Ramadhan adalah bulan yang dinantikan umat muslim di seluruh penjuru dunia. Bulan suci yang hadir setahun sekali ini menjadi waktu yang sangat identik dengan agama Islam, karena di bulan inilah seluruh umat Islam diwajibkan untuk tidak makan dan minum mulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya senja. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, dalam surah Al- Baqarah: 183.
Y ayyuhalladzna man kutiba 'alaikumush-shiymu kam kutiba 'alalladzna ming qablikum la'allakum tattaqn.
Artinya:Â "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Kehadirannya menyapa hati orang-orang beriman yang menyambutnya dengan penuh rasa gembira dan kerinduan. Ia hadir sebagai bulan istimewa yang di dalamnya terdapat hari mulia, salah satunya; hari diturunkannya Al-Qur'an atau biasa kita kenal dengan Nuzulul Qur'an, yaitu malam ke-17 ramadhan. Selain itu terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan; Lailatul Qadar. Pantas saja jika hadirnya selalu dinantikan.
Berbicara ramadhan, apa yang terlintas dalam benak pembaca? Momen apa yang menjadikan rindu tumbuh bermekaran di dalamnya? Dan yang terpenting, sudahkah kita menjamu ramadhan dengan baik dan maksimal! Benarkah kebahagiaan saat menyambut bulan ramadhan itu ada karenanya atau hanya "karena hadirnya".
Melalui buku antologi bernuansa biru langit yang bertajuk "Surat Cinta Untuk Ramadhan" - enam belas penulis bertutur perihal keseruan dan kenangan bersama ramadhan. Ada suka, duka, tangis, tawa, sedih, dan riang membersamainya. Diceritakan dari berbagai sudut pandang penulis dengan beragam kisah dan hikmah.
Buku ini menjadi refleksi bagi kita, mengajak kita untuk berkaca. Selama ramadhan hal apa yang sudah kita lakukan? Bermanfaat atau justru membawa mudharat. Semakin banyak kebaikan yang ditabur atau malah keburukan yang terus dipupuk?
Benarkah rasa bahagia yang muncul dalam diri kita karena hadirnya ramadhan atau justru karena ada "hadirnya". Adanya waktu libur yang panjang, mudik lebaran, mendapatkan tunjangan hari raya (THR), baju-sepatu baru dan lain sebagainya. Jika ramadhan ini adalah waktu terakhir kita bersamanya, masihkah 'bahagia' semacam itu bersemayam?
Buku ini merupakan kumpulan tulisan yang menggugah hati, mengajak pembaca merenung tentang makna spritualitas dan pentingnya menghargai setiap momen kehidupan. Melalui setiap halaman, para penulis membagikan pengalaman pribadi, refleksi mendalam, dan pesan-pesan yang menjadi wasiat serta harapan jika ramadhan ini benar-benar menjadi yang terakhir.
Dari renungan tentang kesempurnaan diri hingga harapan untuk berubah menjadi lebih baik, buku ini mengajak kita untuk merayakan kehidupan dengan penuh penghayatan dan bersyukur atas setiap anugerah yang diberikan.