Mohon tunggu...
Ilham Baharuddin
Ilham Baharuddin Mohon Tunggu... -

aku Berpikir, maka aku ada" sebuah kata magic yang tertera dalam benakku sampai membuatku berani mengelolah sebuah blog yang bisa dibaca oleh orang yang mau berpikir saja. ilham baharuddin, nama yang tertera di akta kelahiranku. Saya dilahirkan 21 tahun yang lalu di pinggiran laut pulau kalimantan. Sekarang saya berdomisili di kota daeng makassar. Tempat dimana saya bertekad untuk merubah hidupku ke arah yang lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Satu Doa, Dua Dosa

5 September 2012   07:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:53 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Senja ini membawa Ishak dalam terawang awan masa depan. Sekali-kali dia melihat hembusan angin masa lalu yang mengingatkan dirinya pada dua pesan yang dibawanya dari sebuah kampung kecil terpencil. Dua pesan dari dua orang yang sangat berbeda dengan umur, tapi mereka dengan misi yang sama menasehatinya dengan cinta dan hati. Senyum itu mengundang air mata jatuh tiba-tiba bak hujan di siang kemarin tanpa ditandai dengan senandung mendung.

Setahun rasanya Ishak berada di kota impiannya untuk menggapai cita yang teramat tinggi jika diukur dari teman-teman sebayanya di kampung. Entah karena pendidikan di kampung Ishak memang rendah ataukah Ishak memang punya budaya asing dari adat kampungnya. “Mama, saya masih mau sekolah lebih tinggi lagi” pinta Ishak setelah resmi memegang ijazah yang tertinggi di kampungnya, ijazah SMA yang didapatnya dengan perjuangan 12 kilometer perjalanan dari tempat tinggal Ishak. Ibu yang penuh pengertian hanya bisa senyum.
***
Setahun sebelum senja itu, Maemunah adik kecil Ishak yang baru saja lulus SD mempersiapkan makanan Ishak sebelum berangkat ke kota. Ishak yang tengah sibuk beserta ibunya yang sudah berumur melipat pakaian yang akan dibawanya ke kota. Hari itu Ishak akan melanjutkan pendidikan tingginya di kota sekitar 360 kilometer dari kampung halamannya.

Sitti Nuraeni atau biasa dipanggil Ibu Sitti, nama ibu Ishak yang sehari-harinya menjadi guru mengaji anak-anak di kampung. Terpancar cahaya keikhlasan melepas anak laki-laki satu-satunya yang dia miliki. Sekali-kali senyum tersungging melihat Ishak sibuk mengecek perlengkapan yang akan dibawanya. Empat tahun yang lalu, Sahar ayah Ishak meninggalkan mereka merantau ke negeri seberang tanpa ada berita lagi. Sehingga ibu ishak membanting tulang mencari sedikit pendapatan dan biaya sekolah Ishak dan Maemunah.

“Ma, semua sudah siap” lapor Ishak dengan senyum bahagia sambil mengusap peluh setelah membereskan perlengkapannya. Binar mata Ibu Sitti membalas senyum Ishak sambil menyeka tanda haru di wajah keriputnya. “iya nak, mari kita makan bersama dulu, munah ambilkan piring kakakmu nak” panggilan mesra Ibu Sitti seraya memegang pundak Ishak.

“makanan ini enak sekali Ma, pasti mama yang buat” seperti biasa Ishak memuji masakan ibunya yang katanya paling enak sedunia. “sayur itu masakanku kakak, mama yang ajari saya” balas Munah yang dari tadi senyum yang juga ingin diperhatikan oleh ibu dan kakaknya. “iya, akan lama lagi kamu makan masakan Mama nak, makan yang banyak” ujar ibu Sitti yang gembira melihat kedua anaknya yang sudah besar meski hanya dia seorang diri yang menafkahi keluarga mereka.

“jadi apa rencanamu saat di kota nanti nak?” Tanya Ibu Sitti pada Ishak. “Begini ma, setelah saya di kota, saya akan mendaftar di kampus sana” jawab Ishak setelah menelan  makanannya. Kebiasaan mereka akan selalu berdiskusi saat berada di meja makan. Ini pesan dari kakek Ishak selagi masih hidup mengatakan kalau semua masalahmu selesaikanlah di meja makan.

“terus nanti kamu tinggal dimana nak?” Tanya Ibu Ishak lagi. “nanti saya tinggal di masjid dulu ma, kata teman Ishak kalau di kota itu banyak mahasiswa memilih tinggal di masjid untuk sementara ma” senyum Ishak dengan penuh semangat.

“ Ingat nak, kata Rasul kita ada dua dosa yang akan disiksa di dunia terlebih di akhirat, berzina dan durhaka sama orang tua.” Ibu Ishak memulai menasehati Ishak dengan lembut.

“ Kamu itu laki-laki nak, jangan sampai kamu rusak anaknya orang di kota. Sudah banyak contohnya di tv kalau mama lagi nonton di tetangga sebelah. Apalagi ada juga contohnya sepupu kamu yang baru saja pulang dari kota dan sudah membawa istri dan anaknya tanpa diketahui oleh orang tuanya. Ingat nak, kamu punya cita-cita yang tinggi, jangan sampai cita-citamu kandas karena anaknya orang.” ujar Ibu Ishak, sekali-kali mengunyah makanan di tangannya. Ishak mendengarkan dengan penuh haru.

“Ingat nak, suatu saat kamu berhasil di kota, jangan lupa orang tua dan adikmu di kampung. Kamu sudah pernah dengar kan kisah Maling Kundang? Jangan sampai kamu ikut jejak Maling Kundang. Kalau kamu punya sedikit uang cobalah untuk menghubungi Mama di sini. Mama hanya bisa berdoa di sini nak.” Lanjut Ibu Ishak.

“Mama, doakan Ishak supaya saya tidak mengecewakan Mama.” Jawab Ishak sambil menyudahi makanannya. “Munah, apa nasehatmu untuk kakak?” Tanya Ishak tiba-tiba kepada adik kecilnya yang dari tadi memperhatikan perbincangan Ibu dan kakaknya. “ ummm kalau Munah cuma mau nasehati kakak, jangan lupa tiap hari berdoa rabbilgfirli wali wali dayya warhamhumaa kamaa rabbayaanii shagiraa itu saja kakak supaya kakak tidak lupa sama Mama“ Senyum Munah dengan bangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun