Mohon tunggu...
Juru Ketik Saja
Juru Ketik Saja Mohon Tunggu... wiraswasta -

Cemberut dalam sangkar butut, berkabut lembut. ~Selamat pagi, selamat unjuk gigi~

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

PLAYBOY KARET ~Seorang Lelaki Pantang Ingkar Janji~

6 Agustus 2013   23:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:33 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Musuh bebuyutannya berteriak lantang menggema. Sangat tidak sopan. Terus-menerus berteriak memancing emosinya. Dengan sengaja semakin lama semakin keras dan pantang menyerah, berusaha merusak gendang telinganya. Namun dia masih saja acuh dan berusaha bersabar menahan emosi. Hingga kemudian musuh bebuyutannya itu diam. Senyap. Dia lega sambil berkata dalam batin.

“Hahaha… akhirnya menyerah juga kau, cuma segitu kemampuanmu hah? Bukan tandinganku!!”

Dia kembali terpejam sambil berusaha mengingat mimpi yang tadi dia alami.

“Wahhh ... padahal hampir saja aku menciumnya” dia teringat kejadian dalam mimpi tadi, menyesal dan kesal.

“Ah, tapi tak apalah, yang penting aku masih bisa bercinta dengan guling kesayanganku ini”, dia menghibur diri.

Belum sempat kembali terlelap, tiba-tiba musuh bebuyutannya itu kembali berteriak. Hingga akhirnya dengan perlahan dia membuka matanya. Dia memandangi musuh bebuyutannya itu, yang berdiri dengan sombongnya dan berusaha membuatnya hilang kesabaran. Hingga habislah kesabarannya. Emosinya terpancing.

“Jam beker sialan!!!” bentaknya sambil berusaha sekuat tenaga untuk bangkit dari tempat tidur dan mendekat ke meja tempat beker itu tergeletak.

“Mampus kau!” sambil menekan tombol off pada beker itu.

Dalam keadaan setengah sadar dia berusaha mengingat hari apakah ini.

Ini hari Minggu.

Tidur lagi aja daaahhh. Malu sama bantal kalau kamu bangun sepagi ini.

Kalender yang menempel di pintu kamar seakan mengingatkan dan mentertawakannya.

Hari Minggu. Seharusnya dia bisa tidur sepuas mungkin. Tetapi hari minggu kali ini berbeda. Dia harus bersiap sesegera mungkin dan sampai di studio jam 8 pagi ini.

“Woi, David Becker!! Pagi ini aku boleh kalah, tapi besok jangan harap aku sudi bangun gara-gara kamu.”katanya ketus sambil memandang geram jam beker itu.

Pantang bagi Aden untuk melanggar janji. Kecuali apabila dia lupa, dan sayangnya dia adalah seorang pelupa kronis. Tetapi beruntunglah kali ini dia ingat. Dia mempunyai janji dengan seseorang untuk bertemu di studio hari minggu jam 8 pagi.

Dalam keadaan masih sangat mengantuk Aden menuju studio yang tidah jauh dari tempat kostnya. Hanya perlu berjalan kaki kurang lebih lima belas menit untuk sampai di studio. Namun kali ini langkahnya serasa berat. Rasa kantuk masih menghinggap dan rasa malas masih menyelinap dalam dirinya. Semalam bandnya mengisi acara di D'jowo Lounge. Rencananya adalah setelah selesai manggung jam dua langsung pulang dan tidur untuk persiapan paginya. Sial bukan kepalang malam itu terjadi keributan. Salah seorang pengunjung tiba-tiba mengamuk dan memukuli salah seorang pengunjung lainnya. Polisi datang. Dari sekian banyak saksi mata, dialah yang diminta ikut ke kantor polisi gara-gara kejadian tersebut untuk dimintai keterangan sebagai saksi mata. Saksi mata yang telah mengatuk dan terpaksa harus begadang di kantor polisi!!!


Di atas sofa merah seorang lelaki setengah baya duduk menunggu. Di sampingnya terdapat secangkir kopi yang tinggal hanya ampasnya.

“Ah dia telah lama menunggu” batin Aden.

Langsung saja Aden melempar senyum untuk sedikit mengurangi rasa bersalahnya.

“Maaf pak Bowo membuat anda menunggu.” kata Aden sambil memasang muka sesedih mungkin, pura-pura menyesal.

Nampaknya dia sedikit berhasil. Lelaki itu membalas senyum, meskipun senyumnya sangatlah hemat, hingga Aden merasa itu senyum sindiran, seolah-olah lelaki tersebut berkata “Indonesia sekali kamu itu!”

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Indonesia terkenal dengan jam karet. Kereta telat adalah biasa. Tetapi menjadi suatu hal yang sangat luar biasa apabila di Indonesia ada kereta api yang tepat waktu. Atau mungkin, jangan-jangan motto perusahaan kereta api tersebut adalah alon-alon asal klakon.

Sebelum Aden duduk, lelaki itu berdiri. “Maaf mas, pak Bowo ndak bisa datang karena ada urusan mendadak. Kulo cuma disuruh menyampaikan pesan sama sampean, besok sampean disuruh ke rumah beliau. Ini alamat rumahnya.” kata lelaki itu sambil memberikan secarik kertas memo.

“Oh saya kira bapak itu pak Bowo, … ya sudah pak, besok saya ke rumah beliau.” Kata Aden, sedikit kecewa.

Kemudian lelaki setengah baya itu pamit pulang. Aden membaca tulisan dalam secarik kertas memo tadi.

Jalan Ratu No. 9

Jam 5 sore. JANGAN TELAT!!!!!!!

“Buset tuh orang, udah batalin ketemuan seenaknya sendiri eh pake bilang ‘jangan telat’ segala.” gerutu Aden.

“Tuh orang belum tahu siapa aku ini. Aden si lelaki sejati, yang selalu tepat janji! Seumur-umur baru tadi aja aku telat.” tambahnya masih sewot.

Itu yang dia ingat.

Kemudian dia kembali melihat alamat tersebut. Berusaha mengingat nama jalan yang sepertinya tidak asing baginya.

“Ini kan dekat rumah Fidhi? “ Aden terkejut, tapi senang.

Sekalian mampir!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun