Menurut laporan dari Mondor Intelligence, pasar kecerdasan buatan atau artificial intelligence di wilayah ini telah mengalami perkembangan yang sangat cepat. Pada tahun 2023, pasar AI diperkirakan akan tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 31,22%, dan diperkirakan akan mencapai USD$3,39 miliar pada tahun 2028, naik dari USD$1,15 miliar pada tahun yang sama.
Digitalisasi operasi perusahaan memungkinkan industri yang sudah mapan seperti manufaktur, agrikultur, dan layanan keuangan untuk tumbuh lebih efektif dan menjangkau khalayak yang lebih luas. Selain itu, bisnis teknologi baru dan perusahaan rintisan bermunculan di semua wilayah, membawa serta penemuan dan peluang kerja baru.
Peluang dan Tantangan
Transformasi digital memiliki potensi yang sangat besar untuk berkembang, namun masih banyak kendala yang harus diatasi. Kesenjangan digital antara generasi muda dan tua, serta kesenjangan adopsi teknologi antara daerah perkotaan dan pedesaan, adalah beberapa contoh dari tantangan ini.
Untuk memastikan bahwa setiap individu mendapatkan kesempatan yang adil untuk mengakses teknologi dan manfaatnya, diperlukan adanya reformasi teknologi. Contoh dari reformasi teknologi yang dapat dilakukan oleh pemerintah maupun sektor swasta adalah dengan meningkatkan penetrasi internet terutama di daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T).
Sungguh ironis ketika negara lain membahas teknologi pintar, sementara masih ada bagian dari Indonesia yang bahkan tidak dilengkapi dengan fasilitas internet yang baik.
Isu penting lainnya yang perlu dipertimbangkan ketika berhadapan dengan hilirisasi digital adalah regulasi. Regulasi yang inovatif dan mudah beradaptasi diperlukan untuk menciptakan lingkungan bisnis yang mendukung perluasan ekonomi digital.
Namun, privasi dan keamanan data pengguna juga harus menjadi pertimbangan dalam kebijakan ini. Faktanya, keamanan siber di Indonesia berada di peringkat ke-49 di dunia menurut data dari National Cybersecurity Index (NCSI) 2023. Hal inilah yang perlu kita benahi bersama.
Kurangnya keterampilan digital di kalangan tenaga kerja dan ekonomi global juga menjadi penghalang lebih lanjut. Namun, Asia Tenggara akan terus berkembang menuju masa depan yang lebih inklusif dalam hal digitalisasi jika terus melihat hambatan sebagai peluang untuk pengembangan dan inovasi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hilirisasi digital berperan penting dalam memperluas ekonomi Asia Tenggara. Wilayah ini memiliki potensi yang besar untuk menjadi pusat inovasi dan pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, terutama dengan banyaknya jumlah generasi muda dalam struktur penduduknya.
Bagaimanapun, kolaborasi antara PPPs (kemitraan antara sektor publik dan swasta) sangat diperlukan untuk mengoptimalkan potensi ini. Negara-negara di Asia Tenggara telah siap untuk mencapai kemajuan yang berarti dalam mencapai masa depan digital yang adil dan inklusif dengan menggunakan pendekatan yang tepat.