Mohon tunggu...
Girindra Sandino
Girindra Sandino Mohon Tunggu... Pengacara - Semua baik-baik saja

Indonesian Democratic (IDE) Center

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Harapan di Balik Seleksi Anggota KPU-Bawaslu

14 November 2021   02:13 Diperbarui: 14 November 2021   05:47 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Seminggu yang lalu Saya kedatangan kawan lama, yang berniat ikut meramaikan pemilu tahun 2024. Mendaftar sebagai calon legislatif DPRD di salah satu partai besar di Indonesia. Kami berdiskusi dari siang hingga menjelang malam, sambil merumuskan visi dan misi sebagai prasyarat administratif dalam proses penjaringan awal di partai. 

Diskusi kami membuat Saya sadar bahwa walaupun pemilu masih jauh, tapi pertarungan elektoral sudah mulai menghangat di sudut-sudut ruang publik. Dari diskusi itu pula membawa Saya kembali mengkaji perkembangan dan berbagai persoalan pemilu di Indonesia. 

Membaca lagi berita-berita seputar pemilu dan politiknya. Perhatian Saya tertarik pada berita penjaringan dan seleksi anggota KPU dan Bawaslu baru. Karena dua institusi ini memiliki peran sentral dan strategis dalam penyelenggaraan pemilu. Lantas apa yang diharapkan dari calon anggota KPU dan Bawaslu baru yang mendaftar?

Berbicara soal seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu tentu dimulai dari pembentukan Tim Seleksi sebagaimana diamanahkan UU No. 7  Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang konon dikritik oleh LSM-LSM pemerhati pemilu, karena Timsel dari unsur pemerintah kelebihan. Okelah! Itu menjadi catatan khusus tersendiri dan menjadi penilaian jika nanti mereka calon penyelenggara pemilu terpilih. Siapa-siapa saja? Rekam jejak dan latar belakangnya pasti ketahuan jika ada yang tidak beres.

Kemudian yang pasti soal penguasaan teknis pemilu dan seputarnya tentu harus menjadi faktor utama yang dimiliki calon anggota KPU dan Bawaslu, di samping memiliki kredibilitas, integritas, kompentensi dan lain sebagainya. Hal-hal seperti itu sudah umum. Namun boleh juga kiranya jika Timsel mempublikasikan karya-karya tulis mereka calon angota KPU dan Baswaslu tersebut dan mengajak publik mengujinya. Konsep apa yang mereka bawa?

Beberapa hal yang mesti dikedepankan lagi bahwa penyelenggaraan pemilu tahun 2024 sangat kompleks, masih dalam nuansa pandemi, persoalan klasik tentang politik uang yang dampaknya luar biasa destruktif, politik identitas dan Sara, jaminan perlindungan penyelenggara pemilu di tingkat bawah, efektivitas penegakkan hukum pemilu, memperluas dan mempertegas dimensi-dimensi partisipasi publik, meminimalisir relasi konfliktual antar penyelenggara pemilu, mengisi celah-celah regulasi yang terkadang tidak diatur Undang-Undang, dan masih banyak lagi.

Di sini akan dibahas sekilas tentang politik uang dan partisipasi publik saja sebagai sedikit gambaran. Persoalan politik uang dalam pemilu, misalnya, menjadi penting sebagai variabel materi seleksi, karena dampaknya yang sangat panjang dan destruktif baik secara sosial, budaya, maupun  terhadap pemerintahan bersih dan berintegritas yang akan terbangun. 

Bahwa upaya untuk menghadapi politik uang di pemilu yang terpenting adalah persoalan hulu, yakni perbaikan regulasi, banyak celah yang kerap di manfaatkan untuk mendapatkan donor gelap, baik masa pencalonan, dalam tim kampanye, dan masa kampanye, pengawasan yang ketat terhadap belanja politiknya. 

Mereka harus memiliki metodologi campaign finance disclosure atau pengungkapan dana kampanye. Tidak cukup dengan sosialisasi, pendidikan politik pemilih, himbauan dan pemberian sanksi di lapangan. Jika masalah yang hulu belum sepakat dan selesai, maka di hilir jangan berharap akan kelar. Pola yang akan terus berulang atau recurrent pattern. Politik uang terus merajalela!

Selanjutnya dikarenakan penyelenggaraan pemilu masih dalam nuansa pandemi, secara fisik dibatasi, sehingga ruang-ruang publik akan banyak digantikan dengan ruang virtual. Mobilsasi isu baik yang konstruktif dan destruktif akan membajiri ruang digital informatif, seperti medsos. 

Bahwa gagasan dan implementasi pengawasan medsos harus memiliki kehati-hatian, untuk tidak bertentangan dengan perluasan partisipasi publik. Harus dihindari kecenderungan perspektif resmi (official perspective) dan "klasifikasi-klasifikasi resmi" yang menimbulkan keteraturan administrasi yang kaku, menghindari timbulnya "moralitas kekangan", dan kerap kali dapat menimbulkan "class justice" dengan kecenderungan kuat ke arah kriminalisasi tindakan satu golongan masyarakat yang dipandang "mengganggu". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun