Mohon tunggu...
Pecandu Sastra
Pecandu Sastra Mohon Tunggu... Penulis - Blogger dan Penulis

Blue | Read | Black Coffee | Social and Humanity | DSF7296 | pecandusastra96 | Ungkapkan Kebenaran Meski itu Sakit

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Di Penghujung Mei

12 Juni 2024   10:22 Diperbarui: 12 Juni 2024   10:34 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Sinea Sastra/Gatot. Ist

Di penghujung Mei merupakan rangkaian puisi-puisi Pecandu Sastra atau Disisi Saidi Fatah. Masih sama pada puisi sebelumnya, membahas perihal duka, luka, dan air mata 

Bait-Bait Puisi

Menjadikanmu aktor utama dalam setiap bait puisi / Adalah kebiasaan yang sedang ku alami / Berlama-lama bermain dengan kata, rima, dan nada, mengajakku menari dengan bayang semu / Melukiskan indah senyum pada bibir mungil mu //

Senyum yang kerap menjadi kobar semangat bagiku / Binar bening tatap matamu / Menjadikanku untuk selalu menetap dan berpaling dari yang lain / Teduh wajahmu adalah bagian bahagia yang ku punya //

Luka dalam setiap baitku / Adalah luka yang tak mampu ku bagi denganmu / Luka sebab rindu untuk bersua, yang terpisahkan oleh waktunya kita / Luka untuk saling bertatap, yang terpisahkan oleh  jarak //

Setiap bait tertulis / Aku berusaha untuk tidak menghakimi mu / Sebab aku tahu, setiap kata terucap adalah doa / Yang akan menjadi nyata pada masanya //

Bumi Ramik Ragom, 2019

Di Penghujung Mei

Di penghujung Mei, di kala senja sore itu / Bergegas menepis genangan air, yang mengguyur setiap langkah / Dingin cuaca senja itu tak aku hiraukan, / Demi berjumpa kau seorang

Aku tak ingin menyiakan kesempatan / Menebus rindu, menembus waktu bersamamu / Tak sabar menikmati panorama indah pada bibirmu / Tak pedulikan apa yang terjadi pada diriku

Berjumpa denganmu. Hal itu yang slalu di benakku / Rinduku harus segera berakhir di penghujung Mei ini / Aku ingin kembali tersenyum, bahagia menyambut Juni nanti / Aku ingin kisah yang terukir pada Juni tak lagi ada duka maupun luka //

Jikalau pun nanti ada, / aku harap tak sedikit pun namamu tercatat / Aku rindu senyum merekah pada bibirmu / Yang kau lontarkan dengan tulus padaku, sebagaimana tempo lalu //

Blambangan Umpu, 2019

       Baca: Kabar Duka Pagi Ini

 Dua Pasang Bingkai Kaca

dua pasang bingkai berkaca, terhiasi dua pasang poto terpajang pada diding sisi pintu kamar / satu hitam bergaris putih. satu putih berpola kuning emas / keduanya sama berharga. sama-sama dicintai //

masih banyak harapan dan impian yang belum terlaksana / keduanya memiliki karakter berbeda. keduanya ialah permata //

sampai di sini, keduanya menjelma dalam mimpi / memahat kenangan yang sulit terlupakan //

   Lampung, 2020

Sampai Batas Ini

Sampai batas ini aku memahami / Jika impian untuk menggapai bahagia bersamamu hanyalah ilusi, cerita fiktif penuh imaji / Akhir kata ini, aku pamit permisi / Semoga tuhan memberi yang lebih baik lagi //

       Baca: Menguak Sisi Kehidupan Dari Novel Pergi Tere Liye 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun