Mohon tunggu...
cornelia chyntia
cornelia chyntia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Tren Thrifting, Apakah Akan Selamatkan Bumi?

17 Desember 2024   09:07 Diperbarui: 17 Desember 2024   09:06 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Dalam dunia Fast Fashion, kegiatan produksi dituntut untuk bisa cepat dan dalam jumlah yang besar. Hal ini dilakukan untuk bisa tetap mengikuti tren yang ada. Namun, dibalik proses produksi yang cepat dan masif, dibutuhkan energi yang besar juga. Sebagian besar energi yang digunakan berasal dari fosil. Pembakaran energi fosil menghasilkan gas efek rumah kaca yang kemudian menimbulkan Global Warming. 

  1. Pencemaran Air dan Tanah

Produk pakaian dari industri Fast Fashion seringkali melalui tahap pencelupan dan finishing yang menghasilkan limbah cair berbahaya. Salah satu bahan kimia yang terkandung dalam limbah tersebut adalah pewarna sintetis dan pelarut. Sayangnya, kebanyakan limbah ini tidak diolah melalui proses yang benar sehingga menimbulkan pencemaran sungai dan laut. Akibatnya, ekosistem air menjadi terganggu dan kualitas air yang berperan mengatur suhu dan kondisi iklim semakin menurun.

  1. Penggunaan Bahan Sintetis 

Poliester menjadi salah satu jenis serat sintetis yang banyak digunakan di industri Fast Fashion. Harganya yang murah dan tahan lama menjadi alasan poliester banyak dipilih. Meskipun terkesan menjadi bahan yang tepat dalam industri Fast Fashion, proses pembuatan poliester membawa dampak buruk bagi lingkungan, terutama perubahan iklim. Bahan baku utama poliester berasal dari minyak bumi. Selama proses ekstraksi dan pengolahannya, pembuatan poliester menimbulkan gas efek rumah kaca yang kemudian sangat berpengaruh terhadap perubahan iklim bumi. 

Membeli produk pakaian di thrift shop artinya memperpanjang masa pakai suatu barang dan  dapat mengurangi jumlah permintaan di dunia industri Fast Fashion. Menurunnya permintaan diharapkan  perlahan dapat "memulihkan" keadaan lingkungan sekitar. Melakukan thrifting dapat mengurangi jumlah limbah tekstil yang merupakan salah satu penyumpang dalam gas efek rumah kaca. Kegiatan thrifting juga berperan dalam mengurangi jumlah emisi karbon dari transportasi. Distribusi produk fast fashion ke berbagai tempat tentunya memerlukan transportasi, yang mana transportasi merupakan salah satu penyumbang emisi karbon. Dengan melakukan thrifting, kebutuhan pengangkutan produk akan berkurang begitu pula dengan jumlah emisi karbon.

Selain digemari anak muda, ternyata kegiatan thrifting memiliki manfaat yang besar bagi lingkungan, khususnya dalam menghadapi Climate Change. Meskipun bukan satu-satunya solusi, namun ini adalah langkah yang tepat untuk menunjukkan kepedulian pada bumi kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun