Lain di Kedung Ombo, laain pula di Grigak. "Air sumber kehidupan," seru Masyarakat Grigak. Alam tidak memberi mereka cukup air untuk bisa hidup. Maka kerja keras menjadi kunci utama.Â
Di batas antara daratan dan lautan terdapat sumber air. Mungkin ini menjadi sebuah catatan alam, bahwa di tempat yang terjal berkarang dan penuh hantaman debur ombak laut selatan terdapat sumber air bersih. Mungkin alam ingin mengatakan bahwa kehidupan itu harus didapat dengan kerja keras.
Tetapi wahai pembangunan, dapatkah engkau menjangkau mereka. Tidak ubahnya bagian lain di negeri ini. Grigak terdapat juga manusia lengkap dengan proses reproduksi sosial-budaya yang butuh sentuhan-sentuhan peradaban manusiawi. Walaupun alam telah mengajari mereka untuk berbisik dalam hati, "Jangan ajari kami dalam hal kerja keras, dan hidup prihatin..."Â (Catatan di Rumah Rama Mangun)
Ketika berkunjung ke Dinamika Edukasi Dasar (DED) Desember 2019 kemarin, aku menemukan catatan itu pada sebuah prasasti yang dipajang di Rumah Rama Mangun itu. Kala itu, aku dan teman-teman Komunitas Relawan Grigak berniat untuk berbagi kisah dengan Rm. Edy Wiyanto, Pr. tentang kisah Relawan Grigak dalam Bimbingan Belajar bersama adik-adik Pedukuhan Karang.
Ada yang menarik di ruangan itu. Kreasi aneka warna terang menempel di beberapa sisi utara. Di sisi timur, terpajang rapi foto-foto Rama Mangun bersama beberapa tokoh nasional dan tokoh agama serta beberapa dokumentasi di Kali Code, Kedung Ombo, dan Pantai Grigak.Â
Di sisi tenggara masih ada karikatur wajah Rama Mangun, kemudian di sisi selatan terdapat sebuah lukisan besar yang berisi pohon kurikulum Rama Mangun. Pada sisi itu, ada juga sebuah kolam inspirasi dengan beberapa bunga tertata rapi di tepi-tepinya.Â
Akhirnya pada sisi barat dan barat laut, ada semacam perpustakaan mini dengan sebuah lemari berpintu kaca dan sebuah rak berisikan buku-buku karya Rama Mangun.
Mendengar filosofi ruangan berbagi kisah itu, aku tersanjung. Romo Edy (panggilan Rm. Edy Wiyanto, Pr.) mengungkapkan bahwa ruangan itu dikenal dengan nama 'Ruang B3' (Belajar, Berbagi, dan Bersaudara).
"Sudah setahun saya di sini." Demikianlah sepenggal kisah Rama Mangun ketika dikunjungi dan diwawancarai dua wartawan majalah Matra, April 1988 di Dinamika Edukasi Dasar, Yogyakarta. (Mangunwijaya, 1999:17)
"Ombak segera Kidul menebas pantai terjal berkarang itu tak henti-hentinya. Langit kabus. Hari seperti malas beranjak. Di bawah renyai hujan, pondok di lereng itu menghadang angin dari laut terbuka. Batas kaki langit makin tak jelas." (Mangunwijaya, 1999: 17)
Ketika Rama Mangun mencari wilayah pengabdian baru, seorang siswi magang dari SMK Tarakanita (Wasmi) mengantarkan Rama Mangun kepada Grigak. Sebuah pantai "angker" di selatan Gunung Kidul.