Mohon tunggu...
Fathurrahman
Fathurrahman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Catatan jalanan

Percaya satu hal, Sederhana tapi Luar biasa !

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pesan Ayah, Jadilah Calon Ayah yang Mandiri!

15 November 2014   21:16 Diperbarui: 9 Agustus 2015   15:54 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berapa hari yang lalu tepatnya tanggal 11 november 2014 merupakan hari ayah, begitu kata mereka yang  menuliskan kata hati buat sang ayah melalui media sosial. Beragam kata dengan rangkaian kalimat yang tersusun rapi berisi puja puji serta do'a untuk sosok seorang ayah menghiasi beranda akun medsos. saya berterimakasih atas apa yang telah mereka sampaikan karena menjadi alarm kehidupan yang membuat saya tersentak dan sibuk mengingat perjalanan yang pernah terlewati bersama sang ayah,  Hebatnya karena dalam waktu yang singkat ternyata kita mampu merangkum dengan rapi peristiwa yang pernah kita alami walaupun telah terlewati belasan hingga puluhan tahun.

Setelah bernostalgia dengan bayang-bayang masa lalu, saya teringat dengan sosok seorang lelaki berambut putih dengan postur tubuh yang tergolong tinggi untuk kaum pria.  ia duduk diteras rumah dengan menikmati secangkir kopi bersama seorang bocah yang ternyata anak laki-lakinya, tidak berbicara tentang bisnis apalagi peristiwa politik yang sedang hangat ditayangkan oleh hampir semua media kala itu. Sang ayah tampaknya sedang bercerita tentang masa mudanya dikampung halaman bersama keluarga dan rekan seperjuangannya serta pengalaman hidupnya ditanah rantau hingga perjalanan mengundi nasib di negeri seberang (Malaysia).

Bocah yang tampak lugu seolah dipaksa menjadi orang dewasa yang harus mendengar dan memahami apa hikmah dari cerita yang disampaikan, hingga pada ujung cerita sang ayah mencoba untuk menawarkan pada anak laki-lakinya itu agar siap pindah sekolah dan tidak tinggal dirumah bersama orang tua dan suadara ntah apa sebab dan alasannya. Herannya si bocah lugu kelas 5 SD yang masih berusia 10 tahun itu tanpa ragu dan tanpa basa basi menyatakan kesiapannya menuruti permintaan sang ayah untuk tinggal disebuah tempat dan melanjutkan sekolah tingkat SD kelas 6.  Waktu terus berjalan dan sang anak tadi menjalani proses kehidupannya tanpa beban hingga akhirnya ia menyelesaikan masa study dibangku Sekolah Dasar.  Satu tahun ia jalani hidup tidak satu atap dengan keluarga, walaupun jarak tak sejauh mesir dan arabia. sesekali ia dijemput untuk pulang kerumah ketika hari libur tiba.

Ternyata tidak hanya sampai disitu, suatu ketika pria berambut putih itu terlihat duduk diteras rumah itu lagi bersama anak tersebut. ia kembali bercerita tentang beberapa sosok orang sukses yang mandiri kerena kegigihannya menerjang badai dan kerasnya arus persaingan, salah satu sosok yang ia ceritakan itu adalah paman dari anak itu sendiri yang tergolong sukses di era itu. setelah bercerita panjang lebar tiba-tiba sang bapak kembali meminta kepada anaknya itu untuk melanjutkan sekolah menengah pertama (SMP) ditempat yang lebih jauh dari tempat sebelumnya, tanpa memikirkan apa hubungan antara cerita yang baru ia dengarkan dengan keinginan agar anaknya pergi menempuh study didaerah yang bukan tanah lahirnya. akhirnya anak itu  menuruti keinginan ayahnya dengan sedikit berat karena jarak tempuh yang cukup jauh, menuju kedaerah itu memakan waktu sehari semalam menggunakan kapal laut dan dilanjut dengan menggunakan jalur darat kurang lebih 6 jam, hal itu yang membuat si bocah agak berat karena dia bisa pulang bertemu keluarga hanya satu tahun satu kali jika ada libur panjang.

Setelah sedikit mempertimbangkan di usia menuju remaja, ia tetap pergi mengikuti permintaan sang ayah yang mungkin punya tujuan dan maksud tertentu. tanpa sadar akan waktu yang terus mencuri hari, sang anak lulus dibangku sekolah SMP dan melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi yaitu sekolah menengah atas (SMA) ditanah rantau tersebut hingga pada saat sang anak duduk dibangku kelas 2 SMA si bapak meminta agar anaknya pulang melanjutkan study dan berkumpul kembali ditngah keluarga, rasa bahagia hadir setelah masa kecil selama 5 tahun jauh dari rumah dan jauh dari jangkauan orang tua serta saudara.

Satu dua tahun berjalan akhirnya ia lulus dibangku sekolah SMA, Ayahnya tidak lagi memaksakan untuk melanjutkan kuliah sesuai keinginannya akan tetapi anak tersebut diberi kebebasan untuk memilih dimana ia ingin melanjutkan kejenjang perkuliahan. dengan beberapa alasan akhirnya sang anak memilih tempat rantauan terdekat yang bisa ditempuh dengan 3 jam melalui jalur darat agar bisa pulang kerumah menjenguk orang tuanya minimal setiap bulan atau paling tidak disetiap hari libur.

