Mohon tunggu...
Cornelia MariaRadita
Cornelia MariaRadita Mohon Tunggu... Lainnya - Masih Mahasiswa

Selamat Membaca! :)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Tak Melulu Soal Cinta, "Love for Sale 2" Juga Ajarkan Hidup Bijaksana di Tengah Masyarakat

25 November 2020   21:56 Diperbarui: 26 November 2020   12:31 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: via kumparan.com

Selama tahun 2019, Indonesia berhasil merilis banyak film dengan kualitasnya yang tidak main-main. Salah satu film yang berhasil menarik perhatian banyak penonton adalah film garapan sutradara Andi Bachtiar Yusuf berjudul Love for Sale 2 (2019).

Film yang diperankan oleh Adipati Dolken sebagai Ical dan Della Dartyan sebagai Arini ini mengangkat tema mengenai dinamika di dalam keluarga. Meskipun tema besar membahas mengenai keluarga, namun tetap banyak adegan yang menunjukkan adanya sosialisasi di tengah masyarakat.

Kental akan budaya dan pandangan orang Indonesia, membuat film ini menjadi semakin dekat dengan realitas sosial. Berbagai konflik yang ditampilkan dalam film rasanya masih  sering terjadi terutama ketika membahas tentang tuntutan pernikahan, pekerjaan yang layak, dan gender.

Konflik dalam film Love for Sale 2 ini terasa begitu nyata, hingga tanpa sadar terbentuk suatu strukturasi di dalamnya. Strukturasi menurut Vincent Mosco berhubungan dengan kelas sosial, gender, ras, hegemoni dan gerakan sosial yang dapat menimbulkan perubahan sosial.

Dari apa yang didefinisikan oleh Vincent Mosco, strukturasi (dalam Subandi & Sadono, 2018, h. 828) sendiri dapat diartikan sebagai agen yang membentuk struktur, dan struktur membentuk agen, di mana kemudian terjadi proses produksi dan reproduksi yang berkaitan satu dengan lainnya.

Lalu, Apa saja sih strukturasi yang ada dalam film Love for Sale 2? Yuk simak pembahasan berikut!

Pernikahan sebagai bentuk eksistensi

Source: Netflix
Source: Netflix

Ketika sudah bekerja dan berusia matang, pertanyaan yang kerap kali terdengar adalah "Kapan nikah?". Begitupun dengan yang dialami tokoh Ical yang dirasa sudah memenuhi target namun tak kunjung menikah.

Tuntutan untuk segera menikah dari ibunya, saudara-saudaranya dan orang di sekitarnya kerap kali membuat Ical kesal, sebab memang Ical mempunyai pola pikir yang berbeda dengan kerabat-kerabatnya.

Beberapa negara termasuk Indonesia, masyarakatnya masih mempunyai pandangan jika melajang hingga usia matang adalah hal yang tabu. Prasangka-prasangka negatif terhadap mereka yang masih melajang kerap menghampiri.

Menikah seolah dapat mengubah status sosial seseorang, terutama di Indonesia menikah di usia kerja adalah hal yang sudah menjadi kebiasaan. Tidak heran jika mereka yang terus melajang selalu dianggap tidak normal.

"Aku ndak pernah lihat Ican bersama perempuan. Usianya sudah 32 tahun. Aku dulu sudah punya dua orang anak."

Ungkapan ibu Ican seolah menggambarkan apa yang masih dipikirkan oleh orang-orang terhadap mereka yang melajang. Ketakutan menerima pandangan buruk dari orang lain, dan adanya takaran bahagia jika menikah terus menyelimuti pemikiran ibu Ican.

Pandangan-pandangan yang kerap muncul di tengah masyarakat ini tidak melulu membuahkan hasil yang baik. Tidak jarang orang terpaksa menikah hanya untuk menghindari prasangka, tidak jarang pula justru pernikahan tidak memberi kebahagiaan.

Hal tersebut turut diperlihatkan dalam film di mana Ican akhirnya memilih jalan untuk menyewa wanita (Arini) melalui aplikasi Love,inc untuk membuat ibunya bahagia, dan mengira Ican sudah berupaya mencari wanita yang cocok dengan ibunya. Namun, hanya dalam waktu 45 hari, Ican dan ibunya justru merasa semakin sedih karena Arini yang menghilang tiba-tiba karena tuntutan pekerjaan.

Tuntutan menikah terhadap seseorang tidak bisa dianggap hal biasa oleh masyarakat, sebab menikah adalah keputusan besar yang benar-benar harus dipikirkan dan diterima secara matang. Keterpaksaan pun tidak dapat membuahkan hasil yang baik.

Strukturasi yang melibatkan gender, sosial dan budaya di tengah masyarakat terlihat jelas dalam pembahasan di atas.

Pegawai Negeri Sipil lebih terpandang

Source: Netflix
Source: Netflix

Ican bekerja di suatu perusahaan periklanan swasta, sedangkan Kakak Ican adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Tidak jarang karena hal itu, Ican dibanding-bandingkan dengan kakaknya.

Masih banyak orang yang berpandangan bahwa PNS hidupnya akan lebih terjamin dibandingkan pegawai swasta. Bahkan terkadang takaran kesuksesan dan kebanggaan adalah ketika seseorang berhasil menjadi PNS. Walau faktanya tidak semua begitu.

"Jadi PNS itu kan enak, daripada kerjaannya sekarang itu gak jelas. Mana pake jeans macam orang susah."

Lagi-lagi perkataan ibu Ican seolah menstereotipkan mereka yang bekerja sebagai pegawai swasta. Beberapa perusahaan swasta memang tidak memberikan peraturan yang begitu ketat layaknya PNS. Cara berpakaian pegawai swasta memang lebih santai dibandingkan PNS yang harus menggunakan seragam-seragam tertentu. Begitupun jam kerja yang biasanya menggunakan shift.

Kurangnya pengetahuan orang-orang akan hal ini menciptakan pandangan bahwa menjadi pegawai swasta adalah pekerjaan yang tidak jelas. Kelas sosial pun tercipta dari adanya pandangan yang melekat di masyarakat, di mana PNS seolah berada di kelas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pegawai swasta.

Kriteria Perempuan yang baik untuk Laki-laki

Source: Netflix
Source: Netflix

"Perempuan harus pandai memasak, perempuan harus cantik, perempuan harus bisa menyesuaikan diri dengan mertua dan pasangannya," perkataan-perkataan itu hingga saat ini masih kerap dilontarkan kepada perempuan.

Zaman yang telah berubah nyatanya tidak mengubah pandangan-pandangan terhadap bias gender, dan hal ini masih kerap dirasakan oleh kaum hawa.

Perlakuan ibu terhadap Arini dan Maya (Istri kakak Ican) dalam film Love for Sale 2 memperlihatkan jelas bias tersebut.

Arini yang telah diminta Ican untuk dapat bermain peran sebagai perempuan yang akan disukai ibu Ican, benar adanya diperlakukan lebih spesial oleh ibu. Ibu begitu bangga pada Arini yang cerdas, mempunyai darah Minang, pintar memasak dan cantik, tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Berbeda dengan Maya, ibu kerap berbicara sesuka hati tanpa memikirkan perasaan Maya dan menganggap Maya wanita tidak jelas karena ia sudah mempunyai anak terlebih dahulu sebelum menikah dengan kakak Ican.

Kriteria yang muluk-muluk terhadap perempuan masih sering ditemui. Hal ini seolah hanya perempuan yang harus menyesuaikan diri dan laki-laki tinggal menerima sesuai yang diinginkan.

Bahkan terkadang sesama perempuan sendirilah yang membentuk suatu pengkotak-kotakan terhadap perempuan lain. Sebagai contoh kita bisa melihat apa yang dilakukan ibu Ican, di mana ia memberi standar terhadap wanita yang layak untuk buah hatinya yang semuanya adalah laki-laki.

Namun di sisi lain, film ini seolah menyadarkan masyarakat bahwa patokan-patokan yang terbentuk supaya menjadi wanita yang baik tidak semuanya dapat dibenarkan. Sosok Arini yang sebenarnya hanya memenuhi pesanan untuk bersikap sedemikian rupa mengajak masyarakat untuk dapat membuka mata, hati dan pikiran terhadap bias gender yang masih terus terjadi.

Kita tidak akan pernah tahu apa yang dipikirkan orang lain jika kita tidak mau belajar dan berusaha untuk mengenal lebih. Love for Sale 2 ingin mengajak kita untuk sadar bahwa tatanan hierarkis non-formal yang terbentuk dalam masyarakat tidak selalu benar.

Hidup di tengah masyarakat yang setiap pribadinya berbeda membuat kita harus dapat bersikap bijaksana. Untuk itu, perihal baik dan buruk, layak dan tidak layak tentu tidak dapat dipukul rata. Hidup akan lebih indah jika antar manusia bisa belajar untuk mengerti satu sama lain.

Referensi:

Subandi, Z. E., & Sadono, T. P. (2018). Komodifikasi, spasialisasi, dan strukturasi dalam media baru di Indonesia (Ekonomi politik komunikasi Vincent Mosco pada Line Webtoon). In National Conference of Creative Industry.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun