Terik menyelimuti terang
Sejuk diselimuti siang usang
Kau kupandang
Kau elegan dengan ribenmu yang berderang
Kau terang, aku mendung
Kau anggun, aku tersanjung
Sekian hari aku murung
Kau masih masih jauh menjurang
Semilir angin mengarungi Samudra Hindia panjang
Menyelinap di anatara karang
Menyusup di antara daun dan ranting
Bak griliria, pipimu disekahÂ
Tapi Kau ria bersua foto tanpa lelah
"Di mana jalannya?" tanyamu
"Di sana." tunjukku.
Ceriamu kucatat
Kau enggan berkutat
Maukah kau menjadi ilustrasi di puisiku?
Aku menunggu, sambil termanggu
Kau enggan diganggu, apalagi dibelenggu
Kau ceria, penaku menari ria
Bila kau cerai, hatiku siap sedia
Kenalan tak sempat
Padahal hati sudah ingin melekat
Rama Mangun, Kemarilah!
Kepada si ceria Katakanlah!
Aku mau dipanggil Marilah!
Bahkan mungkin Kemarilah!
Aku menunggu, sambil termanggu
Kau enggan terganggu, apalagi dibelenggu
Sungguh!
Aku bukan pengganggu
Aku hanya ingin menunggu
Ceriamu di balik ribenmu yang membelenggu
Agar aku tak lagi termanggu
Maukah kau menjadi ilustrasi di puisiku?
Maukah kau menjadi abstrak di imajiku?
Maukah kau menjadi penebusanku?
Dan maukah kau menjadi pujaan baru di hatiku?
Ah.. jauh lamunanku terlampau
Mungkin kau tak ingin dipantau
Apalagi harus mengarungi pulau
Hehehe... kau tak pernah terpukau
Grigak, 21 Januari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H