Mohon tunggu...
hrieny
hrieny Mohon Tunggu... -

belajar menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak "Ngadat" Saat Waktu Anda Genting?

18 Maret 2016   09:48 Diperbarui: 18 Maret 2016   09:57 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sumber : www.pendidikankarakter.com"][/caption]

"Kakak, ayo bangun! Sudah pagi. Ayo mandi !"

Si kakak tak lama kemudian bangun. Mengambil sepatu Ayah, Ibu, Adik dan juga miliknya. Ia tata di lantai. Si Kakak sudah terbiasa dengan sigap membantu beberapa persiapan di setiap pagi hari.

"Adik, dik....!" Ku goyang-goyang badannya berusaha membangunkan.

"Ayo bangun, sudah pagi, nanti terlambat loh. Adik belum juga membereskan buku yang akan dibawa ke sekolah kan?" .

Sambil mata masih terpejam, si Adik mengangguk. Duh, dalam hati, nih Adik memang sudah bangun atau gerakan reflek aja niy. Alhasil benar saja, waktu makin menunjukkan saatnya jemputan anak-anak datang, si Adik belum juga siap. Setiap kali dibangunkan, Ia membuka matanya. Kutinggal sebentar, kembali lagi si Adik sudah memejamkan matanya kembali.

"Aaarrrgg !!" rasanya sudah ingin marah.

Sementara aku memasak untuk bekal si Kakak, menyiapkan pakaian untuk Ayah dan anak-anak, juga persiapanku sendiri. Maklum jadi wanita karier, plus ibu rumah tangga yang tanpa asisten. Setiap harinya misiku harus berhasil. Ayah siap berangkat pagi. Anak-anak sudah sarapan, membawa bekal makan siang, dan siap berangkat dengan sempurna. Satu hal lagi, aku pun harus sempurna bisa berangkat tepat waktu ke kantor. Ya, aturan kantor, datang telat potong gaji dan harus membayar ketelatan waktu dengan pulang lebih malam. Yup, begitulah aktifitas setiap pagi yang boleh dibilang "rempong". Terutama buat si Kecil yang masih belum sigap untuk bekerja sama.

Suatu pagi, seperti biasanya aktifitas "kerempongan" dimulai. Tapi kali ini aku kaget, si Adik luar biasa mudah sekali dibangunkan. Ia langsung membuka matanya dan tersenyum.

"Wah, luar biasa Adik bangun dengan cepat. Kakak sudah selesai mandi, Ibu akan mandi dulu, setelah itu Adik ya...! " Aku jadi bersemangat niy.

"It will be perfect", gumamku.

Selesai mandi dan persiapan berangkat ke kantor. Aku mendapati si Adik sudah duduk di lantai dengan wajah yang kusut dan merengek. Sambil matanya berkaca-kaca, dan bicara pelan yang sangat tidak jelas. 

"Adik kenapa? Ada apa? Ayo, Adik sudah hebat bangunnya cepat, sekarang mandi ya.." Aku berusaha membujuk.

"Aaah..." "Iiihhh", sambil menendang-nendang kosong, tangan dikepal-kepal seperti kesal, dan bicara tidak jelas.

Masih berusaha sabar, kutanya kembali "Adik kenapa, ayo Adik kan laki-laki, ada masalah apa, harus bicara dengan jelas. Apa yang salah? Apa Adik sakit? Adik kesal dengan siapa? Adik mau apa?" Kuberondong pertanyaan karena sabarku sedikit-sedikit berkurang.

Waktu sudah menunjukkan pukul 6.30 wib. Lima menit lagi jemputan sekolahnya datang. Dan tentunya lima menit lagi pun aku harus sudah berangkat. "Huaaaaaaaa" tangisku dalam hati menahan kekesalan. Mengapa saat waktu kita genting seperti ini, dan sepertinya pagi tadi bangun tidur sudah diawali langkah yang bagus dengan Adik cepat bangun, tapi sekarang ada masalah apa lagi. "Hiks".

Kucoba tarik nafas yang seeedalam-dalamnya. Tenangkan hati dan pikiran. Kucoba lagi ajak bicara dan nadaku tegas untuk supaya Adik juga tegas menunjukkan sikap. Ia berusaha negosiasi dengan tidak berangkat sekolah. "Whaatt????". Aku merasa sangat rugi rasanya, hari ini harus sempurna. Pagi ini sudah diawali yang bagus, ini harus sempurna. Karena dengan si Adik tidak sekolah, Ia akan seharian mengangguku di kantor. Aku berpikir keras, strategi untuk membujuk si Adik.

Akhirnya, aku coba tenang walaupun sudah tidak tenang melihat jam dinding yang sudah menujukkan pukul 6.50 wib. Aku sudah pasti telat. Aku pikir, kalau anakku ku ijinkan tidak sekolah, ia akan mengulangi sikap ini karena seringkali setelah kuajak bicara, ia mengakui bahwa ia hanya malas atau masih mengantuk. Walaupun masih kelas 3 SD tapi ia tidak boleh belajar malas. Ia harus belajar bertanggung jawab bahwa tugasnya adalah belajar di sekolah.

Negosiasi yang cepat dengan kata-kata yang membangkitkan semangat dia. "Adik itu anak Ibu yang hebat. Bangun pagi hari ini cepat sekali, luar biasa. Adik semalam juga sudah belajar" (maklum...jarang-jarang dia mau belajar). Sayang donk kalau hari ini Adik memilih dirumah. Adik tidak mendapatkan ilmu dan ketemu dengan teman-teman.Ingat, Adik kan bertekad untuk belajar satu langkah didepan teman-teman, kalau Adik tidak sekolah, maka teman-teman yang akan mendahului Adik." Sambil aku bicara dan menuntunnya untuk mandi. "Coba Adik tunnjukkan pada Ibu, bisa gak nih mandi 2 menit saja?" Aku mencoba menantang kesigapan Adik. Tanpa sadar, dia merasa panas. dan segera menyelesaikan mandinya.

Sambil Adik pakai baju, aku mencoba cerita hal-hal yang menarik untuk usia dia. Aku cerita tentang alien. Kebetulan tadi malam nonton film "Mens in Black" di TV. Wah berhasil, Adik memperhatikan ceritaku sambil berpakaian dan Ia telah lupa akan marahnya tadi pagi. Entah masalahnya apa, entah karena apa. Yang jelas adakalanya si Anak tiba-tiba ngadat. Dan untuk para Ibu yang memiliki waktu yang cukup banyak mungkin bisa bernegosiasi cukup panjang dengan menanyakan terlebih dahulu masalah si Anak, dengarkan dengan baik dan seksama. Tapi untuk para Ibu yang waktunya cukup sedikit dan dikejar-kejar, sangat butuh strategi untuk menghadapi anak "ngadat" seperti ini.

Berikut sedikit tips berdasarkan pengalaman pribadi. Bisa jadi cocok dan bermanfaat bisa jadi tidak karena tergantung anak masing-masing :-)

1) Bersikap tenang dan menghimpun kesabaran.

Tetap bersikap tenang. Tarik nafas dalam-dalam. Aku pernah merasa sangat cape dan stress rasanya kalau setiap pagi menghadapi masalah yang berulang. Rasanya sudah disiapkan secara sempurna. Tapi ada saja masalah dari anak yang mungkin sebenarnya mereka hanya ingin mendapatkan perhatian dari kita orangtuanya. Tapi pada saat yang tidak tepat, hal ini akan menjadi masalah yang besar. Sampai-sampai aku pernah mencoba untuk menemui seorang psikolog anak, kebetulan temanku. Aku mengatakan maksudku ingin membawa anakku untuk bicara dengan dia. Tujuanku ingin tahu, anakku ini mengapa sering mencari-cari masalah di pagi hari. Hahahaha...mungkin aku yang tidak sabaran. Tapi aku juga ingin tahu apakah anakku sebenarnya ada masalah di sekolah yang menyebabkan dia cari-cari alesan untuk tidak berangkat, dan mungkin anakku enggan cerita denganku. Tapi, jawaban temanku ini membuatku kaget sekaligus malu. Jawabannya sambil temanku tersenyum "Mba, kalau sikap anak seperti itu, itu yang harus ku terapi Ibunya. Karena sikap anak sangat dipengaruhi oleh Ibunya. Kalau Ibunya tenang, Insya Allah anak mau bekerja sama". 