Remaja berusia 17 tahun itu berangkat meninggalkan rumah dengan satu tekad yaitu menuntut ilmu dan mencari pengalaman hidup menuju ke suatu tempat yang tak pernah dikunjungi sebelumnya, ia tinggal bersama beberapa kawan yang memiliki kesamaan tujuan. mendaftar kuliah dibeberapa perguruan tinggi yang pada akhirnya dinyatakan lulus tes pada kampus swasta, ia memilih fakultas hukum dengan alasan jurusan itu sesuai dengan pengalaman hidupnya selama sekolah jauh dari orang tua ketika SD,SMP dan SMA yang kala itu hidupnya penuh dengan aturan sekolah yang membatasi ruang gerak serta kebebasannya dengan aneka ragam aturan sehari-hari yang sifatnya mendidik untuk survive dikemudian hari.

Satu keadaan menyedihkan dan membuat si bocah yang beranjak dewasa tadi sedikit kebingungan, disaat ia sedang mengurus proses registrasi untuk memulai kuliahnya tiba-tiba ia mendapat telfon dari ayahnya yang memintanya untuk segera pulang. ternyata lelaki tua itu sedang sakit dan meminta agar putranya yang baru saja lulus SMA itu menjenguknya, ia pun pulang dimalam hari sesaat setelah mendapatkan telpon dari ayahnya sendiri. esok hari ayahnya meminta agar ia kembali ke kota dimana ia melanjutkan study dengan alasan karena keadaan sang ayah sudah agak membaik, setelah sehari berada dikota rantauannya tiba-tiba ia dikabarkan kembali oleh ibunya bahwa ayahnya sedang dilarikan ke Rumah Sakit Umum (RSU). ia bergegas untuk pulang menjenguk ayahnya tersebut menempuh perjalanan 3 jam dimalam hari, wajahnya seolah tetap tegar ketika menemani seorang ayah yang sedang terbaring lengkap dengan peralatan medis ditubuhnya, ketika keadaan agak membaik ia mencoba mengajak sang ayah mengobrol dengan obrolan ringan dan sedikit canda tawa untuk menghibur lelaki tua yang sangat ia cintai itu hingga ayahnya benar-benar tertidur lelap.

Esok hari anak yang sudah bukan bocah ingusan itu terlihat asik mengobrol sambil mengurut bahu sang ayah di kereta tidur pasien, di sela obrolan tiba-tiba sang ayah menyampaikan bahwa ia akan melakukan sembahyang sambil baring layaknya perintah bagi orang yang sedang sakit. ternyata kesempatan itu adalah kesempatan terakhir sang anak untuk berbicara dengan seorang ayah yang selama ini mendidik, menafkahi dan merawatnya. Seorang bapak yang menjadi panutan dan harapan pemberi motivasi itu telah pergi untuk selamanya menghadap sang Khalik Allah SWT tepat dipangkuan putranya.

Sekitar seminggu kemudian setelah kepergian si ayah, anak lelaki yang terdaftar menjadi mahasiswa baru disalah satu perguruan tinggi itu kembali ke kota rantaunya. ia bertekad melanjutkan kehidupan secara mandiri dikota itu untuk membuktikan bahwa keputusan yang telah diambil oleh ayahnya selama ia sekolah tak lain dan tak bukan adalah untuk mengajarkan kepada anak untuk hidup mandiri dan mampu melawan kerasnya pertarungan hidup. apalagi ketika sang ayah yang menjadi tulang punggung sudah tiada maka anak lelaki lah yang menjadi penanggugjawab atas ibu dan saudaranya, ia sadar bahwa apa yang dilakukan ayahnya selama ini adalah modal yang kuat untuk melanjutkan hidup secara mandiri. Alhasil hingga saat ini ia masih menjalani proses hidup hampir 12 tahun sejak ditinggalkan oleh sang pejuang yang juga ayahnya sendiri, ia tetap berada dikota rantau yang kini ia anggap menjadi kotanya sendiri.  berjuang untuk kebahagiaan seorang ibu yang setia tinggal dirumah bersejarah atas nama cinta, kasih sayang dan kesederhanaan walaupun apa yang ia lakukan tidak akan pernah cukup untuk membalas jasa penuh keikhlasan seorang ibu dan ayah, tapi ia berkeyakinan bahwa kegigihan dan usaha yang maksimal setidaknya mampu membuat seorang ibu tersenyum dan tidak meneteskan air mata.

* Kisah ini adalah kisah nyata dari seorang laki-laki yang tak kenal lelah menghadapi nikmat hidup secara mandiri, perjalanan hidupnya seakan ingin memberi bukti pada siapa saja bahwa hidup mandiri bukanlah hal yang mustahil bagi orang yang ingin melakukannya dengan sungguh-sungguh dimanapun tempatnya*

#SelamatHariAYAH

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun