Mohon tunggu...
Cornelia Putri
Cornelia Putri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Uang untuk Hidup Manusia atau Manusia Hidup untuk Uang?

13 September 2017   06:05 Diperbarui: 13 September 2017   18:13 2745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya pun pernah menjadi target investasi bodong sebuah produk digital yang membawa nama berbagai tokoh publik papan atas dan menjanjikan berbagai iming-iming keuntungan yang luar biasa. Namun saya beruntung karena sejak kecil orangtua saya selalu menekankan bahwa di dunia ini tidak ada kesenangan yang diperoleh secara instan. Semua orang harus kerja keras kalau mau hidup enak. Sehingga ketika menjadi target investasi bodong tersebut saya tidak mudah percaya.

Sedikit berbagi cerita bagaimana saya menyadari bahwa produk yang ditawarkan kepada saya merupakan bentuk investasi bodong. Saat itu mereka menawarkan produk digital kepada saya. Pria dan wanita yang mencoba menjaring saya itu mengatakan bahwa produk digital mereka kelak akan mengalahkan YouTube, Facebook, Skype, dan berbagai media digital lain yang sudah lebih dahulu populer. 

Singkat cerita selama hampir 3 jam pertemuan kami, mereka tidak banyak menceritakan mengenai keunggulan produk melainkan repetisi mengenai iming-iming keuntungan jutaan rupiah, bonus liburan ke Hawaii, liburan dengan kapal pesiar, dan saya sampai diminta membayangkan bisa memiliki kekayaan setaraf investor-investor Facebook dan YouTube. 

Kalau menurut saya itu sangat gila! Mereka hendak menjual barang, mereka meminta saya berinvestasi, tetapi ketika saya menanyakan mengenai barang yang mereka jual, mereka malah tergagap dan terus mencekoki saya dengan iming-iming yang terlalu tinggi dan nyaris tidak masuk akal bagi saya. Bagaimana mungkin dengan uang 1,3 sampai 2,7 juta saya bisa punya kekayaan setaraf investor Facebook dan YouTube padahal produk mereka saja belum ada "bau"-nya di masyarakat? That's not make sense!Selidik punya selidik, ternyata sudah banyak orang yang membagikan pengalaman mereka ditipu oleh produk digital abal-abal tersebut, bahkan ada yang rugi hingga ratusan juta. Well, that's out of my business.

Kemudian ketika saya membuka laman media sosial, saya sering menjumpai promosi bisnis dengan keuntungan menggiurkan yang berdasar tulisan tersebut tampak bisa didapatkan dengan mudah. Berlembar-lembar hingga bertumpuk-tumpuk uang lima puluh ribu dan seratus ribu dipamerkan sebagai media persuasi. Saat melihat artikel promosi seperti itu dalam benak saya sering terbersit pikiran, "Ada berapa orang ya yang terpancing bentuk promosi seperti ini?"

Saya tidak tahu apa yang ada di benak anda ketika membaca tulisan ini, namun ini merupakan keprihatinan tersendiri untuk saya. Saya benar-benar sedih melihat kenyataan bahwa sekarang uang bisa membutakan banyak orang, bahkan pada kasus tertentu sampai tega melakukan tindak kriminal yang merugikan banyak pihak. Misalnya yang paling baru dan masih segar dalam ingatan adalah kasus First Travel yang melakukan penipuan terhadap puluhan ribu umat Islam.

Apakah uang sebegitu hebatnya sampai bisa membeli hati nurani manusia? Apa gunanya predikat manusia makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna kalau harga diri dan hati nuraninya saja bisa dibeli oleh sesuatu yang diciptakan oleh manusia sendiri, oleh produk yang diciptakan manusia demi memenuhi aspek ekonomi?

Seorang nenek yang kelaparan karena belum makan empat hari dihajar karena mencuri dua buah jagung.

Seorang ibu dibunuh anak kandungnya karena tidak mau memberi uang.

Aksi begal dan pencurian marak di berbagai kota.

Seorang wanita terbunuh gara-gara berusaha menggagalkan usaha pencurian motor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun