Sesampainya di kantor, saya tak langsung masuk melainkan masih menunggu di tepi jalan selama sekitar 15 menit, memastikan bahwa info tentang ketiadaan potensi tsunami yang saya dapatkan benar dan akurat, karena saat itu masih terjadi beberapa kali gempa susulan. Setelah yakin, saya pun kembali ke kantor, merapikan barang-barang yang berjatuhan dan memeriksa kondisi bangunan kantor. Terdapat retakan-retakan di beberapa bagian dinding, potongan semen berjatuhan ke lantai, dan salah satu bagian pintu kaca di kantor susah dibuka, sepertinya telah bergeser.
Belakangan saya mengetahui dari berita-berita di media massa tentang dampak gempa dini hari itu. Gempa berpusat di Pidie Jaya (berjarak sekitar 60 km dari Sigli), dengan kekuatan 6,5 SR, di kedalaman 15 km. Banyak infrastruktur rusak, atau bahkan roboh, termasuk salah satu swalayan yang berada di seberang KPPN Filial Sigli.
Korban jiwa dan luka banyak berjatuhan. Pengamatan saya, sepanjang hari itu, banyak konvoi TNI dan Polri bergerak dari arah Banda Aceh menuju ke Pidie Jaya. Beberapa kali juga terlihat mobil ambulans yang lalu lalang dengan kecepatan tinggi di jalan depan kantor. Beberapa petugas satker yang saya temui bercerita bahwa mereka juga kehilangan kerabat atau rekan-rekan yang tewas tertimbun reruntuhan. Dari informasi yang saya terima, setidaknya pemerintah dan aparat patut diberikan apresiasi karena mampu memberikan respons tangap darurat yang relatif cepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H