Yup, aku ingat. Suatu kali, bukannya tenang tapi aku marah-marah. Alhasil, anak semakin menangis dan apapun yang terjadi Ia memilih tidak berangkat sekolah. Rumah berantakan karena anakku juga marah dan mungkin kesal sehingga ia melempar apapun yang ada didekatnya. Ia menangis dan aku terbawa emosi juga menangis. Rumah menjadi sangat berisik. Dan hasilnya juga aku tetap terlambat ke kantor. Bahkan pergi ke kantor dengan perasaan gak karuan. Tidak bisa konsentrasi karena ingat masalah dengan anakku yang belum selesai. Sekaligus khawatir karena meninggalkan ia dalam keadaaan yang tidak hepi.

So, walaupun berat. Tapi ketika kita tenang, kita akan membawa suasana tenang juga buat si Anak. Dan tentunya bisa membuat kita lebih kreatif untuk berpikir strategi bujukan untuk si Anak.

2) Dengarkan masalah anak dan peluklah.

Nah, ini kalau waktu kita cukup panjang, ada baiknya dengarkan masalah anak sampai dengan tuntas. Menjadi pendengar yang baik dan menunjukkan kita ada untuknya. Membuat anak juga merasa ada teman dan aman. Tapi, kalau waktu kita mepet, cukup tanya sekali masalah anak. Kalau ia tidak juga mau bicara jelas masalahnya. Abaikan sebentar. Alihkan dengan memberikan semangat untuk dia. Jangan berlama-lama teruuus menggali masalahnya dan yang ujung-ujungkan akan mendatangkan masalah juga buat kita dan menguji kesabaran kita.

3) Alihkan "sementara" perhatian anak.

Ketka anak jelas membicarakan masalahnya, coba carikan solusi yang paling memungkinkan. Ingat jangan menjanjikan sesuatu yang tidak tepat. Misalnya kita belum punya solusinya tapi kita membujuknya dengan membelikan mainan atau memberinya uang untuk supaya dia mau bekerja sama dengan kita. Hal ini sangat tidak baik kedepannya. Anak akan belajar untuk mencari masalah yang ujungnya agar keinginannya dipenuhi. Atau, coba alihkan dengan bercerita hal yang sama/ menyerupai masalah anak kita, dan bagaimana menghadapinya. Alihkan lagi dengan cerita atau hal-hal yang membuatnya senang dan menarik buat dia. Menurut pengalaman, Ia akan lupa dengan masalahnya.

4) Berikan kata-kata semangat dan positif.

Ketika anak bermasalah dan "ngadat" , dia akan mencoba mencari siapa yang akan disalahkan. Walaupun posisi si Anak saat itu salah, tapi ia akan berusaha menjadi posisi yang benar. Jika kita langsung hantam dengan kata-kata negatif yang ada si Anak tambah ngadat dan menangis, dijamin deh. Apalagi dengan ancaman, sikap ini yang harus para orangtua hidari. Anak yang diasuh dengan pola ancaman akan menjadi pribadi yang mudah cemas dan takut, tidak percaya diri, tertekan dan selalu merasa salah. Berikanlah semangat dan kata-kata positif bahwa anak kita itu hebat kalau mau bekerja sama. Ia hebat karena tetap mau sekolah, bahwa ia sudah hebat dengan sudah berusaha bicara walau tidak jelas. Pokoknya yang positif deh ...

5) Jangan salahkan anak.

Supaya situasi aman terkendali. Hindari juga terus menyalahkan anak. Cobalah berdamai dahulu mengingat waktu kita yang sempit. Mungkin bisa dengan bijak, untuk masalah yang belum selesai akan kita bicarakan kembali dengan anak setelah pulang sekolah atau setelah kita pulang dari kantor. Kita berikan pengertian ada hal penting yang perlu dilakukannya hari ini, Ia harus berangkat sekolah dan Ibu harus segera berangkat ke kantor. Bahkan mungkin ada kalanya justru kita yang mengakuui salah. Misalnya saja anakku si Adik yang merasa katanya aku membangunkannya membuat ia kaget dan gak nyaman. Baiklah, aku minta maaf kepada anakku dan berjanji tidak mengulangi dan membujuknya untuk menunjukkan bahwa anakku hebat mau bekerja sama :-)

Sedikit sharing pengalaman...semoga bermanfaat... :-)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun