Mohon tunggu...
Coolis Noer
Coolis Noer Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writing to Release an Overthinking

Menulis sebagai bentuk ekspresi, juga mengungkapkan rasa syukur

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Bagaimana Suasana Hati Itu Bisa Terjadi dan Apa Emosi Itu?

4 Juni 2023   15:43 Diperbarui: 4 Juni 2023   16:02 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Roller coaster, mungkin itulah emosi. Iya, emosi, atau perasaan yang muncul tiba-tiba dari dalam diri kita. Entah itu senang, sedih, haru, sesal, semangat, bosan dan lainya. Perasaan-perasaan itu muncul begitu saja silih berganti sehingga mempengaruhi suasana dalam diri kita setiap harinya. Jika kita umpamakan rasa bahagia itu seperti hal baik yang posisinya di atas dan rasa sedih itu seperti hal yang posisinya di bawah maka emosi kita seperti roller coaster, naik dan turun. Kita sering menyebutnya mood. Orang yang emosinya naik turun biasanya disebut moody.

Adalah hal yang wajar jika mood kita naik dan turun sebenarnya, namun tidak bagi orang lain. Orang-orang di sekitar kita akan merasakan perubahan di dalam diri kita saat mood kita sedang tidak terkontrol. Luar biasanya Tuhan menciptakan setiap sel-sel di dalam tubuh kita mampu berbicara untuk menunjukkan suasana hati kita bahkan saat kita sedang menutupinya.

Di dalam diri kita, Tuhan ternyata menciptakan sebuah sistem yang mampu menggerakkan diri kita disaat sudah merasa bosan dalam satu aktifitas atau kegiatan. Kita akan terdorong untuk berpindah ke tempat atau aktifitas lain saat di satu kegiatan, alam bawah sadar kita sudah merasa cukup dan butuh hal lain sebagai penyegaran agar tidak melulu di satu aktifitas atau tempat yang sama. Kita akan lebih bersemangat kembali saat sudah meninggalkan aktifitas sebelumnya dan menghadapi aktifitas, tempat atau lingkungan yang baru, bahkan sekedar hal kecil seperti mendapati es krim yang manis, lembut dan dingin sudah mampu mengembalikan semangat kita dari kebosanan di satu aktifitas.

Beranjak itu perlu dan memperbarui suasana hati atau emosi itu tidak melulu hal yang butuh konfirmasi. Cukup diri kita disaat sistem yang bekerja di alam bawah sadar diri kita sudah memberikan notifikasi cukup, maka kita sendiri yang memutuskan untuk beranjak. Tidak melulu untuk suatu keputusan yang besar, namun untuk suatu hal kecil di saat kita butuh penyegaran maka lakukanlah untuk diri kita. Sebagai seseorang yang tidak pandai dalam mengantarkan emosi jiwa, kadang para introvert butuh konfirmasi untuk melakukannya, wajar namun mulai harus memberanikan diri mengabaikan keinginan mendapatkan konfirmasi dari sekitar. Cukup diri kita sendiri yang memutuskan.

Suasana hati yang naik dan turun itu baik. Tandanya sistem kita masih bekerja. Apabila kita sudah tidak merasakan naik dan turunnya suasana hati, akan ada indikasi bahwa di dalam diri kita mengalami sebuah keadaan yang tertekan. Mungkin tekanan emosi itu muncul justru dari diri kita sendiri yang mungkin karena khawatir akan persepsi orang lain terhadap diri kita, akhirnya tanpa sadar berulang dan saat menghadapi hal yang sama kita cenderung menekan emosi kita agar tidak muncul. Hal ini tentu berdampak pada kesehatan jiwa kita karena selalu mengalah pada orang lain.

Dalam suatu hal, mengendalikan suasana hati itu perlu namun tidak perlu harus ditekan. Sebagai contoh disaat kita dihadapkan dalam kondisi berinteraksi dengan orang lain untuk urusan pekerjaan misalnya maka kita harus pandai menjaga suasana hati dan emosi agar tidak mempengaruhi interaksi sosial dengan orang di sekitar kita. Namun saat kita menjumpai sebuah keadaan yang menurut ukuran kita melebihi batas untuk bersikap tidak emosional, maka menyalurkannya bukanlah hal yang tidak tepat. Kita perlu menempatkan diri, membawa emosi kita dan adalah hak kita dalam menyalurkannya. 

Serta adalah hak orang lain yang tidak menjadi kewajiban kita untuk ikut menanggungnya apabila orang lain merasakan dampak emosional saat menerimanya dari diri kita. Karena kita pun juga begitu, disaat kita merasakan dampak emosional dari aksi yang diberikan oleh orang lain, orang lain juga tidak merasa memiliki kewajiban menanggung dampak emosional yang kita rasakan.

Lepas! Itulah kata yang tepat saat kita memainkan emosi saat berinteraksi dengan orang lain; tidak perlu begitu peduli dan terlalu memikirkan apa yang akan orang lain pikirkan atau rasakan, saat kita pun merasakan emosi yang muncul dari interaksi yang kita terima dari orang lain, mereka pun tidak memiliki kewajiban merasakan reaksi yang kita rasakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun