kartini, akhirnya hanya menjadi Hari Kartini yang diperingati 21 April, tanpa membawa makna perjuangan itu berputar bersama waktu, dan berkembang bersama dunia.Â
Tidak dapat dipungkiri, sebagian orang, bahkan kaum perempuan sekalipun kemudian menyambut Hari Kartini dengan hanya sekadar memperingati sambil memutar kembali memori lalu mendapati makna perjuangan tersebut terus ada.Â
Kartini Masa KiniÂ
Eksistensi perjuangan melalui gagasan-gagasan R.A Kartini pada kala itu memang membukakan gerbang untuk jalan yang sangat lebar dan panjang bagi para perempuan Indonesia.Â
Terdengar dari segala penjuru tentang Kartini masa kini, tentang bagaimana orang-orang memaknai kartini di era ini. "Kartini masa kini" akhirnya diromantisasi sebagai bagaimana perempuan di era ini menjalani perjuangan-perjuangannya sendiri, ya, dengan dunia yang semakin hebat, melalui pendidikan formal maupun informal yang aksesnya semakin mudah didapat bahkan ada dalam genggaman tangan rasanya perempuan masa kini sudah tidak perlu repot-repot memperjuangkan hak pendidikan agar setara.
 Gerbang yang sudah terbuka lebar, dan bentangan jalan yang panjang, sembari kaum perempuan yang terus berlari, nyatanya belum menjadi arti dari kemerdekaan perempuan yang sebenarnya. Apakah makna perjuangan hanya ditinggalkan di depan gerbang tanpa membawanya tumbuh bersama kaki-kaki kuat dalam menyusuri jalan, waktu yang berputar dan dunia yang terus berkembang?
Kaki mungkin saja berlari, namun belenggu masih saja menjadi penahan agar tidak kemana-mana.
BELENGGU BELENGGU PENAHAN
" Gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak akan sanggup lagi hidup dalam dunia nenek moyangnya" R.A Kartini.
Sadar atau tidaknya, masih banyak kaum perempuan yang hidup dibawah opresi, dan tekanan masa lampau. Dogma dan akar kuat yang terus melekat disetiap lapisan masyarakat rasanya sudah mulai harus ditinggalkan pelan-pelan.Â
Selain tidak lagi relevan, arti kemerdekaan yang harusnya benar-benar merdeka akhirnya disetir oleh warisan masa lalu dan menjadi takaran merdeka yang dianggap wajar, tanpa benar-benar merdeka secara utuh.
 Tidak sedikit masyarakat kita yang masih terbelenggu, tentang bagaimana pengetahuan mengenai perempuan, tentang apa dan harus bagaimana perempuan bersikap dan berperilaku, tentang keputusan-keputusan apa saja yang harus diambil oleh seorang perempuan, nyatanya masih terikat pada pola pikir warisan masa lalu. Seolah-olah sesuatu dari yang lalu tidak boleh diganggu gugat keberadaannya sebagai suatu elemen penentu.Â
Saat gerbang telah terbuka dan jalan telah terbentang, perempuan sudah bukan lagi sosok ringkih di bawah meja. Sudah saatnya perempuan melepaskan diri dari pola pikir yang mengunci dan  diopresi.Â
Sudah saatnya sesuatu yang sudah tidak relevan dengan seiring berjalannya waktu mulai dilepaskan. Tidak dapat dipungkiri memang segala sesuatu adalah hasil dari masa lalu. Namun, manusia itu adaptif. Dari hal yang telah lalu dia belajar menjadi lebih baik. Masalalu bukanlah akhir atau elemen penentu, tapi awal dari setiap perjalanan yang baru.
Sudah saatnya kaum perempuan berinvestasi dalam diri sendiri, membuka pikiran dengan memperkaya ilmu menjadi hal yang penting dan harus diperhitungkan baik-baik. Berani mengambil keputusan  dan menjadi perempuan merdeka seutuhnya, karena pada akhirnya perempuan juga perlu bertumpu pada kaki sendiri.Â
Perjuangan Melawan Diri Sendiri
"Kami berikhtiar supaya kami teguh sungguh, sehingga kami sanggup menolong diri sendiri. Dan siapa yang sanggup menolong dirinya sendiri akan dapat menolong orang lain dengan lebih sempurna pula" Surat R.A Kartini kepada  Ny. Abendanon 12 Desember 1902.
Hal mengenai perjuangan yang paling besar yang harus dilakukan kaum perempuan masa ini adalah perjuangan melawan diri sendiri. Â Melawan dari terbuainya angan-angan tanpa keinginan mewujudkannya.Â
Melawan dalam artian penerimaan diri secara utuh, dan menjadi versi terbaik dalam diri tanpa harus terhanyut dari ukuran-ukuran yang ditetapkan dunia. Setiap perempuan haruslah mengetahui nilai dirinya dan menetapkan standarnya sendiri, dan penerimaan akan diri tidak dipengaruhi oleh ukuran orang lain dan dunia.
Melawan dalam artian mengedukasi diri, membebaskan pikiran terbang sejauh mungkin, mengecap segala pengalaman agar kaya dirinya. Mengedukasi perempuan adalah awal mula mengedukasi satu generasi. Perempuan adalah pembawa peradaban, kepada haribaan ibu itulah manusia mendapatkan didikannya yang mula-mula sekali. Bukannya seorang perempuan tidak bisa melakukan apapun karena dia adalah perempuan, namun karena dia adalah perempuan dia dapat melakukan apa saja.
Jika dahulu Kartini melawan, memperjuangkan hak-hak kesetaraan. Lanjutkanlah perjuangannya dengan melawan kerasnya belenggu diri, dan menjadi merdeka seutuhnya.
kita tidak pernah tau,Â
tentang menjadi apa dan siapa kita dilahirkan,Â
namun,Â
ketika itu adalah tentang menjadi seorang perempuanÂ
Maka jadilah sebaik-baiknya perempuan.Â
Maka merdekalah sebagaimana harusnya seorang perempuan merdeka.
kini, kemerdekaan bukan lagi menjadi barang langka di luaran sanaÂ
namun ada dalam diri sendiri.Â
Gerbang sudah terbuka lebar, jalan sudah terbentang
Maka berlarilah sambil membawa makna perjuangan yang sesungguhnya,
Berputar bersama waktu,
Berkembang bersama dunia.
Akhirnya, selamat Hari Kartini saudara-saudaraku, perempuan Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H