Mohon tunggu...
Pecandu Sastra
Pecandu Sastra Mohon Tunggu... Penulis - Blogger dan Penulis

Blue | Read | Black Coffee | Social and Humanity | DSF7296 | pecandusastra96 | Ungkapkan Kebenaran Meski itu Sakit

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Perjalanan Panjang Bersama Hujan, Drama Nonton Bioskop?

19 Mei 2024   10:57 Diperbarui: 19 Mei 2024   16:47 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah suntuknya aktivitas pagi yang terus diupayakan untuk tetap produktif - ditemani segelas kopi hitam tanpa gula, diriku menikmati konten-konten YouTube. Kala itu beragam podcast singkat didengarkan, dengan harap ada sesuatu yang hinggap di kepala dan mengedukasi pikiran agar lebih bijak dan kian membaik.

Pada sela waktu scrolling beranda, ada sebuah video singkat yang membuat mata terpana dan tertuju padanya. Thumbnail video tersebut simpel, namun yang membuat tertarik ialah judulnya; "Kisah Vina Belum Selesai | Mengungkap Fakta Lewat Film Vina!"

Tayangan video tersebut sudah ditonton sebanyak 2 juta lebih - berisi wawancara eksklusif keluarga almarhumah Vina yang menjadi korban tragedi sadis di Kabupaten Cirebon pada tahun 2016 lalu. Berbicara tentang kronologi peristiwa tragis yang merenggut nyawa dara muda, seorang siswi cantik yang berprofesi sebagai model. Kematiannya janggal, pihak kepolisan mengatakan jika ia mengalami kecelakaan tunggal. Namun, luka pada sekujur tubuh korban mengungkapkan fakta bahwa sangat aneh jika hal itu dikatakan kecelakaan. Singkat cerita, ternyata Vina dibunuh oleh komplotan geng motor. Sadisnya, Vina bersama rekannya disiksa dan ia diperkosa secara bergiliran, sebelum akhirnya meregang nyawa.

Dari sana muncul rasa penasaran dan ingin melihat secara langsung Film Vina: Sebelum Tujuh Hari. Apalagi, kala mendengar rekaman suara asli Vina saat arwahnya merasuki tubuh Linda (sahabat Vina), dari sana lah fakta terungkap, bahwa Vina dibantai dan dibunuh oleh komplotan geng motor.  Puji syukur, Alhamdulillah - berkat dukungan semesta,  Allah hadirkan rezeki-Nya hingga  aku dapat menyaksikan film ini di layar lebar.

Sedari pagi sudah siap dan semangat, tidak sabar menantikan waktu menonton di layar lebar. Bukan karena belum pernah ke bioskop, melainkan atmosfer film Vina inilah yang menjadikan hati menggebu-gebu, apalagi niat menonton film bukan sekadar menjadikan ia hiburan semata, melainkan guna bahan menulis artikel.

Untuk mencapai lokasi bioskop, diperlukan waktu yang lumayan. Meski daerah kita sudah termasuk kota, namun bioskop di sana belum tersedia, hanya ada di kota besar saja. Perjalanan yang cukup jauh ini menguras banyak tenaga - meski ditempuh dengan menunggangi kuda besi dalam kecepatan 80 km/jam, tetap saja banyak waktu tersita. Perjalanan yang seharusnya bisa dilalui dengan waktu 90 menit ini akhirnya memakan waktu 120 menit, dikarenakan cuaca siang kurang mendukung, jadilah perjalanan ditemani rintik rinai hujan penuh syahdu.

Kamu mungkin suka;

       • Air Mata di Ujung Sajadah, Bukti Ketulusan Cinta Seorang Ibu

       • Film Vina: Sebelum Tujuh Hari, Kisah Nyata Pembullyan yang Mengharu Biru dan Menyayat Hati 

Setibanya di lokasi, aku langsung menuju lantai tiga. Terpampang dengan megah ruang mewah terletak sebelah kiri yang tidak jauh dari tangga eskalator. Dengan pintu kaca yang lebar, berdiri dua lelaki di sana menyapa para tetamu yang hadir. Ku sunggingkan bibir, membalas senyum yang mereka lontarkan, salam sapa selamat datang pun kudapatkan dari salah satu lelaki itu sembari ia membukakan pintu. Masih ada waktu 20 menit menuju jadwal tayang selanjutnya, aku pun bergegas membeli tiket agar tidak lama menanti.

Sepuluh menit menunggu di depan studio, kami pun dipersilakan masuk. Aku mendapati tempat duduk di barisan kelima dari depan, kursi di barisan E yang terletak sebelah kiri dengan nomor urut 13. Sengaja aku pilih di sana agar tidak terlalu dekat dengan layar dan tidak pula jauh berada di atas. Tempat yang strategis menurutku. Dan, yang mengejutkan lagi, ternyata yang duduk di barisan itu cuma tiga orang saja; aku dan sepasang suami-isteri. Mereka duduk paling pojok, jadi leluasa bagiku, merasa nyaman dan tidak terganggu dengan penonton lainnya.

Suasana dalam studio yang luas dengan nuansa teater, dan ditambah suara bas yang super besar, menjadikan momen nonton ini lebih berasa. Layar lebar yang membuat mata lebih leluasa, serta sorot cahaya lampu yang pas membuat penonton makin fokus dan larut dalam alur cerita.

Hawa dingin di dalam studio menjadi nikmat tersendiri bagiku, mengiringi jalannya alur film horor yang sedang ditonton. Apalagi setelah ditimpa cuaca hujan dalam perjalanan, mana lupa pula untuk mengenakan kaus kaki. Meski di dalam sudah booking cokelat panas dan popcorn, tetap saja rasa syahdu menyelimuti - terkadang membuat bulu kuduk merinding seketika, bukan karena takut, suasana dan dingin AC yang tidak tertahankan itulah yang membuat merinding.

Usai menonton, kita keluar dengan tertib. Aku kaget, ternyata di luar sana sudah banyak pula calon penonton yang sudah antri untuk memasuki ruangan. Se-viral inikah filmnya, sampai-sampai banyak orang ingin menyaksikan.

Drama menonton tidak berhenti di situ saja. Setelah memasuki toilet - buang air kecil dan basuh wajah, aku tersadar kalau uang cash yang aku bawa rupanya habis. Karena waktu pemutaran hanya tersisa berapa menit, jadi nggak sempat cari makan di luar. Dari pada perut kosong dan mual-mual karena dingin AC di dalam studio, aku pun memesan pop corn dan cokelat panas. Yang salah ialah diriku, karena asal pesan, hingga uang cash habis buat beli hidangan. Alhasil buat bayar parkir pun tidak cukup, jadilah makin bingung, sebab ATM nggak bawa, hanya tersedia saldo di e-wallet saja. 

Segera aku bergegas keluar mall guna mencari minimarket. Dua tempat aku kunjungi, namun tak ada satupun yang bisa, katanya sistem sedang error. Bahkan, untuk mini atm sekalipun tidak kutemukan, meski hanya satu. Karena lelah mencari dan waktu yang kian sore, ku putuskan untuk mampir di masjid dekat Mapolres, rehat sejenak sekaligus melaksanakan shalat asar dan berdoa memohon bantuan Allah agar bisa menemukan mini atm untuk menarik saldo di e-wallet. 

Sebenarnya di dalam tas masih tersisa dua ribu rupiah, 1 lembar uang kertas dengan nominal seribu rupiah dan 1 buah uang koin sisa beli cokelat panas dan popcorn tadi. Karena aku takut uang tersebut tidak mencukupi buat bayar parkir di mall, apalagi dalam rentang waktu dua jam, sebab itu aku cari tambahan buat jaga-jaga sekalian pegangan waktu pulang.

Usai berdoa disertai dzikir juga sholawat, aku ikhtiar memohon Allah agar meridhoi, sehingga aku dapat segera menemukan mini atm atau mini market yang bisa menarik saldo e-wallet tersebut. Uang yang tersisa di dalam tas pun turut menyertai ikhtiar, keduanya aku masukkan dalam kotak infaq masjid, dengan harapan semoga Allah mendengar doaku dan memberi solusi.

Selepas dari masjid aku baru nggeh, jika saldo dana bisa di transfer ke e-wallet lain. Disitulah titik cerah mulai ku temukan. Dan, aku coba menghampiri ojek online (ojol) yang pakai Gopay untuk dimintai pertolongan, puji syukur Abangnya mau bantu dan punya uang cash lebih. Masha Allah, pertolongan Allah yang luar biasa melalui wasilah Abang ojol yang baik hati. Dan, tentunya wasilah empat rakaat yang disertai dengan ikhtiar lainnya. 

Ya, beginilah drama perjalanan dalam momen pertama kali menonton film di layar lebar (bioskop). Sangat-sangat berkesan. Yang lebih ngakak, rupanya biaya parkir selama dua jam lebih itu hanya dua ribu rupiah.  Ya salam... By the way, kalian wajib baca artikel yang aku buat terkait film Vina: Sebelum Tujuh Hari. Klik >>> di sini <<< untuk membacanya. 

Kamu wajib baca artikel ini juga, nggak kalah menariknya lho!

       • Menikmati Atmosfer Masjid Nabawi dari Ar Rahman Blitar 

       • Menyingkap Dunia Malam Dari Novel Re dan peRempuan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun